✏️ 08 🍯 Selegit Gudeg Jogja
بسم الله الرحمن الرحيم
¤Marentin Niagara¤
-- Selamat Membaca --
✏ Tidak perlu bertanya seberapa banyak cinta tercipta di Jogja, sebiru gulungan rindu bersama deburan ombak Indrayanti ataukah selegit bakpia patok yang tak lekang dimakan waktu ✏
🐾🐾
Semua orang tahu bagaimana istimewanya Jogja. Orangnya yang selalu ramah, tempat wisatanya bak jamur yang tumbuh di musim penghujan tiba, makanan khasnya selalu mengunggah rasa untuk menggoyangkan lidah.
Kata orang, hidup di Jogja itu menyenangkan. Biaya hidupnya murah, udaranya nggak panas, banyak tempat wisata, hidupnya santai, dan orang orangnya pun sangat santun. Seperti kata seorang teman, tiap sudut Jogja itu romantis. Ada kalanya terlihat manis tapi juga bisa membuat orang menangis.
Hmmm, Amour juga pernah berkata dalam novelnya. Jogja itu terbuat dari rindu, yang sering datang dan tidak mengenal waktu. Bahkan dia mengatakan bahwa Jogja itu ibarat rumah. Dari manapun kalian berasal, Jogja selalu menjadi tempat pulang yang begitu ramah.
Bahkan ada yang bilang Jogja itu justru membuat bingung, bingung bagaimana cara untuk melepaskannya dengan senyuman ataukah dengan tangisan.
Pernah nggak sih terbayang bagaimana masyarakat Jogja berusaha ingin memanusiakan manusia yang datang di setiap sudut kotanya? Hingga akhirnya rasa bimbang dari semua orang yang singgah di kota ini perlahan berubah menjadi cinta, rindu, takut kehilangan dan mereka enggan untuk beranjak pergi.
"Suka jalan-jalan Jogjanya?"
"Banget."
"Pengen beli rumah di daerah Kaliurang situ nantinya Ndut. Investasi untuk kita." Kata Samudra mengawali bercerita tentang mimpinya.
"Tapi aku nggak mau loh Nda kalu tinggal di situ sendirian. Ndanda ada di luar Jawa." Jawab Aida.
"Memangnya siapa yang akan ninggal kamu di situ sendirian. Ya pasti aku ajak ke tempat kerjalah. Nggak pengen juga sendirian di sana. Kalau aku butuh apa-apa minta sama siapa? Kamunya jauh." Kekeh Samudra.
Samudra memang memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan perasaan cintanya. Aida juga begitu menikmati. Berjanji untuk selalu menjaga diri karena sesungguhnya Samudra mengerti Aida juga memiliki mimpi tentang masa depannya. Sehingga dia tidak ingin untuk sementara waktu membelenggu Aida dengan keinginannya.
Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa mendatang, tetapi semua orang pasti memiliki mimpi dan keinginan. Mimpi Samudra memang bersama Aida untuk hidup di dunia dan akhiratnya. Itu karenanya Samudra ingin mempersembahkan yang terbaik untuk Aida.
Menjanjikan masa depan dengan menjaga sesuatu yang memang seharusnya belum menjadi miliknya. "Rasanya aku ingin melanjutkan mengajar saja Nda nanti."
"Lanjut S2 langsung?" tanya Samudra.
"Inshaallah. Mungkin Jogja tujuan pertama." Jawab Aida. Ya sepertinya arah langkahnya sudah mulai terarah untuk berfokus pada satu titik.
Passion yang terkemas dengan hobby manisnya. Mengajar bukan merupakan hal yang baru buat Aida. Dia terlahir dari keluarga yang begitu dekat dengan dunia pendidikan.
"Ingin melanjutkan perjuangan orang tua, hmm?" tanya Samudra seolah mengetahui isi hati Aida.
"Tidak ada yang salah bukan? Hidup itu harus berjuang di tempat yang bisa membuat kita nyaman. Tapi bukan berarti kita tidak berani untuk menerima sebuah tantangan. Menurutku, mengajar itu mengasyikan. Berbagi ilmu dengan berbagai aspek manusia yang memiliki tujuan hidup berbeda-beda. Kontinuitas yang fleksibel." Jawab Aida.
"Ok, jadi nanti kalau harus ikut ke luar Jawa?" tanya Samudra.
"Di sana pasti juga akan ada sekolah kan Nda?"
