1. Satu
Cinta mencoba menikmati pemandangan malam yang membosankan dari balik kaca jendela mobil Range Rover Sport. Mobil milik sang dosen muda tampan yang telah membuat jantungnya selalu berdetak abnormal. Jangan heran, mengapa Cinta bisa mengetahui merek dari mobil mewah itu. Dulu, ia pernah memiliki mobil semewah ini. Ia tak tahu seberapa kaya lelaki yang duduk di kursi kemudi di sebelahnya itu. Lelaki yang sudah memenangkan acara lelang konyol itu. Lelaki yang sama, lelaki yang telah membuat mood paginya hari ini berantakan. Lelaki yang ternyata menjadi dosen pengganti Pak Hotman, dosen yang membius para mahasiswinya menjadi kehabisan oksigen dengan ketampanannya. Raka Bagaskara.
Sedari tadi tak ada percakapan di antara mereka. Entah kemana Raka akan membawa Cinta pergi. Cinta sangat was-was kali ini. Ada sedikit rasa takut yang menjalar di sekujur tubuhnya. Raka sangat fokus dengan benda bundar yang berada pada genggaman tangannya itu. Cinta mengakui bahwa Raka lelaki yang tampan. Ralat, amat sangat tampan. Bohong, jika Cinta tidak tertarik kepada Raka. Hanya wanita abnormal yang akan menolak pesona ketampanan lelaki itu.
“Bapak mau membawa saya kemana?” sungut Cinta kesal.
Sedari tadi Cinta merasa seperti orang yang sedang menumpang dan tak diacuhkan oleh Raka. Kedua mata Raka masih fokus menatap ke depan.
“Nanti kamu juga tahu,” jawab Raka datar.
“Hah! Jawaban yang sangat abstrak.” Cinta menggerutu di dalam hati.
Cinta menghela napasnya, lantas mengembuskannya dengan perlahan. Kemudian ia mengangkat tangan kirinya. Melirik jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya. Pukul dua belas malam. Ia sudah tak sabar untuk menyambut sang mentari bersinar kali ini.
Kedua mata Cinta melebar. Ia terkejut saat mobil mewah Raka mulai memasuki sebuah area apartemen yang super mewah. Helaan napasnya berembus. Ada rasa getir saat ia harus kembali ke tempat itu. Sebuah tempat yang sempat membuat hidupnya merasa sangat nyaman. Dan dalam waktu singkat, sebuah tragedi yang tak terduga telah memusnahkan kehidupan ternyamannya saat itu.
Cinta menoleh ke samping. Memandang lelaki yang berada di kursi kemudi ketika sedang memarkirkan mobil mewahnya. Raka turun terlebih dahulu. Kemudian membukakan pintu mobilnya untuk Cinta. Mereka berdua berjalan beriringan. Darah Cinta berdesir saat tangan Raka menggandeng tangannya dengan erat. Detak jantungnya pun sudah melonjak-lonjak tak menentu.
“Ya salam! Semoga jantungku terselamatkan. Kinerjanya sudah diambang normal seharian ini. Oh God!” Lagi-lagi Cinta membatin.
Cinta menatap Raka dari samping, kemudian kedua matanya turun menatap jemari tangannya yang digenggam erat oleh Raka. Ada sepercik kehangatan yang dirasakannya saat ini. Perasaan yang sudah lama tak pernah dirasakannya. Kepalanya menggeleng. Ia menepis perasaan anehnya kembali. Ia tak boleh terbawa perasaan dengan pekerjaannya kali ini. Itu adalah pantangan untuknya.
Raka tersenyum dalam hati. Keinginannya selama ini bisa juga terlaksana. Ia tidak peduli jika wanita yang selama ini memenuhi hatinya itu akan bersikap tak acuh kepadanya. Malam ini, ia harus menjadikan Cinta menjadi miliknya. Ia tak akan membiarkan Cinta menjauh darinya. Tidak akan.
“Maaf Pak, tangannya bisa dilepas nggak?” tanya Cinta yang membuat Raka menoleh ke arahnya.
Raka memasang wajah sedatar mungkin, tanpa senyum. Menatap Cinta dengan tatapan tajam bak elangnya. Ia tak ingin wanitanya mendengar detak jantungnya yang sedang heboh di dalam sana.
“Nggak! Nanti kamu kabur,” sahut Raka singkat.
