✏ 12 🍯 Tikungan Ciwidey

بسم الله الرحمن الرحيم
¤Marentin Niagara¤
-- Selamat Membaca --


Sejauh apapun berlari jika waktunya tiba tidak akan bisa menghidari

Notes: And after I wrote this passage, please don't ask me more why don't you wanna come in the place where many people say how beautiful of there.

🐾🐾

Menginap di rumah sakit. Satu satunya tempat yang memang totaly membuat Aida tidak mungkin lagi bergerak ke semua tempat.

Stay cool on the hospital bed and cooling down after. No acting feel better then fainted and caused a lot of people trouble. Tidak, sama sekali tidak. Aida memilih untuk benar-benar bedrest.

Hingga saat semuanya sudah merangkak kembali ke kondisi yang normal. Aida hanya berharap semua bisa baik-baik saja till she get finish her recovery.

"Aida, are you OK? The whisper told me, you are at hospital now. Is it true?" suara pak Agung menggetarkan gendang telinganya. Apalagi yang bisa Aida jawab selain mengatakan iya.

And look at that, 20 minutes later he comes with his family to visit her. "Does Samudra not look after you here?"

"He have to finish his thesis and prepare same final exam as me there. So, we just keep and touch by phone at all."

Ya, Samudra memang masih sibuk dengan tugas akhir yang telah disetujui untuk dipertanggungjawabkannya di hadapan para penguji.

"Feel better?" video call yang sedang dilakukan oleh Aida dan Samudra membuatnya tersenyum. Pagi ini, lengkap dengan kemeja putih dan juga celana hitam Samudra menelpon Aida. Meminta sekedar multivitamin kepada Aida untuk menguatkannya sebelum akhirnya berangkat ke kampus dan berjuang mempertahankan tulisannya di hadapan penguji.

"Gantengnya my hubby will be. Sukses ya Sayang ujiannya. Fight!!"

"Always dear. Kamu juga semangat untuk sembuh ya. Jangan lama-lama kencan sama om dokter, ndamu cemburu." Gelak tawa mengakhiri panggilan di gawai pintar itu karena Samudra memang harus berangkat ke kampus untuk menyelesaikan semuanya.

Lembaran kertas yang kini ada di hadapan Aida tidak bisa membuatnya berfokus dan beralih dari Samudra. Aida hanya ingin tahu bagaimana Samudra melewatinya tapi tidak berani menghubungi karena takut menganggunya.

Hingga dhuhur menjelang, belum ada kabar yang Aida terima dari sang kekasih. Gawainya masih enggan untuk bergetar. Hingga kertas kerja di hadapan Aida menjadi kumal bukan karena dia telah membacanya dengan baik. Namun karena terlalu sering di bolak balik sehingga lecek dengan sendirinya.

"Ada yang sedang dipikirkan Mbak Aida?" tanya dokter ketika melakukan visite.

"Ehmmm, tidak Dok. Hanya kepikiran kapan bisa pulang karena memang saya harus mengurus ujian skripsi saya secepatnya."

"Jika sudah memungkinkan."

"SGPT dan SGOT saya sudah turun bukannya ya Dok?"

"Iya, meski sudah signifikan turunnya tapi masih sedikit diatas normal. Kita tunggu ya, jangan banyak pikiran. Vitamin yang saya berikan tetap di konsumsi."

"Iya Dok, terima kasih."

Satu minggu berada di atas bed. Hate it!! Tapi harus bagaimana lagi? Tidak mungkin memaksa tubuh untuk berkompromi saat begitu banyak aturan yang dilanggar oleh Aida untuk memberinya nutrisi. Some how she has to take her body to be fresh back before she push it again with all her activity. This sounds so corny.

Dan lagi-lagi karena alasan recovery Aida harus dengan rela bersabar hati.

"Ndut, ndanda lulus. Meski ada revisi but it doesn't matter. Besok harus ke akademik meminta surat keterangan lulus sementara untuk diberikan ke human resource CPI untuk psico test then medical check of it." Samudra baru juga menerima kabar melalui gawainya jika test tulis pertamanya berhasil dan dia harus mengikuti test lanjutan dengan syarat memberikan surat lulus sementara.

