✏ 01 🍯 Dua Sahabat
بسم الله الرحمن الرحيم
¤Marentin Niagara¤
-- Selamat Membaca --
✏ Sahabat, orang terdekat yang selalu mengingatkan apabila kita membuat suatu kesalahan walaupun itu menyakitkan ✏
🐾🐾
"Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuh," salam pembuka dari ustadzah Annisa untuk mengawali kajian pada hari ini.
"Waalaikusalam warohmatullahi wabarokaatuh," jawaban serempak dari jemaah kajian ustadzah Annisa.
.............................................
"Pada hakikatnya sebagai seorang muslimah, kita diwajibkan untuk menutup aurat. Bagian apa saja yang disebut aurat? Yaitu semua yang ada di tubuh muslimah kecuali muka dan telapak tangan. Tidak hanya memakai pakaian yang longgar, dalam hal ini meminimalisir bentuk tubuh terlihat tetapi kita juga diwajibkan memakai jilbab atau khimar. Jilbab itu juga merupakan pakaian, tidak memakainya sama halnya seperti kita tidak memakai pakaian. Atau memakainya kalau hanya pada waktu keluar rumah saja, waktu kuliah saja, waktu bekerja saja. Berarti kita berpakaian ya cuma pada waktu waktu tersebut, diluar itu berarti kita tidak berpakaian. Bisa dipahami ya adik-adik mahasiswi muslimah yang dirahmati Allah?" Penjelasan ustadzah Annisa panjang lebar
"Praktiknya seperti apa Ustadzah? Mari kita buka Al Qur'an kita Surat ke-33 yaitu Al Ahzab ayat 59, yang dijelaskan disana yaitu, Bismillahirohmanirrohiim, Hai nabi, katakanlah kepada isteri isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu, dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha penyayang," tambah ustadzah Annisa
"Berpakaian longgar, tidak memperlihatkan lekukan tubuh, tidak berpakaian menyerupai laki-laki dan yang penting adalah mengulurkan hijab yang kita pakai ke seluruh tubuh. Supaya apa? Supaya kita mudah dikenal bahwa kita adalah seorang muslimah, dan tentunya untuk menjaga diri dari perbuatan orang yang hendak mengganggu kita," lagi-lagi ustadzah Annisa menjabarkan dengan sangat panjang. Audience yang hanya terdiri dari remaja putri ini pun begitu menikmati penyampaian dari ustadzahnya. Menjadi Mahasiswa bukan berarti hanya mementingkan tugas dan silabus perkuliahan bukan? Mencari ilmu untuk bekal di akhirat lebih penting dari segalanya.
"Alhamdulillah, seluruh materi kajian untuk hari ini saya cukupkan sampai di sini, tetap semangat untuk berhijrah ke jalan Allah yang lebih baik, karena surga pasti balasannya. Akhirul khalam, wabillahi taufik wal hidayah, wassalamu' alaikum warohmatullahi wabarokaatuh," tutup ustadzah Annisa.
"Aida__kamu dengerin nggak?" bisik Syafira.
"Masuk Pak Eko," jawab Aida mengangkat kedua jempol tangannya sambil nyengir kuda.
"Balik yuk," ajak Aida.
"Aku ada jadwal sama anak-anak HMJ untuk meeting membahas kuliah umum dengan Bank Indonesia hari Kamis depan," jelas Aida.
"Aida__Aida, masih aja tetap sama. HMJ, ngajar, perpustakaan, siaran radio. Hidup itu harus seimbang antara dunia dan akhirat. Jangan hanya karena kamu sahabatku lantas kamu ikut kajian ini ya Da, aku pengen kamu ikut kajian ini memang niat dari dalam hati kamu bukan karena kamu sungkan dengan aku," kata Syafira yang kini telah berjalan berdampingan dengan Aida.