Cinta mendengus kesal. Hal itu memang sempat terbesit di otaknya.
“Sial!” Cinta mengumpat kesal di dalam hati.
Mereka berdua memasuki sebuah lift. Tangan kanan Raka sama sekali tidak melepaskan gandengan tangannya kepada Cinta. Raka menekan angka lima belas. Hanya dalam beberapa menit, mereka berdua sampai di lantai yang dituju.
Cinta terpaku, sesaat setelah mereka berdua berhenti di depan pintu kamar apartemennya dulu. Apartemen dengan nomor spesial untuknya, 1510. Ia menelan salivanya dengan susah payah. Keringat dingin mulai keluar dari tubuhnya. Dadanya pun mulai serasa sesak.
“Masuk!” perintah Raka.
Cinta mengikuti langkah besar Raka untuk masuk ke dalam apartemen. Tangannya sudah terlepas dari gandengan erat itu. Langkahnya tiba-tiba terhenti setelah pintu tertutup. Tubuhnya serasa lemas seketika.
“Sedang apa kamu di situ, Ta? Ayo masuk!” perintah Raka kembali.
Cinta tetap bergeming. Akhirnya Raka berjalan ke arah Cinta. Cinta reflek berjalan mundur beberapa langkah. Hingga langkahnya terhenti kembali karena tubuhnya sudah menabrak pintu. Raka berhenti di hadapan Cinta. Mengunci tubuh Cinta dengan kedua lengan tangannya yang menekan di pintu.
Jarak mereka berdua sangat dekat. Cinta pun bisa mencium aroma parfum ternama yang Raka pakai saat ini. Hembusan napas dari keduanya bisa mereka rasakan dengan jelas. Kedua mata mereka saling beradu pandang. Keduanya sama–sama terdiam membisu, menikmati rasa yang sangat tak bisa terdeskripsikan di dalam raga mereka.
“Bapak jangan macam-macam ya sama saya! Saya bisa melakukan apa pun yang perempuan lain tidak bisa lakukan!” desis Cinta mengancam.
Raka tersenyum. Ia sangat hafal dengan tingkah laku wanita di hadapannya saat ini. Itulah yang membuatnya tertantang untuk medekati wanita yang selalu memenuhi otaknya selama ini.
“Aish, senyumnya! Mati gue!!!” Cinta menggumam di dalam hatinya karena detak jantungnya semakin tak waras di rongga dadanya.
“Oia, masa?! Can't wait, Baby!” seru Raka.
Jantung Cinta seakan merosot jatuh mendengarnya. Suara Raka benar-benar menggoda imannya. Rasanya, ia bisa saja memperkosa lelaki di hadapannya saat ini.
“Asal Bapak tahu saja, saya bukan cabe-cabean goceng yang ada di pinggir jalan itu!” pekik Cinta menutupi kegugupannya.
Raka terkekeh. Sedangkan Cinta mendengus kesal. Ia pun berdoa semoga Allah bisa membantunya untuk terlepas dari jeratan lelaki yang sudah memporak porandakan imannya saat ini. Namun berbeda dengan Raka. Ia sangat menikmati kebersamaannya bersama dengan wanita pujaannya itu.
“Tahu, kalau kamu itu lebih dari sekedar cabe-cabean goceng. Pedas!!! Dan bukan levelku bermain dengan cabe-cabean yang nggak jelas,” ujar Raka.
Cinta mengerutkan dahinya. Dari wajah tampan Raka sama sekali tak terlihat menakutkan dan berbahaya. Di sisi lain, Cinta harus tetap waspada. Tubuhnya yang masih tersegel sempurna hanya milik suaminya nanti.
“Ah, I see. Sudah berapa banyak mahasiswi Bapak yang diajak kemari?” Cinta menatap Raka dengan tajam.
Kedua mata mereka saling beradu pandang. Raka ragu jika dirinya bisa menjaga imamnya kali ini. Wanita pujaannya saat ini sudah berada di hadapannya. Cinta pun mengalihkan pandangannya. Ia tak ingin dirinya terhipnotis karena tatapan maut ala Raka.
“Kamu yang pertama. Dan aku pastikan, kamu juga akan menjadi yang terakhir,” balas Raka.
