✏ 09 🍯 Skripsi Pilihan

بسم الله الرحمن الرحيم
¤Marentin Niagara¤

-- Selamat Membaca --

Cukuplah mengatakan bahwa aku mampu maka Allah akan memudahkannya dengan menunjukkan jalan terbaik mana yang harus kita tempuh

🐾🐾

Menjadi asisten dosen bukan berarti Aida bisa begitu mulus mengerjakan tugas akhirnya. Skripsi, salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonominya.

Menginjak semester 6 ini memang Aida telah mengambil mata kuliah terakhirnya. Bukan sebuah halusinasi jika dia memilih angka 24 SKS untuk melengkapkan kartu rencana studinya.

Dua kali mengambil kuliah di semester pendek dengan 8 SKS dalam setiap semesternya cukup membantu waktu kuliah Aida. Gadis yang tidak suka mengulang mata kuliah itu memang begitu aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

Beberapa kali Aida mengajukan proposal tentang judul skripsi yang membuatnya menarik untuk diteliti namun sebanyak dia mengajukan pasti selalu di tolak oleh dosen pembimbing yang dia tunjuk.

"Itu kenapa muka kok ditekuk terus?" Syafira yang menghampiri Aida mengoyak lamunan Aida.

"Astaghfirullahaladziim, Fira."

"Kamu melamun? Kenapa? Ada masalah?"

"Judul proposal skripsiku di tolak lagi. Padahal aku sudah target 3.5 tahun bisa lulus." Aida sudah seperti orang yang frustasi.

"Masih bertahan memilih pak Agung untuk menjadi dosen pembimbing, kenapa tidak dengan Pak Yusuf saja. Kamu kan asistennya. Lebih mudah pastinya jika dengan beliau." Usul Syafira kepada Aida. Jika mungkin Aida tidak memilih untuk belajar lebih dia pasti akan menerima usulan sahabatnya. Tapi Aida punya alasan tersendiri tidak ingin dibimbing oleh pak Yusuf.

"Aku, kalau dibimbing pak Yusuf pasti beliau tidak akan pernah bargain karena menganggap aku bisa Fir, itu sebabnya memilih pak Agung yang secara kapabilitas beliau memiliki ability untuk membimbing aku dengan judul yang aku usulkan."

"Emangnya kamu nyodorin judul apa ke pak Agung sampai beliau menolak?" tanya Syafira.

"Ownership retention, number of risk factors and underpricing in Indonesian Initial Public Offerings." Jawab Aida dengan entengnya.

"Yakin kamu mau bahas IPO dengan pengaruhnya terhadap retensi kepemilikan dan risiko underpricing?" tanya Syafira seolah tidak percaya.

"Padahal aku sudah bolak-balik baca literasi untuk mengutak atik masalah IPO, kamu tahu kan bagaimana pecahnya saat pertama kali saham di lempar ke pasaran. Sukses atau mati hanya ada dua itu." Jawab Aida.

Berbicara tentang IPO pasti tidak akan jauh dari pasar modal dan bursa saham suatu perusahaan. Menarik itu adalah kata awal mengapa Aida memilih untuk mengambilnya sebagai karya ilmiah.

Namun sepertinya dosen muda yang dipilihnya tidak menyukai akuntansi terapan seperti yang akan diteliti oleh Aida. Agung Pamungkas, dosen muda yang telah selesai pendidikan doktornya itu memang benar-benar menginginkan mahasiswanya menulis tentang akuntansi murni.

"Coba deh kamu tanya ke pak Agung, bagaimana pendapatnya. Kamu ini, yang lain masih juga riweuh dengan matkul metodologi penelitian. Ini sudah ribut ngurus pendaftaran judul skripsi." Kata Syafira sambil menggelengkan kepalanya.

Maunya jika memungkinkan Aida akan mengambil ujian compre di semester ini namun sayang, karena di belum lulus semua mata kuliah sehingga belum bisa mengikuti ujian compre yang nantinya kelulusan ujian compre ini dijadikan syarat untuk maju sidang skripsi.

Tapi mengapa Aida begitu keukeuh memilih Pak agung yang notabene lebih dihindari oleh mahasiswa yang lain karena kesaklekan dalam memberikan bimbingan. Ya, Aida lebih memilih sedikit keluar dari zona nyaman untuk mendapatkan yang terbaik.