"Tapi bukan sekolah seperti yang kamu maksudkan. Daerah tambang apalagi dengan aku yang berkecimpung di drilling minyak pasti akan jauh dari angan-anganmu. Jauh dari universitas, jauh dari SMA, SMP yang notabene di sanalah nanti ladangmu. Bagaimana?" tanya Samudra.
Hembusan nafas kasar menguar dari bibir Aida. Sepenuhnya dia mengerti, lahan pekerjaan suaminya ini memang di daerah-daerah yang berpotensi untuk penambangan minyak. Dan jika harus drilling, tentunya akan banyak berada di lepas pantai. Itu artinya Aida harus juga bersiap untuk ditinggal dalam waktu yang relatif lama.
"Diniatkan karena Allah, Nda. Kalau memang sudah jalannya untuk mengikuti Nda ke sana. Mau bilang apalagi? Semoga Allah memberikan jalanNya yang terbaik untuk kita. Tapi biar pun nantinya hidup kita jauh dari pusat pendidikan seperti itu, aku juga akan tetap berkecimpung ke sana." Aida mulai menyadari sesuatu. Tidak mungkin mereka akan lepas dari dunia itu.
"Tentu, sebagai seorang ibu nantinya kamu juga akan tetap dekat dengan dunia pendidikan. Untuk mengantarkan anak-anak kelak minimal seperti kita. Jadi?" nah benar Samudra bisa membaca persis apa yang ada di pikiran Aida.
Meskipun hidup mereka jauh dari perkotaan. Tentunya anak-anak mereka kelak butuh yang namanya sekolah dan tugas Aidalah untuk bisa mengantarkan anak-anak mereka nantinya bisa mengenyam pendidikan yang sangat layak.
"Aku memang sarjana, bisa jadi seorang doktor nantinya. Namun bukan berarti ilmunya akan hilang jika dia tidak bekerja menjadi seorang dosen atau menjadi pegawai yang begitu sarat akan implikasi dari terapan ilmu yang dia dapatkan. Aku bisa membaginya nanti dengan anak-anak Nda, dan bersiap menjadi ibu, guru, teman, sahabat dan tempat curhat mereka. Dan super khusus lagi, menjadi istri yang selalu nurut apa kata suami." Jawabnya dengan senyuman yang selalu memabukkan Samudra. Ingat Sam, Aida belum sah dan halal!!!
Seolah mendapat sebuah oase di gurun nan tandus. Kalimat yang terangkai dari bibir Aida sungguh menyejukkan hati Samudra. Aida memang memiliki mimpi tapi dia tahu kodrati seorang perempuan itu harus bagaimana dan seperti apa.
"Kalau begitu, segera kita selesaikan mimpi kita masing-masing. Kamu harus bisa segera mengajukan proposal skripsimu dan aku juga akan fokus dengan tugas akhir yang mungkin harus diiringi dengan kerja praktek lagi. Karena memang tulisanku harus selaras dengan hasil praktek di lapangan. Tidak bisa hanya lewat membaca dari berbagai literatur." Kata Samudra.
"Itu artinya Ndanda akan segera ke luar Jawa lagi?" tanya Aida.
"Bulan depan aku harus terbang ke Balikpapan Ndut. Kuliahku sudah kelar semuanya termasuk sebenarnya kerja praktek wajib dari jurusan di Sorong kemarin."
"Berapa lama?" tanya Aida.
"Tidak kurang dari tiga bulan."
"Berarti bisa lebih dari tiga bulan di Balikpapan?" tanya Aida lagi.
"Mungkin, tapi doakan saja semoga hanya 3 bulan itu sudah cukup dan laporan semua sudah beres. Terlebih apa yang aku butuhkan untuk tulisanku sudah lengkap semua." Jawab Samudra lagi.
"Memangnya Nda mau nulis tentang apa si?"
"Optimasi volume minyak dari driling sumur di lapangan lepas pantai yang di kelola oleh perusahaan tempat aku magang."
Samudra menjelaskan beberapa bahasan mengenai tulisannya yang membuat otak Aida semakin kembang kembut. Asli dia merasakan suatu keroamingan yang luar biasa. Hampir sama seperti dia jika di lepas di sebuah kampung yang masyarakatnya menggunakan bahasa daerah yang sama sekali tidak dia mengerti.