Cinta terbelalak mendengarnya. Matanya melotot tajam. Darahnya mulai berdesir kembali. Raka menyapu bibir Cinta dengan bibirnya. Ia merengkuh pinggang Cinta dengan erat. Membuat Cinta hanya bisa terdiam. Merasakan detak jantungnya yang seakan berhenti berdetak dalam hitungan detik. Tenaganya pun seakan menghilang secara perlahan. Rasanya, ia sangat ingin menampar Raka detik itu juga. Namun tubuhnya seakan membeku di tempat.
Cinta menatap Raka. Keduanya saling beradu pandang, sesaat setelah bibir mereka saling terlepas dari pagutan lembut yang sangat memabukkan. Cinta seakan telah terhipnotis oleh pesona Raka.
“Oh God! He stole my first kiss.” Cinta berteriak membatin.
“Itu hukuman buat kamu, karena sudah memanggilku dengan sebutan Bapak. Aku ini bukan Bapak kamu, Ta!” ujar Raka.
Cinta masih terdiam. Tangan kanan Raka terulur, ibu jarinya mengusap lembut bibir Cinta. Seakan menghapus bekas ciumannya. Kedua kaki Cinta seakan tak mampu lagi menopang berat tubuhnya lagi saat ini. Raka tersenyum. Ia tak menyangka jika bibir ranum Cinta mampu membuatnya menjadi pecandu.
Dengan lembut Raka menarik tangan Cinta, dan membawanya ke arah dapur. Kedua mata Cinta memandang sekeliling ruangan. Tak ada yang berubah dari tempat ini. Semuanya masih sama. Hanya wallpaper-nya yang berubah. Wallpaper yang menunjukkan kepemilikan seorang lelaki.
“Kamu bisa memasak?” tanya Raka.
Cinta mengangguk. Raka menatapnya dengan lekat.
“Say something, Cinta! You're mine now!” lanjutnya.
“Hanya sampai matahari terbit Bapak Raka yang terhormat!” protes Cinta keras.
Raka kembali mencium Cinta dengan singkat. Cinta mendelik. Bersamaan dengan degup jantungnya kembali berhenti dalam hitungan detik.
“Setiap mulut kamu mengeluarkan kata 'Bapak' maka itulah yang akan aku lakukan.” Cinta terdiam, mendengus kesal mendengar penuturan Raka.
“Kali ini lelangnya berbeda. Peraturan sampai matahari terbit tidak berlaku kali ini. Kamu milikku sampai beberapa bulan ke depan,” ucap Raka sembari menyodorkan sebuah kertas kepada Cinta, kertas yang dikeluarkannya dari dalam jaket kulitnya.
Cinta mengambilnya dengan kasar. Ia segera membaca isi kertas itu. Sebuah surat perjanjian. Cinta menelan salivanya dengan susah payah saat membaca isi surat perjanjian itu. Benar saja, di sana telah tertulis jika dirinya akan menjadi milik Raka sampai beberapa bulan ke depan. Hingga Raka memutuskan untuk menghentikannya. Jika tidak, maka ia harus mengganti uang lelang tersebut dua kali lipat dari uang lelang yang sudah dibayarkan.
“Double shit! Bodohnya gue! Kenapa nggak dibaca dengan detail saat menandatanganinya?! Gosh!” Cinta mengeram dalam hati.
Cinta mendengus kesal. Dengan segera ia pun meninggalkan Raka menuju dapur. Dibukanya lemari pendingin besar di hadapannya. Mencari bahan-bahan yang bisa dimasak. Namun tak ada bahan apapun di sana. Hanya berisi minuman kaleng dan juga buah-buahan.
Ia pun menoleh ke belakang. Sepi. Tak ada siapapun. Entah kemana si Raka-Raka itu. Kemudian ia kembali membuka beberapa pintu lemari kitchen set. Hingga akhirnya menemukan beberapa bahan yang bisa untuk dimasak.
“Astaghfirullaahala’dzim!!!” pekik Cinta kesal karena terkejut.
Jantungnya seakan merosot jatuh ke bawah. Raka menatapnya setelah mengambil minuman kaleng dari lemari pendingin. Dibukanya minuman kaleng itu sembari berjalan ke meja mini bar dapur. Kemudian duduk dan meminum minumannya dengan santai. Raka sangat tahu jika wanita pujaannya itu sangat gemar memasak. Ia pun sudah tak sabar ingin memakan makanan hasil racikan wanita tercintanya itu.