"Maaf Pak, tapi bukankah di era globalisasi seperti sekarang ini akuntansi terapan juga banyak dibutuhkan. Bukan hanya tentang sebuah akuntansi murni yang berbicara tentang masalah debet dan kredit." Aida mulai mengemukakan pendapatnya saat dia berhadapan dengan pak Agung bukan sebagai mahasiswa dengan dosen tetapi sebagai dosen dan asisten dosen.

"Maksud kamu apa? Sebuah tendensi untuk saya bisa menerima bimbingan dari seorang mahasiswa yang menginginkan menulis tentang akuntansi terapan?" tanya Pak Agung dengan senyumnya yang tipis.

Dosen muda itu memang menggoda saat menampilkan senyum tipisnya. Pintar dengan caranya menyampaikan argumennya dan santun dalam bertutur kata.

"Bukan begitu Pak, saya hanya ingin tahu lebih detail saja alasannya mengapa bapak bersikap demikian." Tanya Aida tak kalah santunnya.

"Sebenarnya tidak ada yang salah dengan akuntansi terapan. Memang pada dasarnya sekarang banyak sekali bidang yang akhirnya mau tidak mau kita harus belajar tentang sebuah akuntansi jika kita mau bersaing dengan strategi yang jitu. Meski tidak mengesampingkan dengan terapan ilmu yang lainnya. Tapi bagi saya, akuntansi itu unik. Ilmu yang bisa masuk ke semua sisi. Itu karenanya saya ingin mahasiswa akuntansi benar-benar mengerti dan memahami secara mendasar tentang ilmu yang mereka pelajari. Bukan hanya ingin membuat sebuah karya ilmiah yang kekinian saja. Ingat ya, ini tentang sebuah skripsi, bukan masalah jurnal atau tulisan ilmiah kita di salah satu event nasional seperti SNA misalnya." Jawaban panjang kali lebar dari Pak Agung membuat Aida bisa memahami kemana sebenarnya arah pemikiran dosen muda tersebut.

Mengerti, tapi bukan berarti Aida jadi tertantang untuk menulis sesuai harapan dari pak Agung. Justru Aida menginginkan pak Agung bisa membantunya meski bukan dia yang menjadi pembimbing utamanya.

"Aida masih pengen menulis tentang IPO? Apa landasan utama yang menyebabkan kamu begitu tertarik ingin menulis tentang itu?"

Initial Public Offering, orang lebih mengenal dengan sebutan penawaran saham perdana yaitu saham suatu perusahaan yang pertama kali dilepas untuk ditawarkan atau dijual kepada masyarakat. Karenanya perusahaan yang melakukan IPO sering disebut sedang 'go public'.

"Menurut saya menarik Pak, sekali seumur perusahaan yang memilih untuk membuka peluang kepada masyarakat untuk bisa menjadi stakeholder. Dengan IPO perusahaan bisa mendapatkan dana murah yaitu jika perusahaan melepas saham untuk mendapat dana, perusahaan tidak terbebani bunga. Selain itu juga kinerja keuangan perusahaan lebih baik, potensi pertumbuhan lebih cepat, meningkatkan citra perusahaan, serta meningkatkan nilai perusahaan secara keseluruhan. Dengan go public, nilai perusahaan berpeluang jauh meningkat di masa depan seiring dengan kenaikan harga sahamnya. Jika perusahaan dipersepsi memiliki kinerja yang baik oleh investor, maka peluang kenaikan saham juga akan meningkat. IPO adalah satu satunya peluang, meski mungkin akan ada right issue setelahnya, namun tetap saja menurut saya IPO adalah cikal bakal perusahaan kita bisa diterima oleh masyarakat atau tidak." Penjelasan Aida yang juga tidak kalah panjangnya dari pak Agung.

"Lantas bagaimana menurutmu dengan perusahaan pemerintah yang tanpa kompetitor bisa menjadi terbuka untuk masyarakat bisa memiliki sahamnya? Seperti listrik misalnya."