Namun lagi-lagi Samudra tersenyum melihat muka serius Aida yang terlihat begitu lucu. Dia sangat paham bagaimana Aida berusaha untuk mengerti apa yang dia sampaikan meskipun pada akhirnya tetap saja Samudra harus menjelaskan satu persatu istilah yang mungkin baru saja terdengar di telinga Aida.
Sama seperti Aida, sesungguhnya Samudra sendiri kadang tidak mengerti apa yang dibicarakan Aida jika itu berkaitan dengan mata kuliah yang kini sedang dia tempuh. Meskipun sangat general, karena ekonomi akuntansi yang memang sangat sering diketahuinya melalui media cetak maupun media elektronik.
Gigi putih Aida yang terlihat begitu rapi seolah memberikan signal bahwa dia masih belum mengerti atas apa yang di jelaskan oleh Samudra.
"Maaf Nda, roaming."
"Nggak papa, itu bukan tugasmu dan tidak akan keluar di ujian mid ataupun akhir semestermu." Jawab Samudra santai, tidak ada nada tersinggung atau marah saat dia telah menjelaskan seolah sampai berbusa tetapi Aida tetap saja belum mengerti.
"Ya iyalah. Secara kan aku belum pernah diajari bagaimana caranya ngebor."
Tawa renyah Samudra, sempurna membuat dahi Aida mengernyit. Memang tidak salah kalimat yang keluar dari bibir Aida. Hanya saja otak genius Samudra menangkap lain dari arti harfiahnya.
"Nanti kalau sudah waktunya, kita belajar ngebor bersama."
Apa jadinya? ishhhh.
Itu mengapa senyum tidak lepas dari bibir Samudra? Melihat Aida yang juga masih roaming atau mungkin memang dia tidak mengerti sama sekali apa arti 'mengebor' yang Samudra maksudkan.
Sama penulisan, sama ejaan tapi di otak Aida dan Samudra tentulah berbeda arti dan imajinasi.
"Ogah ah, itu kan pekerjaan nda. Masa iya aku disuruh ikut ke lepas pantai. Lagian juga mana dibolehin sih sama perusahaan seorang istri ikut ngebor di lepas pantai. Ono ono wae." Jawab Aida yang merasa ketidakmungkinannya ikut belajar tentang bagaimana cara pengeboran minyak lepas pantai seperti yang sebelumnya di jelaskan oleh Samudra untuk penulisan tugas akhirnya.
"Ya memang itu tugas aku, tapi harus ada kamu juga. Nggak mungkin aku ngebor sendirian, Ndut. Tapi nggak boleh sekarang, kita harus men__" belum selesai Samudra menjelaskan Aida sudah memotongnya.
"Ya ngebor mesti nggak sendirian Nda. Pasti ada timnya, karena drilling itu adalah teamwork yang nantinya tidak hanya berkenaan dengan proses itu saja tapi bagaimana minyak bisa naik dan masuk dengan selamat ke bagian pengolahan hingga akhirnya diputuskan untuk di jual dalam bentuk setengah jadi ataupun minyak yang sudah jadi dan siap dikonsumsi oleh masyarakat sebagai bahan bakar."
Bersyukurlah Samudra, otak Aida masih sangat lurus untuk tidak berpikir seperti yang apa yang kini sedang bergelantungan di otak Samudra.
"Iya deh, siap bu dosen. Padahal tadi maksudku 'ngebor' itu ya memang teamwork, tapi hanya ada aku dan kamu di sana. Hanya saja itu baru boleh dilakukan setelah kita menikah." Pandangan Samudra memandang ke kejauhan birunya langit berada. Diiringi awan putih yang seolah saling berkejaran di angkasa.
"Maksud Nda?" Aida baru menyadari sesuatu yang tersirat dari kalimat Samudra. "Astaghfirullah, mesum!!"
Tentu saja Aida langsung cemberut sementara Samudra masih terkikik geli mengetahui Aida yang baru mengerti maksud dari perkataannya tadi.
"Nda jangan ngomongin yang gitu deh. Takut ntar kita nggak punya rem. Masa iya sih harus seperti Dilan yang buat surat perjanjian di atas materai. Supaya nggak akan terjerumus ke sana." Kata Aida dengan penuh semangat. Dari awal memang mereka berdua berjanji untuk berbeda yang pasangan yang lainnya.
Samudra mengerti, jika Aida sangat tidak berkenan dengan candaan yang baru saja dia buat. Aida memang berbeda, dia begitu tegasnya memegang prinsip. Hanya hati yang bertaut jangan ada sesuatu yang belum semestinya mereka lakukan.