Cinta melirik ke arah Raka. Ia benar-benar tak bisa menampik pesona seorang Raka Bagaskara. Raka terlihat sangat tampan dengan style yang lebih santai. Kaos polos hitam dan celana pendek selutut bermotif US army. Rambut Raka yang masih basah dibiarkan berantakan begitu saja. Pemandangan itu sangat menarik untuk kedua mata Cinta. Imannya benar-benar diuji kali ini.
Setelah selesai, Cinta meletakkan sepiring Spaghetti Bolognese di atas meja mini bar. Raka menatap piring itu kemudian beralih menatap Cinta. Cinta pun membalasnya dengan tatapan super sebal. Jantung dan hatinya benar-benar tak bisa bekerja dengan normal saat ini.
“Spaghetti?!” seru Raka.
Cinta menautkan kedua alisnya, “Kenapa? Nggak mau?! Adanya cuma ini. Kalau kamu nggak mau ya sudah, aku saja yang makan,” ucap Cinta.
Kemudian ia mengambil garpu dan mulai memutar garpu itu untuk mengambil spaghetti. Tangan kanan Raka merebut garpu yang Cinta pegang.
“Dari tadi aku belum makan tahu!” celetuk Raka.
Cinta mengendikkan bahunya tak acuh.
“It's none of my business!” seru Cinta yang hanya terucap di dalam hati.
Cinta kembali membuka lemari pendingin, dan mengambil sekotak besar minuman juice. Dituangkannya jus itu ke dalam gelas. Sebelum kembali, ia pun mengambilkan sebotol air putih dan juga gelas untuk Raka. Raka menatap Cinta, saat wanitanya menuangkan air putih di hadapannya.
“Thanks Ta,” ucap Raka yang hanya dibalas anggukan kepala dari Cinta.
“Duduk sini!” titah Raka kepada Cinta sambil menepuk kursi yang berada di sebelahnya.
Cinta pun menurut. Ia menengguk kembali segelas juice jambu yang sempat diambilnya. Diliriknya Raka yang sedang makan. Raka seperti orang yang sangat kelaparan saat ini. Dalam sekejap, sepiring besar spaghetti bolognese sudah habis di lahapnya. Kemudian dia meneguk segelas air putih yang telah disiapkan oleh Cinta untuknya sampai habis tak bersisa.
“Bapak sudah lama tinggal di sini?” tanya Cinta yang mencoba memecahkan kecanggungannya.
Raka meletakkan gelasnya sembari menatap Cinta. Kemudian ia mulai mendekatkan wajahnya kepada Cinta. Cinta pun segera tersadar. Dengan gerak cepat ia segera menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Raka tertawa keras melihatnya. Membuat Cinta terpesona kembali untuk kesekian kalinya. Raka semakin terlihat tampan saat tertawa lepas seperti itu.
“Satu tahun mungkin,” jawab Raka.
Cinta mengangguk mendengar jawaban Raka. Jelas saja, karena satu tahun yang lalu ia telah menjual apartemen ini.
“Jadi, aku harus memanggil kamu apa?” tanya Cinta.
Raka tersenyum kembali. Membuat Cinta semakin terpana kepadanya.
“Kakak, Mas, Abang, Sayang, Honey atau Baby mungkin,” ucap Raka sembari menatap Cinta.
Cinta tertawa keras, “Ya kali situ Abangku atau Pacarku,” ujar Cinta diiringi tawanya yang semakin membahana.
“Aku nggak mencari pacar, aku mencari seorang istri. Will you marry me, Cinta?” tanya Raka yang membuat Cinta terbelalak kaget.
Cinta terdiam sembari menatap Raka dengan lekat. Beberapa detik kemudian Cinta tertawa kembali.
“Ternyata benar juga ya, orang ganteng ada goresannya!” timpal Cinta.
Raka menatap Cinta dengan intens. Dirinya tak pernah menyangka bisa menatap wajah cantik wanita pujaannya sedekat ini. Sampai kapan pun Raka tak akan pernah melepaskan wanita di hadapannya saat ini.
“Kamu pikir menikah itu gampang apa?! Kita saja baru bertemu pagi tadi. Apakah semua perempuan kamu tanyakan seperti itu? Sudah putus asa kah dirimu mencari seorang istri, Raka? Unbelievable!” lanjut Cinta.