Aida dan Syafira, dua sahabat yang memulai kisah persahabatan mereka sejak mereka bertemu pertama kali sebagai seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi. Syafira yang mengenakan pakaian sangat tertutup saat itu begitu tertarik melihat kelincahan dan kesupelan Aida. Senyum merekah sahabatnya itu selalu ada meskipun terik dan kegiatan yang luar biasa menguras energi saat ospek Maba di Fakultas.
Upacara pembukaan yang kelewat berbelit, karena semua mahasiswa di seluruh Fakultas dikumpulkan menjadi satu. Menjadikan Syafira tidak dapat menahan emosi karena memang panas waktu itu sangat menyengat. Apalagi berada di tengah lapangan seperti waktu itu. Beruntunglah ada Aida, dia yang menawarkan topi dan juga minuman miliknya.
Sejak saat itulah, Syafira dan Aida bak pinang dibelah dua. Kemana-mana selalu bersama.
"Tapi by the way, nasihat ustadzah Annisa hari ini bagus banget. Dan kayaknya itu juga bagus buat kamu Da. Memang kamu sudah menutup auratmu, tapi seperti yang ustadzah Annisa bilang tadi bahwa itu belum sempurna. Maaf ya Da, jilbab yang kamu pakai masih jilbab fashion, belum sepenuhnya menutup dada apalagi mengulur ke seluruh tubuh, pakaian juga. Hanya menutup kulit, masih terlihat lekukan tubuh. Ayo, semangat untuk berhijrah. Aku yakin kok kalau seorang Ghaida Aulia Akbar ini berhijrah pasti akan tambah cantik." Syafira menyuntikkan semangat kembali. Menggema di membran timpani telinganya. Mendengarkan Syafira berbicara tentang agama itu selalu membuat Aida menggelengkan kepala. Syafira selalu memberikan semangatnya untuk Aida supaya bisa berubah menjadi lebih baik lagi.
Rasanya Syafira sebagai seorang sahabat yang telah mengenakan pakaian syar'i tidak rela melihat sahabatnya yang belum sempurna berpakaian sesuai dengan ajaran Islam.
"Siap Bu Ustadzah," jawab Aida mengangkat tangan kanannya untuk hormat kepada Syafira
"Ah kamu kalau dikasih tau selalu__, Aida aku sayang sama kamu sebagai sahabat terbaikku karenanya aku tidak pernah bosan untuk mengingatkanmu, kamu jangan salah paham." Syafira yang sangat hapal dengan perangai Aida hanya bisa berdecak saat Aida hanya mengangguk atau menghormat kepadanya.
"Iya, terima kasih sudah menjadi alarm buatku, ayo ah, kita balik ke kampus, telat ntar aku. Nggak lucu kan kalau ketua HMJ yang ngundang meeting datang terlambat karena dengerin ceramah tambahan dari asisten ustadzah Annisa." Aida menjawab sambil menowel pipi gembul Syafira dibalik jilbab syar'inya.
Kemudian mereka masih harus berjalan berdampingan menuju ke Fakultas Ekonomi. Jarak antara masjid tempat di mana dilaksanakan kajian muslimah setiap hari Senin itu dengan Fakultas Ekonomi cukup dekat, sehingga mahasiswi ekonomi yang mengikuti kajian banyak yang berjalan kaki dari fakultas mereka.
Itulah Aida dan Syafira, dua orang sahabat yang berpenampilan berbeda meski sama-sama mengenakan jilbab. Syafira tampil anggun dengan pakaian syar'i sedangkan Aida tampil lebih enerjik dengan pakaian casual muslimah.
Ditengah-tengah perjalanan mereka, mereka bertemu dengan Sandi, teman radio Aida.
"Aida, besok sore tolong kamu siaran gantiin aku ya. Soalnya Pak Yusuf, dosen studi perdamaianku ngalihin jadwal kuliah pas jamku siaran. Bisa kan?"