"Dulu ketika telepon kabel masih berjaya pada masanya rasa rasanya sangat tidak mungkin untuk bisa menikmati alat komunikasi itu dengan murah. Namun setelah akhirnya era berubah seiring kebutuhan jaman yang memang mengharuskan dia bersaing dengan jaringan nir kabel tentu saja harus ada inovasi baru yang membuat masyarakat bisa setia dengannya. Saya pikir demikian juga dengan perusahaan listrik nantinya." Jawab Aida.

Ya, bahkan pemerintah memang telah banyak membuka peluang untuk BUMN menjadi PT yang akhirnya menjadi terbuka untuk masyarakat umum.

Percakapan itu akhirnya terhenti setelah jam menunjukkan waktu untuk pak Agung mengajar di kelas. Namun sebuah anugerah atau apalah itu namanya, sebelum beliau meninggalkan ruang dosen terlebih dulu meninggalkan pesan untuk Aida.

"Translate judulmu ke dalam Bahasa Indonesia yang benar lalu ajukan ke jurusan. Saya siap membubuhkan tanda tangan untuk menjadi DPS utama."

Sebelumnya memang Aida telah mengungkapkan mengapa dia lebih memilih pak Agung untuk membantunya. Jika memang penolakan pak Agung karena merasa tidak enak dengan pak Yusuf yang menjadi dosen yang Aida asisteni.

"Terima kasih Pak."

Benar kata Syafira, kita memang harus berani untuk mencapai sesuatu. Tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau. Tinggal bagaimana cara kita untuk maju dan memberikan alasan yang cukup rasional guna menunjang hal hal yang akan kita sampaikan.

Aida langsung memutar gawainya. Menghubungi seseorang yang memang pantas untuk dia beritahu pertama kali. "Ndanda, judul skripsiku diterima. Pak Agung sendiri yang mengatakan bahwa beliau bersedia untuk menjadi DPS utamaku."

"Alhamdulillah. Jangan lupa telpon ayah dan mama."

"Iya, sudah dulu ya. Hari ini ndutmu akan ke perpustakaan untuk langsung hunting materi."

"Memangnya daftar judul bukankah seharusnya dengan proposal untuk seminar juga?"

"Iya, ini kemarin kan masih informal. Makanya semoga 2 hari kedepan bisa langsung untuk membuat pendahuluan serta metodologi penelitiannya."

"Ya sudah, semoga dindut phinoku ini selalu sukses ya. Jangan lupa makan yang teratur supaya lebih 'berisi'."

Samudra memang sudah berada di Balikpapan sesuai dengan pembicaraan terakhirnya dengan Aida di Yogyakarta kemarinnya. Bahkan hampir satu bulan Samudra telah berada di sana. Sedangkan Aida kembali lagi ke rutinitas yang kini digeluti.

Sama-sama menulis tentang proyek besar akhir kuliah mereka. Samudra dengan bidang ilmu yang memang dia pelajari selama ini. Dan Aida memilih untuk lebih serius meneliti bagaimana bursa saham di Indonesia bisa berjalan dengan baik ketika sebuah perusahaan melakukan penawaran saham perdananya.

"Aku kangen Ndut. Nggak enak ternyata berjauhan seperti ini. Kamu kapan si paling cepat wisudanya?" kata Samudra di sela sela waktu istirahatnya ketika menerima telepon dari Aida.

"Inshaallah kalau tidak ada halangan ya Desember tahun ini."

"Yakin bisa ambil 7 semester?"

"Doanya ya Nda, kemarin kan ngejar dua kali SP untuk bisa 7 semester. Memangnya kenapa itu?" Aida menjadi tidak mengerti mengapa Samudra menjadi lesu setelah dia cukup yakin bisa menyelesaikan studi S1nya dengan hanya menempuh 7 semester.

"Aku mungkin masih bulan Maret, nggak papa ya lulusnya duluan kamu nanti. Padahal kuliahnya duluan aku setahun." Ternyata Samudra merasa minder karena dia sudah melewati 4 tahun kuliah namun belum juga bisa menyelesaikannya

Aida hanya tertawa mendengar ucapan Samudra yang menurutnya nggak banget. Jelas berbedalah, terapan ilmu serta beban kredit yang diambil juga pastinya berbeda. Jika Aida bisa mengambil 24 SKS dalam satu semester, bagi Samudra 20 SKS itu sudah sangat maksimal. Dia pasti sudah tidak bisa bergerak karena terlalu banyak materi yang diambil. Tugas dan praktikum yang pasti akan menguras habis waktu istirahatnya.