Raka tersenyum. Ia sudah memprediksikan reaksi Cinta akan hal ini sebelumnya.
“Cuma kamu. Pertanyaan itu baru aku lontarkan untuk kamu. Aku tahu pernikahan itu sakral, sekali seumur hidup. Dan aku yakin dengan pilihanku kali ini.” Raka menjelaskan sembari menatap kedua mata Cinta dengan lekat.
Cinta melihat raut wajah Raka yang sangat serius. Sama seriusnya ketika Raka mengajar di depan kelas dan juga saat dia mengendarai mobil mewahnya tadi. Cinta tersenyum simpul.
“You don't know about me, Raka! You don't know who I am,” ucap Cinta.
Raka menatap Cinta dengan tatapan tajamnya yang semakin lekat. Dan Cinta seakan terhipnotis kembali oleh tatapan tajam bak elang milik Raka itu.
“Perempuan seperti kamu itu tidak suka dikekang. Kamu suka kebebasan. Dan aku akan memberikan apapun yang kamu minta,” jelas Raka.
Kedua mata mereka saling beradu pandang. Cinta merasa terharu saat mendengar ucapan Raka. Cinta pun mulai memasang tamengnya saat ini. Ia tidak ingin terjebak dengan pesona seorang Raka. Ia merasa bahwa Raka seakan sedang membaca apa yang ada pada dirinya. Walaupun tidak terlalu yakin sepenuhnya.
“Sekaya apa kamu? Yakin kamu bisa memberikan apa pun yang aku minta?” tantang Cinta.
Raka tersenyum, lantas mengangguk.
“Anything, Baby. What do you want? Aku bisa membelikan kamu sebuah pulau tanpa harus menguras isi dompetku,” balas Raka.
“Nggak semuanya bisa kamu beli dengan uang, Raka. Termasuk cinta.” Raka tersenyum mendengar penuturan Cinta.
“I see. Dan aku akan membuat kamu jatuh cinta sama aku, Ta. Beri aku waktu satu bulan untuk membuat kamu jatuh cinta kepadaku,” ujar Raka.
Cinta terdiam menatap Raka. Ia tidak pernah bertemu dengan lelaki yang sangat berani berterus terang seperti ini. Raka pun memandang Cinta dengan lekat. Alangkah bahagianya jika Cinta bisa menerima kehadiran dirinya saat ini. Detak jantung yang sama-sama tak normal membuat mereka berdua terdiam dan membeku.
“Anggap saja, lelang tadi itu adalah awal mula hubungan kita. Bagaimana?” tanya Raka, “Cinta,” panggilnya lagi.
Cinta mengedipkan matanya yang sedari tadi menatap Raka.
“Ijinkan aku untuk bisa mengenal kamu lebih dekat, Ta. Aku tidak akan memaksa kamu,” ujar Raka kembali.
Cinta menghela napas dan mengembuskannya, sebelum mengangguk menyetujui ucapan Raka.
“Omo! Apa yang sudah aku lakukan? Aku pasti sudah terhipnotis oleh tatapan elangnya yang tajam itu. Oh God! Mati aku!!!” Hati Cinta berkecamuk.
“Thanks, Ta. Aku yakin kurang dari satu bulan, aku pasti sudah bisa membuat kamu jatuh cinta kepadaku,” tutur Raka penuh percaya diri.
Cinta tertawa. “Pede banget kamu!”
Raka terkekeh, “Let's see Cintanya Raka!” timpal Raka.
Cinta tersenyum paksa. Ia merutuki tingkah anehnya kali ini. Ia yakin prediksi Raka akan seratus persen terbukti.
“Malam ini kamu menginap di sini ya! Besok pagi, aku akan mengantarkanmu pulang. Aku ada pekerjaan malam ini,” ujar Raka.
Cinta mengangguk, seperti orang yang sedang terhipnotis. Ia pun kembali merutuki tingkah anehnya kepada Raka. Entah mengapa ia bisa langsung mempercayai Raka. Cinta bukanlah tipe orang yang mudah percaya kepada siapa pun. Pekerjaannya mengharuskan dirinya untuk selalu waspada kepada siapa pun. Terkecuali Raka sepertinya.
Raka beranjak dari tempat duduknya. Kemudian menggandeng tangan Cinta. Ia membawa wanitanya ke kamar utama. Kamar Cinta dulu. Ada dua kamar di apartemen ini, kamar utama dan kamar tamu. Cinta hanya terdiam. Lidahnya seakan kelu. Ini seperti de javu untuknya. Namun semua tampak terlihat sangat nyata.