Perusahaan besar seringkali menjaring resource to be employee dari universitas atau institut yang recomended. Mengambil mahasiswa yang berpotensi untuk bisa dijadikan pegawai di bawah manajemen perusahaannya. Selain bisa menekan biaya recruitment, fresh graduate tidak akan banyak penawaran tentang how many salary can be take. Begitu juga dengan Samudra. Dia mengikuti itu karena memang recruitment CPI yang dilakukan di kampusnya.

"Alhamdulillah. Jadi langsung ke Jakarta gitu Nda?"

"Masih dua minggu lagi. Seminggu kedepan mungkin akan banyak di kampus untuk menyelesaikan revisi tugas akhir dan membendelnya sekaligus untuk pendaftaran wisuda. Kamu kapan boleh pulang? Sudah seminggu di rumah sakit Sayang." Katanya yang kini masih dengan seragam lengkap khas mahasiswa ujian.

"Tadi dokter hanya bilang SGPT dan SGOTnya sudah signifikan turun namun masih di atas normal. Nunggu normal dulu mungkin baru setelahnya dibolehin pulang. Bosen___" Rengek Aida yang memang sudah dilanda kebosanan berada di atas tempat tidur selama seminggu.

"Maaf ya, Nda nggak bisa balik, look after you nearest."

"Iya, semua nda lakuin juga buat kita kan nantinya. Itu lebih penting. Bisa vidcall sementara sudah cukup buat ndut." Jawab Aida. Bukannya tidak ingin Samudra berada di dekatnya. Siapa yang bilang? Aida pasti sangat mengharapkan itu terjadi.

Tapi apalah daya, kesibukan dan penentuan masa depan mereka dianggap Aida lebih penting. Dia bisa menjaga semuanya sendiri meski berat.

Malam berganti, Syafira yang selalu berada di dekat Aida. Sahabat Aida yang satu ini memang benar-benar the best. Tidak pernah mengeluh merawatnya. Sementara kedua orang tua Aida juga tidak bisa menemani karena adik semata wayangnya juga sedang opname di rumah sakit di kota kelahirannya.

Cobaan yang datang bersamaan.

Deret suara kaki bergesek dengan lantai terdengar memasuki ruangan. Terkejut, pastinya. Aida sudah mewanti-wanti kepada Samudra untuk tidak bercerita kepada orang tuanya. Namun sekarang rama dan mamanya sudah berdiri tegap dengan senyum yang melengkung manis.

"Tidak perlu terkejut seperti itu. Samudra yang memberitahu mama tadi setelah mengabarkan kalau dia telah selesai ujian tugas akhirnya dan dinyatakan lulus. Mengapa tidak telpon mama langsung Sayang? Padahal sudah seminggu di rumah sakit."

"Nggak ingin merepotkan mama. Ini juga sudah baikan kok Ma."

"Tidak ada yang merepotkan. Nantinya kamu juga akan jadi anak mama, sama seperti Samudra, Chaca, dan Meta. Dapat salam tadi dari dua adikmu. Katanya maaf belum bisa besuk karena masih banyak tugas dari sekolah dan kampusnya. Besok mungkin mereka akan ke sini." Kata mama Samudra.

Aida hanya tersenyum mengangguk pasrah.

Interaksi antara calon menantu dan calon mertua yang terbilang cukup baik. Semoga bisa seperti ini selamanya saat kata calon itu telah menghilang dan berganti dengan hubungan mereka yang sesungguhnya nanti.

Hingga tepat di hari yang ke 10, Aida dinyatakan boleh pulang oleh dokter yang merawatnya.

Kembali dari rumah sakit bukan berarti bisa dengan seenaknya melakukan aktivitas bebas. Dia masih harus recovery, setidaknya hanya pekerjaan ringan yang boleh dia kerjakan.

Jadwal ujian sudah di terbitkan. Nama Aida termasuk salah satu di dalamnya. Termasuk juga Syafira di sana.

"Kita ujian bareng say."

"O iya? Kapan?"

"25 Februari dan wisuda fixed 25 Maret Da, itu artinya kamu__"

"Benar 25 Maret wisudanya? Itu ulang tahunku Fir, apa jadwal sudah keluar juga? Undangan tambahan berarti sudah bisa reserve dong." Tanya Aida dengan penuh semangat.