"Eh, yang bener aja. Aku nggak pernah jadi 'dokter cinta', salah-salah yang ada ntar aku di demo sama fansmu. Belom lagi dimarahi sama pak Rendra. Ogah ah, aku nggak bisa San, kamu cari aja yang lain." Aida menolak dengan bibir manyun.
"Alah itu gampang, materinya ntar aku email ke kamu, mengenai opini kamu bisa kok masukin seperti apa yang kamu rasain sama Samudra. Ok ya, aku sudah sampein ke pak Rendra juga. Thanks ya," kata Adrian sambil mengerlingkan sebelah matanya kemudian lari menjauh,
"Gile lu ndro," jawab Aida kesal.
Mengenai opini kamu bisa kok masukin seperti apa yang kamu rasain sama Samudra, kata-kata Sandi masih menggema di kepala Aida. Ya, Samudra Wijaya, seseorang yang kini telah mengisi rongga di hati Aida, mahasiswa teknik perminyakan institut paling ternama di Bandung. Tapi apa kabarnya itu orang, terakhir kali Aida komunikasi adalah hari Kamis, berarti sudah lebih dari 3 hari Aida tidak berkomunikasi dengan kekasih hatinya. Maklumlah, Samudra kuliah di Bandung sedangkan Aida di Surabaya.
"Aida, kok kamu melamun, katanya pengen cepet sampai kampus karena mau meeting, gimana sih?" kata Syafira mengoyak lamunan Aida.
"Eh__iya, ayo."
"Kenapa, kamu ada masalah dengan Sam?"
"Enggak kok, cuma aku lagi berpikir aja. Terakhir aku komunikasi dengan Samudra hari Kamis minggu kemarin, katanya dia mau ada acara di Lembang sama teman-temannya," jawab Aida.
"Terus??"
"Ya nggak terus Fir, karena acaraku juga padet banget hari hari terakhir ini aku jadi lupa kasih kabar ke dia," jawab Aida sambil mengabaikan keresahan dalam hatinya.
"Kenapa nggak dihalalin aja sih Da?"
"Dihalalin??? Maksudmu menikah gitu?" tanya Aida.
"Nggak ada anjuran pacaran Neng dalam Islam, malah kalau bisa ditinggalkan. Halalkan atau tinggalkan, tinggal kamu pilih yang mana?" jawab Syafira sambil tersenyum.
Aida lagi-lagi terpana dengan garis pemikiran sahabatnya. Menikah, apakah bisa segampang itu. Bersatu namun saling berjauhan, usia muda, masih sekolah, belum bekerja. Aida masih memiliki mimpi indah yang lain untuk masa depannya. Bukan hanya tentang seorang Samudra Wijaya.
Aida masih ingin bekerja. Memberikan hasil keringatnya untuk kedua orang tua yang telah membesarkannya. Aida masih bermimpi untuk menjadi orang yang terkenal dengan sebuah karya atau hasil yang telah dia torehkan. Bukan hanya sekedar menumpang ketenaran orang tua.
Mimpi yang akan terwujud jika dia dapat menyelesaikan kuliahnya dengan baik dan sempurna.
Namun Aida mungkin lupa atau bahkan tidak mengerti jika Allah telah menjamin bahwa dengan menikah bisa jadi sebagai jalan pembuka rezeki untuknya dan juga keluarganya. Dalam surrah AnNuur ayat 32 dikatakan Bahwa Allah memerintahkan untuk menikah bagi orang-orang yang masih melajang dari sejenis mereka sendiri, laki-laki dan perempuan. Jika miskin diantaranya maka Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah maha luas atas pemberianNya lagi maha mengetahui. Jadi apa yang harus kita takutkan?
"Nah kita udah sampe kampus ni, aku langsung ke sekretariat, kamu mau ke mana Fir?"
"Kan aku ada kuliah habis ini."
"Kuliah? Kok aku nggak ada, perasaan kita selalu sama deh ambil mata kuliah selama ini."
"Ngece kamu, mentang-mentang punya otak encer," jawab Syafira.