“Tidurlah, Ta! Aku ada di kamar depan, tempatku bekerja. Kalau ada apa-apa, kamu panggil aku saja,” perintah Raka.
Cinta kembali mengangguk. Raka menatap Cinta dengan lekat, lantas mengecup kening Cinta dengan penuh sayang. Kedua mata Cinta mulai merebak. Ia tidak akan pernah tahan jika Raka memperlakukannya seperti ini setiap saat. Raka membelai wajah cantik Cinta dengan lembut.
“Good night, Cintanya Raka. Sleep tight Baby,” ucap Raka.
Cinta hanya bisa terdiam menatapnya. Raka tersenyum sembari mengusap-usap pucuk kepala Cinta. Andai saja Cinta bisa selalu berada di dekatnya setiap saat, hidup Raka pasti akan semakin menjadi sempurna. Raka pun melangkah pergi meninggalkan Cinta. Cinta menatap punggung Raka yang menjauh darinya.
Sebelum menutup pintu, Raka menatap wanita terkasihnya dengan sekilas kemudian tersenyum. Cinta masih saja terdiam membeku. Saat pintu tertutup, air matanya menetes. Sudah lama tidak ada orang yang memerhatikannya seperti ini. Sudah lama ia merasa hidup sendiri selama dua tahun terakhir. Entah apa yang akan terjadi jika Raka tahu siapa dirinya yang sebenarnya.
Cinta menyeka air matanya. Kemudian meletakkan tasnya di atas nakas, di samping tempat tidur. Ia pun membuka jaket jeans crop-nya. Tak lupa ia pun melepas sepatunya. Tubuhnya dihempaskan di atas ranjang king size. Aroma parfum Raka masih tercium dengan jelas di indera penciumannya.
Cinta memejamkan matanya perlahan, menikmati aroma maskulin yang mulai membuatnya merasa tenang dan nyaman. Bayangan ayah dan juga bundanya berkelebat di pikirannya. Air matanya pun menetes kembali. Ia berdoa di dalam hati, sebelum dirinya terlelap. Tubuhnya sudah terlalu lelah hari ini. Otaknya pun sudah berada diambang maksimal kali ini. Semua hal yang terjadi di hari ini sugguh di luar kendalinya.
---
Cinta mengerjapkan matanya berkali-kali, saat telinganya mendengar dering suara lagu Shake it off - Taylor swift dari smartphone-nya. Ia merasakan sesuatu melingkar di perutnya. Kedua matanya langsung tertuju pada perut rampingnya. Ia terbelalak kaget. Sebuah lengan kekar memeluknya. Ia pun menolehkan wajahnya ke samping. Matanya terbelalak kembali. Kedua tangan dan kakinya reflek mendorong tubuh kekar itu menjauh darinya hingga terjatuh.
“Awww ...!” suara rintihan terdengar.
Cinta segera beranjak untuk terbangun. Ia menatap Raka yang telah berdiri sembari memegang pinggangnya dengan raut wajah menahan sakit.
“Kamu apa-apaan sih, Ta? Sakit tahu!” pekik Raka kesal.
Cinta menatap tajam Raka.
“Oh my God! Kenapa dia harus bertelanjang dada sih?! Aish, zina mata ini. Duh ya Allah, mana pahatan di badannya sempurna parah lagi. Kuatkan imanku ya Allah!” batin Cinta berceloteh.
Dengan segera Raka menghempaskan tubuhnya kembali di ranjangnya seraya memejamkan matanya. Cinta menggeleng-gelengkan kepalanya dengan raut wajah yang super sebal.
“Apa yang sudah kamu lakukan kepadaku tadi malam?” tanya Cinta geram.
Cinta meneliti tubuhnya. Ia masih mengenakan dress-nya semalam. Semuanya masih utuh. Raka bergeming. Cinta pun mendengus kesal. Melihat Raka yang tertidur kembali.
“Raka! Bangun!!!” pekik Cinta geram sambil mengguncang-guncangkan tubuh Raka.
“Apa sih, Ta?! Aku ngantuk,” sahut Raka.
Cinta menggertakkan giginya, “Raka! Bangun!!! Kamu ngapain aku tadi malam, hah?!” teriak Cinta geram.