"Iya, kamu mau undangan tambahan satu kan? Buat Samudra nantinya."

"Iya."

"Sudah aku pesan ke mas Yuli atas namamu."

"Syafira, mashaallah. Syukraan ya. Kamu memang tahu apa yang aku mau."

"Terus kapan kalian mau halal ini?"

Bukannya menjawab tapi Aida menunjukkan sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya kini. Cincin yang diberikan orang tua Samudra ketika berkunjung ke rumahnya beberapa minggu lalu.

"Allahu akbar, Samudra sudah melamarmu? Kapan dia pulangnya?"

"Bukan ndanda yang memberikannya kepadaku. Tapi rama dan mama saat mereka silaturahim ke rumah berkenalan dengan ayah dan bunda."

"Tapi itu cincin dari Samudra kan?"

"Ya iyalah dari Samudra, nggak mungkin juga mama datang memberi cincin ke aku dari Chaca." Kata Aida sambil terkekeh geli.

Chaca, panggilan kecil Hamzah Perwira adik laki-laki Samudra yang kini masih kuliah semester awal di sebuah institut negeri di Surabaya.

Syafira ikut tertawa mendengar kebahagiaan sahabatnya. Memang sudah seharusnya mereka membawa hubungan yang telah terangkai sekian tahun itu ke jenjang yang lebih serius.

Malam ini Aida yang memang mempersiapkan semuanya dengan sangat baik. Dua minggu menjelang ujian, semua materi skripsi telah dia kuasai namun tidak ingin sedikit pun terlewat. Dia masih ingin memastikannya. Hingga gawainya bergetar dan nama Samudra tercetak disana.

"Good evening Ndut sayang. Gimana, masih belajar?"

"Iya, Nda. Ya meski sudah hampir hafal halaman dan kalimatnya. Hehehe"

"Aku mau cerita boleh?"

"Boleh dong, let's start it."

"Pertama nda mau minta maaf, 25 Februari nanti nggak bisa balik. Jadi nggak bisa nemeni kamu saat ujian. Maaf ya." Sedih tentunya, Samudra memang berjanji kepada Aida untuk bisa menemani ujian skripsinya nanti. Namun kenyataannya harus dibatalkannya. "Jangan sedih dong Sayang. Karena memang sat itu nda harus ke Jakarta untuk final check sebelum nanti Nda harus ke Duri."

"Hah, Duri?"

"Ya, akhir Maret. Setelah wisudamu nanti Nda berangkat ke Duri make sure there then get some training for three till five months in Jakarta. After that I'll come to you cause we'll be getting marry soon. Before I fly to Duri my family will come to your parent to take you out for me, officially."

Adakah bahasan yang lebih indah dari kata iya untuk menjawab semua ungkapan yang dikatakan Samudra. Ini bukan terburu waktu tapi memang telah disepakati bersama oleh keduanya.

"Nda aku__"

"Ssstttt, itu sudah kita bicarakan bukan sebelum sebelumnya. Maaf kalau caraku memintamu tidak seromantis yang kamu inginkan seperti di film film yang sering kita lihat. Yang jelas, aku hanya ingin kamu untuk melengkapkan semuanya. Take care of me, and be a mother of my children to be. Nothing else."

Diam terpilih karena Aida benar-benar speechless. Tidak romantis, tidak ada bunga di sana tapi melihat kesungguhan di manik mata Samudra bahwa dia menginginkannya, a dozen million thanks in her mind and enough for Aida like butterflies in her stomach.

"Kedua, teman-teman besok minta untuk dirayakan Ndut. Jadi rencananya besok kita mau ke Ciwidey, masih ingatkan? Dulu pernah nda ajak ke sana."

"Iya."

"Kita akan berangkat kesana, ya mungkin 20 - 25 motorlah. Merayakan kelulusan sekaligus semacam farewell party gitu. Pagi kita berangkat sore sudah pulang kok."

"Nda, jangan aneh-aneh deh. Arak arakan gitu nanti? Ndut nggak suka ah."

"Nggak papa Sayang, kapan lagi loh sama mereka. Nda kan habis wisuda tanggal 16 Maret langsung pulang bareng kamu. Tiket sudah dapat kan? Jadi ya besok itu mereka minta rame-rame. Satu kelas itu juga cowok-cowok."