"Iya maaf, bercanda dindut phinokioku Sayang. Lagian masa iya sih ngelakuin itu. Kan tadi sudah dibilang setelah nikah."
"Iya tapi bercandanya jangan ke arah itu. Takutnya ada syaiton kita khilaf dan aduhhh jangan sampe, naudzubillah." Kata Aida yang masih sewot.
"Iya deh maaf, maaf. Tapi kamu tahu nggak bedanya kita dengan Dilan?" tanya Samudra mengalihkan pembahasan dari yang sebelumnya.
Dengan rasa penasaran dan lupa akan perdebatan sebelumnya dengan Samudra. Aida langsung tertarik dengan omongan Samudra kini.
"Apa coba bedanya?"
"Kalau Dilan membuat perjanjian di atas materai dengan Milea. Tapi kalau Samudra akan membuat perjanjian dengan Ghaida Aulia Akbar di atas sebuah____" Aida menunggu tetapi tidak segera dilanjutkan oleh Samudra.
Lama tidak segera meneruskan kalimatnya yang menggantung Aida segera mengangkat kedua alisnya namun Samudra malah terkekeh semakin kencang.
"Aoww, sakit Ndut. Main cubit aja, sudah cukup hatiku saja yang tercubit dengan cintamu hingga akhirnya tidak bisa berpaling lagi." Kata Samudra yang semakin membuat tawanya tergelak.
"Ihhh kan malah ngegombal. Itu tadi kalimatnya dilanjutin bedanya Dilan dengan kita apa?" kata Aida setelah melepaskan tangannya di lengan Samudra.
"Dilan membuat perjanjian dengan Milea di atas materai. Samudra Wijaya akan membuat perjanjian dengan Ghaida Aulia Akbar di atas buku nikah."
Sedikit tapi langsung membuat wajah Aida merona seketika. Telah sering memang Samudra mengutarakan niatnya untuk bisa mempersunting Aida. Ada saja caranya mengungkapkan dan membuat hati Aida langsung berbunga.
Kini kaki mereka telah berhenti melangkah. Menyusur Jl. Wijilan membuat perut mereka berontak untuk segera diisi.
Deretan warung yang menyajikan makanan khas Jogja itu membuat lidah Aida dan Samudra ingin segera mencicip bagaimana rasa masakan yang begitu melegenda di seluruh dunia. Yogyakarta, namanya saja langsung mengingatkan kita dengan olahan nangka muda yang begitu manis nan menggigit di lidah semua penikmat kuliner.
"Makan yuk?"
"Iya, aku juga sudah lapar banget."
Akhirnya berdua mereka memasuki salah satu warung dari jejeran warung yang menyajikan menu yang sama.
"Ini yang mana yang paling enak ya?"
"Semuanya juga enak, Sayang. Gudeg yang selalu legit. Selegit cinta kita yang meski tidak selalu manis dan kadang berantem juga. Tapi aku janji untuk menghadirkannya yang terbaik meski bukan yang sempurna. Seperti yang orang lain bisa berikan untuk orang yang teristimewa." Kata Samudra.
Aida kembali merona, benar-benar kekasihnya ini berhasil membuat jantungnya kebat kebit tidak karu karuan.
"Nih, nikmati gudegnya."
"Manis, Nda."
"Namanya juga gudeg, kalau pedes itu oseng-oseng mercon yang ada di Jl. Ahmad Dahlan." Jawab Samudra sambil menyuapkan sesendok nasi lengkap dengan gudeg yang begitu legit menohok lidahnya.
Cinta memang tidak selamanya semanis gudeg yang mereka nikmati sekarang. Namun setidaknya alur hidup yang mereka jalani selalu diupayakan untuk menuju ke satu titik di mana hanya ada mereka berdua bersama keluarga kecil yang menjadi mimpi utama dari perjalanan hidup mereka.
Seperti Jogja yang selalu menawarkan rindu, cinta dan bahagia.
Aida merasa bahwa bersama Samudra telah berhasil memadukan perbedaan mereka menjadi langkah yang begitu dinamis. Selayaknya sepasang sepatu, tidak pernah sama tapi tanpa salah satu diantaranya sepatu itu tidak ada artinya untuk melengkapi langkah seseorang menuju pada tujuan yang dia inginkan.
👦👧
-- to be continued --
Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
♀️🙇♀️
Jazakhumullah khair
Blitar, 22 Agustus 2019
R
epublish 02 November 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top