Raka mengerjapkan matanya dengan posisinya yang masih menelungkup. Kemudian membalikkan tubuhnya, dan terbangun. Ia mengusap wajah tampannya, lantas mengacak-acak rambutnya dengan kesal. Kedua matanya menatap tajam wanita tercintanya itu.
“Ada yang kurang sama baju kamu, hah?!” tanya Raka kesal.
Cinta mengerucutkan mulutnya. Ia benar-benar geram dengan Raka.
“Terus tadi kenapa kamu peluk-peluk aku? Emang nggak ada tempat tidur lagi apa?!” balas Cinta semakin kesal.
Suara helaan dan hembusan napas dari Raka terdengar. Ia membasahi bibirnya yang terasa kering. Ia memang menginginkan Cinta untuk menjadi miliknya saat ini. Namun ia tidak akan pernah melakukan hal yang bisa menyakiti wanita tercintanya.
“Sorry, Sayang. Tempat tidurnya cuma satu. Kamar depan itu tempat kerjaku. Tadi malam aku sudah mengantuk sekali, jadi ya langsung tidur. Lagian juga gelap, aku nggak melihat kamu. Maaf, kalau aku memeluk kamu. Itu pasti reflek. Kamu kayak bantal guling,” jelas Raka santai tanpa merasa bersalah.
“Gila!” pekik Cinta kesal.
Kemudian Cinta segera beranjak untuk turun dari tempat tidur. Namun Raka menarik tangannya, menahannya agar tetap ditempat.
“Apa?!” pekik Cinta kesal.
“Maaf, Ta. Aku cinta sama kamu. Aku juga sayang sama kamu. Jadi aku nggak mungkin menyakiti kamu. Kalaupun aku mau, aku pasti sudah melakukan itu tanpa meminta persetujuan kamu terlebih dahulu.” Cinta terpaku mendengar penuturan Raka.
Mereka berdua saling menatap satu sama lain. Pandangan mereka saling beradu. Detak jantung keduanya pun mulai bekerja abnormal. Cinta yang tersadar segera beranjak dari tempat tidur, setelah melepaskan genggaman tangan Raka. Ia melangkahkan kakinya untuk mengambil tas selempangnya. Smartphone-nya pun kembali berdering. Dengan segera ia mengambilnya.
Raka memerhatikan gerak-gerik Cinta dengan intens. Cinta yang mulai merasa diperhatikan tampak tak acuh. Ia mengetuk layar smartphone-nya dua kali, kemudian menggeser ke kanan untuk mengangkat panggilan itu.
“Halo Sust, ada apa?”
“Bunda Ta ….”
“Ok! Aku ke sana. Makasih Suster Ana.”
Raka mengerutkan dahinya. Dalam hati ia bertanya, siapa yang sakit? Mungkinkah Bunda Cinta? Ia tahu bagaimana kehidupan wanita tercintanya itu. Raka duduk terdiam di atas tempat tidur king size-nya sembari memerhatikan Cinta.
Cinta segera memasukkan smartphone-nya kembali ke dalam tas. Kemudian melangkah masuk ke kamar mandi. Ia segera mencuci wajahnya, lantas berkumur dengan mouthwash. Sesaat setelah selesai, Ia segera keluar dari kamar mandi sembari melirik Raka yang sudah duduk di tepi ranjang, memberi tatapan tajam kepadanya. Cinta tak menghiraukan tatapan Raka yang mengintimidasi itu. Ia meraih jaket jeans crop-nya dan segera mengenakannya serta tak lupa memakai sepatu converse abu-abunya.
“Kamu mau kemana, Ta?” tanya Raka penasaran.
“Aku ada urusan. Aku pergi dulu ya, Ka. Terima kasih buat semuanya,” pamit Cinta sebelum pergi.
Raka beranjak dari duduknya, lantas mencekal lengan Cinta dengan kuat.
“Aku antar!” pekik Raka seraya menatap Cinta dengan tajam.
Cinta terdiam. Ucapan Raka sungguh keras dan tegas. Seperti tak ingin terbantahkan. Saat tersadar, Cinta pun menggeleng.
“Nggak usah, Ka! Terima kasih. Aku bisa menggunakan taksi,” tolak Cinta yang membuat kedua mata Raka semakin tajam menatapnya.