"Nggak pake minuman keras ya."

"Ya kali ndamu ini bawa jack danniel. Ngerti begituan saja nggak pernah."

"Awas loh. Hati-hati tapinya ya."

"Iya Sayang, ya sudah istirahat gih. Masih pucat gitu. Can't wait to see you soon. Love you darling."

"Love you too, much"

"More than you. Mmuuuach."

Ciwidey, destinasi wisata yang terletak di kabupaten Bandung ini memang sungguh menunjukkan pesonanya. Hamparan kawah putih yang membius setiap mata yang melihat tentu menjadi magnet setiap pengunjung yang akan melakukan wisata ke sana. Jalanan menanjak yang berkelok pun menjadi tantangan tersendiri untuk menuju ke kawah utamanya.

Samudra telah bersiap bersama rombongan untuk menghabiskan masa masa terindahnya sebagai seorang mahasiswa. Bersuka cita meski tidak harus berfoya-foya untuk merayakan kelulusannya.

Rencananya memang untuk berwisata dan menikmati makan siang bersama kemudian akan kembali ke Bandung lagi. Just it!!

Menjelang ashar, rombongan Samudra kembali Bandung. Bekas rintik hujan yang turun membuat jalanan menjadi sedikit licin. Berarak namun tetap dalam konsentrasi tinggi.

Gravitasi bumi, membuat sepeda motor yang mereka tumpangi seolah menggelinding meski tanpa sebuah energi. Dan resiko berkendara secara berarak pasti akan jauh lebih tinggi daripada berkendara pribadi.

Touring with mapping. Harus beriring bersama-sama.

Namanya juga laki- laki, kelakar serta olokan ringan pastilah mengiring perjalanan yang dianggap 'santai' ini. Atau mungkin terlepas dari sebuah konsentrasi tiba-tiba di tikungan yang paling menukik tajam ada kendaraan dari bawah sehingga membuat para riders ini berebut segera menepi.

Some how, karena faktor jalan yang licin atau memang Samudra tidak berkonsentrasi penuh.

Braaaakkkkkk, Buggghhhhh.

Sepeda motor yang ditumpangi selip dan dia terjatuh tepat di tikungan yang menukik tajam itu. Terseret turun sekitar 200 meter hingga tubuhnya menghantam pembatas jalan. Beruntunglah mobil dari bawah tidak menabraknya. Sehingga kecelakaan beruntun bisa dihindarkan.

Samudra yang kala itu berada di boncengan sepeda terlempar seketika. Darah segar mengalir dari hidung dan telinganya.

Ambulance yang langsung di datangkan dari puskesmas terdekat segera membawa korban kecelakaan ke rumah sakit di kota. Kecelakaan tunggal yang membuat Samudra harus berjuang untuk bertahan.

Suara Naomi Scott, mengalun indah dengan speechlessnya di gawai Aida.

Nomor tidak di kenal tertera disana. Bukan nomor HP, PSTN +6222xxxx membuat hati Aida jumpalitan tidak menentu.

"Selamat sore, dengan ibu Aida?"Benar namanya Aida, tapi bukan berarti harus dipanggil bu. She's a single.

"Maaf iya saya Aida, tapi belum seorang menjadi ibu."

"Ohh maafkan kami Teh. Kami hanya memberitahukan, apakah Teteh keluarga dari seseorang yang bernama Samudra Wijaya?"

"Saya calon istrinya, ada apa ya Pak."

"Bapak Samudra Wijaya mengalami kecelakaan di tikungan Ciwidey sore ini. Mohon untuk segera ke rumah sakit Def untuk dilakukan penanganan segera mengingat kondisi_______"

Tidak lagi terdengar dengan jelas di telinga Aida. Jeritan dan tangisannya kini telah mendominasi hingga menggemparkan teman teman satu kosnya.

Entah bagaimana selanjutnya, hingga saat matanya terbuka dia sudah berada di atas ranjang tidurnya dengan Syafira dan teman teman kost mengelilinginya.

👦👧
-- to be continued --


Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama🙇‍♀️🙇‍♀️
Jazakhumullah khair


Blitar, 07 September 2019
Republish 03 November 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top