"Ngece?? Apaan si maksudnya? Serius aku nggak ngerti, atau jangan-jangan kamu ambil kuliah duluan ya dibanding aku," kata Aida.
"Ya Allah Aida, bikin malu aku aja sih, aku ngulang Akuntansi Biaya, kamu si dapat A, secara aku yang otak pas-pasan cuma dapat C jadi ngulang deh di semester ini." Syafira menjawab sambil tertawa.
Aida kemudian menjawab tawa juga untuk sahabatnya. Dulu Aida sangat membenci mengapa dia harus masuk ke Fakultas Ekonomi. Padahal sewaktu SMA dia duduk sebagai siswa di jurusan IPA. Jurusan Manajemen menjadi pilihan keduanya setelah Teknik Industri pada waktu mengikuti tes seleksi masuk universitas negeri.
Ada rasa tidak terima sehingga Aida begitu mengabaikan kuliahnya di awal-awal semester pertama. Untungnya semangatnya mulai bangkit saat melihat kedua orang tuanya berusaha membanting tulang untuk membiayai sekolahnya.
Ayah Aida hanya seorang guru sekolah dasar yang berpenghasilan tidak lebih dari biaya makan keluarganya sebulan. Sedangkan ibunya yang juga berprofesi sebagai guru sekolah dasar bisa sedikit membantu ayahnya untuk bisa menyekolahkan tiga orang putra-putri mereka sampai di bangku perkuliahan.
Aida sebagai anak pertama, harus bisa memberikan contoh dan teladan yang baik untuk kedua adiknya. Itu yang akhirnya menjadi pelecut untuk Aida bangkit dan menunjukkan bahwa meski bukan bersekolah di bidang science, sepak terjangnya perlu diperhitungkan di dunia usaha.
Kini saat dia sudah berada di semester 5, part time job mulai berdatangan untuknya. Mulai menjadi penyiar radio, MC di berbagai acara non formal juga dengan les privat kepada anak-anak sekolah dasar.
Setidaknya itu membuat Aida lebih semangat menatap masa depannya. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Selama kita masih mau berusaha dan tidak berpangku tangan.
Masih dengan tawa khasnya. Aida melambaikan tangannya kepada Syafira. "Ya udah deh, good luck ya," kata Aida sambil berlalu ke sekretariat HMJ.
Memimpin rapat siang ini untuk acara kuliah umum yang rutin diadakan di kampusnya. Dan Himpunan Mahasiswa Jurusanlah yang menjadi fasilitator untuk mengadakan sekaligus mendatangkan dosen tamu sesuai dengan tema yang akan diusung. Kali ini Aida memilih tentang 'Regulasi penyebaran uang tunai mulai dari pencetakan oleh perum Peruri sampai pada penghancuran uang rusak oleh BI'
"Aida, panitia sudah fix menghubungi tim BI dan mereka menyetujui dengan tema yang kita ajukan hanya saja nanti harus ada di dua sesi karena memang harus menunjukkan secara langsung contoh uang yang telah hancur di BI. Tinggal koordinasi dengan seksi perlengkapan dan juga konsumsi."
"Thanks infonya ya Rohib. Yang lain mungkin ada yang diinfokan atau mungkin usulan untuk suksesnya acara kita?" tanya Aida ketika meeting sedang berlangsung.
Sebagai ketua HMJ dia harus turun langsung. Meski di setiap acara selalu dibuatkan panitia namun Aida selalu berada di belakang semuanya. Tugas dan juga tanggung jawabnya yang membuat dia tidak mungkin melepas semuanya.
Itu juga merupakan salah satu alasan mengapa teman- temannya sangat menyukai dan juga memberikan mandat penuh untuknya menjabat sebagai seorang ketua himpunan.
👩🎓👨🎓
-- to be continued --
Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇♀️🙇♀️
Jazakhumullah khair
Blitar, 25 Juni 2019
Republish in 01 November 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top