“Aku akan mengantar kamu, Cinta! Aku sudah berjanji tadi malam. Okay? Tunggu sebentar!” paksa Raka.
“Raka, please! Aku bisa pergi sendiri, Ka.”
Raka berjalan ke arah pintu kemudian menguncinya dan menggenggam kunci itu.
“Raka, aku mohon! Biarkan aku pergi, Ka.” Cinta memohon kepada Raka.
Raka tampak tah acuh. Ia seakan menulikan pendengarannya kali ini. Kedua mata Cinta mengikuti kemana tubuh Raka bergerak. Dibukanya lemari besar di hadapan Cinta, lantas mengambil sebuah celana jeans hitam, kaos dan juga kemeja.
“Stay here! Just a few minutes!” titah Raka keras tanpa senyum diiringi tatapan yang ingin menerkam Cinta.
Cinta sedikit merasa ketakutan saat ini. Sesaat setelah Raka selesai berucap, ia berjalan menuju kamar mandi. Jantung Cinta masih berdegup kencang. Ia sungguh takut kali ini. Pikirannya mulai bercabang kemana-mana. Apa yang harus dilakukannya sekarang. Raka akan menengetahui siapa dirinya yang sebenarnya. Cinta sangat kebingungan kali ini.
Beberapa menit kemudian Raka keluar dari kamar mandi. Ia terlihat lebih segar dengan kaos polos putih dibalut kemeja kotak-kotak berwarna merah yang sengaja tidak dikaitkan kancingnya, serta celana jeans hitamnya. Membuat Cinta semakin terpana melihatnya. Ia merapikan rambutnya dengan gaya spike andalannya. Kemudian mengenakan sepatu converse hitamnya. Setelah itu, ia menarik Cinta untuk beranjak dari tempat tidurnya. Membuka pintu kamarnya dan mengambil kunci mobilnya di meja ruang tamu.
Raka menggandeng Cinta dengan erat menuju basement tempat di mana mobilnya diparkirkan. Tak ada percakapan apa pun sepanjang perjalanan menuju basement. Ada rasa takut, saat Cinta menatap raut wajah Raka saat ini.
Raka memencet tombol key remote mobilnya. Setelah itu membukakan pintu mobilnya untuk Cinta. Dengan terpaksa Cinta pun masuk. Raka memutari bagian depan mobil mewahnya, dan dalam beberapa detik ia sudah duduk di samping wanita tercintanya. Kemudin ia mulai menyalakan mobil Range Rover Sport miliknya. Ia terdiam sebelum melajukan mobilnya, lantas menoleh ke arah Cinta. Mendekat, membungkukkan tubuhnya untuk mengaitkan seatbelt ke tubuh Cinta. Kedua mata Cinta memanas. Matanya menatap Raka yang sedang mengenakan seatbelt untuk dirinya dengan lekat.
“Kita kemana?” tanya Raka.
Napas Cinta tercekat. Tenggorokannya serasa kering saat ini. Raka menoleh kembali ke arah Cinta. Ia menatap Cinta dengan tatapan tajamnya. Detak jantung Cinta sudah berdegup kencang. Entah apa yang harus dikatanya kepada Raka kali ini.
“Kita mau kemana, Ta?” ulang Raka kembali.
Kedua mata Cinta berkedip. Air mata yang sedari tadi tertahan mulai menetes tanpa seijinnnya. Cinta tak mengerti. Mengapa ia menjadi sangat lemah di hadapan Raka, lelaki yang tanpa disadari sudah mulai memasuki celah kosong di hatinya. Raka terkejut melihat sebulir air mata yang mulai jatuh dari mata Cinta. Ia merasa sangat bersalah kali ini.
“Maaf, Ta. Aku cuma ingin mengantar kamu saja. Please, jangan menangis, Ta! Aku mohon!” ucap Raka sembari menyeka air mata Cinta.
“RSJ Dr. Soeharto,” ucap Cinta lirih.
Raka terdiam. Ia menatap Cinta lekat-lekat. Akhirnya ia pun mengetahui apa yang selama ini Cinta rahasiakan dari semua orang. Prediksinya sama sekali tidak meleset. Dadanya pun sesak melihat air bening dari kedua mata Cinta mengalir kembali. Ia tahu jika wanitanya sedang kalut saat ini.
CintaRaka®
Republished, 10Nov.17; Teaser DIAnovel
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top