"Ndanda itu di Balikpapan kerjanya yang hati-hati. Pulang ke Bandung pengerjaan tugas akhirnya harus sudah selesai. Jangan sampai ntar Aida ke Bandung lagi trus dipulangin sebelum waktunya karena Ndanda rempong ngurus tugas akhir yang nggak kelar-kelar itu."

"Memangnya kemarin seperti itu ya?"

"Terus siapa yang ngajakin ketemuan di Yogyakarta karena ngerasa bersalah sudah mulangin Aida sebelum waktunya pulang?"

"Iya maaf, kemarin memang urgent banget. Kamu tahulah Ndut, aku juga malu nggak lulus-lulus makanya biar cepet kelar tugas akhirku langsung terbang ke Balikpapan untuk ngerjain langsung dengan para ahlinya."

"Kapan ndutmu tidak pernah mengerti?" tanya Aida.

"Ik hou van jou." Kata Samudra sambil menyuarakan bibirnya seolah sedang mencium Aida.

"Ik hou ook van jou."

Dan telepon pun terputus. Tidak ada yang bisa menggantikan kebahagiannya hari ini. Lengkap, dengan pak Agung yang telah menerima 'lamarannya' untuk menjadi DPS utama dan dengan judul skripsi yang dia inginkan. Dan juga multivitamin dari Samudra meski hanya mengucapkan kalimat yang mungkin sudah terlalu sering orang lain mendengarnya.

Ya hubungan jarak jauh yang dijalani oleh Samudra dan Aida terkadang begitu melelahkan. Saat Aida butuh teman sharing untuk segala penat tentang semua aktivitasnya. Samudra tidak ada di sampingnya. Terkadang ada rasa iri jika melihat teman temannya yang bisa cukup dekat dengan 'kekasih' mereka namun tidak dengannya. Namun rasa bersyukur juga akhirnya yang menyadarkan Aida, dengan berjauhan dia paling tidak masih bisa menjaga sikap untuk tidak berbuat yang lebih dari sekedar hanya mengungkapkan rasa sayang.

Andai Samudra di dekatnya pasti dia tidak akan bisa sesemangat ini untuk selalu berjuang. Ingin segera selesai dengan hasil yang memuaskan tentunya. Meraih mimpi hingga akhirnya bisa selalu bersama dengan kekasih yang paling Aida cintai.

Seperti alam yang berubah, Aida pun merasakan menjadi kelelawar kampus. Terjaga dikala malam untuk menyelesaikan skripsi yang sudah sering dicoret oleh sang dosen pilihan.

"Aida, siapa Samudra Wijaya itu?" tanya Pak Agung di sela bimbingannya dengan Aida.

"Hmm, iya Pak?" sepertinya memang Aida sedang melamunkan sesuatu saat pak Agung bertanya.

"Samudra Wijaya." Kata pak Agung sekali lagi yang membuat rona merah di pipi Aida.

"Maaf Pak, itu__itu___anu."

"Nama saya masih tetap Agung Pamungkas belum berganti, ini mengapa kamu mengetiknya Samudra Wijaya. Pacar kamu?" sakit sih enggak tapi malu di muka Aida tidak bisa ditutupi.

Semalam memang dia terburu-buru untuk mengetik lembar persetujuan untuk seminar proposal skripsinya. Dan untuk itu dia harus mendapatkan tanda tangan dari DPS utama dan kedua untuk bisa di daftarkan ke jurusan guna penentuan jadwal seminar proposal skripsi.

Nama yang seharusnya Aida ketik dengan nama Agung Pamungkas, di sana jelas Aida ketik dengan nama Samudra Wijaya.

Sekuat itukah pesonanya hingga membuat Aida tidak bisa berpaling walau sedikit pun kepada yang lain.

👦👧
-- to be continued --


Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama

‍♀️🙇‍♀️
Jazakhumullah khair


Blitar, 01 September 2019
R

epublish 02 November 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top