2.1 Akhir

Semua orang langsung menyambut kembalinya dua orang itu dengan suka cita, hanya ada satu orang yang bergeming dan tetap setia duduk menunggu di dekat sang kekasih yang tak kunjung jua bergerak bangun dari tidur panjangnya. Membuatnya terus berharap bahwa dia baik-baik saja di sana meski keadaannya di sini cukup mengkhawatirkan.

Sesekali pemuda itu menatap keduanya dengan pandangan iri, menuduhnya pilih kasih, dan sedikit marah padanya karena laki-laki itu tidak kembali bersama kekasihnya duluan. Rasa cemburunya ia pendam seorang diri, Scoups tak boleh bersikap sembrono main asal menuduh usaha Taeyong yang telah kembali bersama Jisoo. Mengamati bagaimana ekspresi bahagia campur rindu keduanya kala bertemu lagi, dia lalu menyadari bahwa keduanya memiliki perasaan serupa, seperti apa yang dimilikinya bersama Bona.

Wajar bila Taeyong mengutamakan kekasihnya alih-alih kekasih temannya.

Scoups menunduk menyembunyikan raut lega turut berbahagia atas kembalinya Jisoo, tapi jauh di lubuk hatinya dia sedang menangisi nasib kekasihnya.

Di posisi Taeyong sendiri, dia telah melewati kebimbangan menjemukan lebih besar daripada apa yang dialami oleh teman-temannya. Sebelum kembali dia berdebat sengit dengan arwah gadis kecil yang ternyata saudara kandung Bona, tentang siapa yang akan dibawanya dulu pulang.

Kakak Bona memaksanya agar membawa duluan adiknya pulang, sementara dia yang bertanggung jawab menjaga Jisoo selama dia pergi. Namun, Taeyong bersikeras dan sedikit keras kepala bahwa Jisoo adalah prioritas pertamanya untuk dibawa pulang.

Akhirnya tanpa persetujuan kakak Bona, ia pun membopong Jisoo lalu membawanya pulang dengan susah payah. Beruntung di sana Taeyong punya banyak kenalan arwah yang mau membantunya melawan aura kematian yang telah menolak eksistensinya.

Sekarang dia berhasil kembali dan langsung dibuat tertegun atas kekacaun di villa. Di luar dugaannya. Villa tampak kacau bagaikan rumah yang baru kena serangan gempa bumi. Pecahan vas bunga dan benda kaca lain berserakan di lantai. Lampu gantung yang harusnya tinggal di langit-langit villa kini berjatuhan.

Taeyong menjumpai beberapa temannya dalam keadaan kacau. Nayeon yang berjongkok ketakutan tenggelam di dalam dekapan tubuhnya, sembunyi di dekat sofa tak jauh dari tempat Bobby tergeletak di lantai dengan napas tersedat-sedat. Entah peristiwa apa yang baru dilaluinya sampai tubuh pemuda itu basah kuyup keringat dan rambutnya menempeli wajah pucatnya itu.

Matanya berpaling ke arah lain dan langsung bertubrukan dengan mata sayu gadis surai panjang yang kini duduk di lantai sambil mendekap seorang laki-laki. Taeyong dapat mengenali dari pakaiannya, laki-laki di pelukan Seolhyun adalah Johnny—temannya.

Dahinya mengernyit seiring tatapannya membalas tatapan hampa campur sedih gadis itu. Seolhyun tidak berencana untuk menyembunyikan kesedihan dan ketakutannya, tidak pula dengan semua temannya ini. Hampir semua wajah bereskpresi sama dan Taeyong memahami perasaan mereka.

Hwasa-lah orang yang berada paling dekat dengannya dan Jisoo. Keadaannya paling baik—mungkin bisa dibilang dia paling beruntung karena tidak dapat gangguan supranatural dari makhluk tak kasat mata sementara temannya telah mengalami guncangan batin yang perlahan merusak akal warasnya.

Taeyong hendak bertanya kebenaran nasehat saudara Hwasa ke mereka, tapi saat merasakan genggaman pada tangannya dia lalu menoleh dan berdecak lega melihat sepasang mata coklat itu kembali menatap dirinya dengan hangat. Tanpa pikir panjang Taeyong spontan menarik tubuh Jisoo ke pelukannya. Mengabaikan pendapat teman-temannya setelah melihat reaksinya, mereka jelas belum tahu perasaan Taeyong terhadap Jisoo, dan setelah ini mereka bisa menebaknya sendiri.

“Kita di villa lagi?” Kata-kata pertama yang meluncur bebas dari bibir ranumnya.

Taeyong hanya mengangguk sambil terus mengamati wajah Jisoo lamat-lamat dengan ibu jarinya mengusap pipinya. “Sekarang lo aman,” ucapnya menarik lagi Jisoo ke pelukannya. “Jangan jauh-jauh lagi dari gue.”

Jisoo sedikit bingung. Siapa yang jauh-jauh? Bibirnya ingin bertanya demikian, lalu ingat insiden terakhir yang menyebabkannya berpisah sama Taeyong. Kakinya ditarik sesuatu yang tidak bisa Jisoo deskripsikan bagaimana dan seperti apa bentuknya, ia bahkan tak bisa mengingat seterusnya kejadian setelah ditarik paksa dan berpisah dengan kelompoknya. Jisoo tidak ingat apa-apa lagi.

“Iya, nggak lagi.” Tapi demi menenangkan Taeyong, dia menuruti permintaannya supaya tetap berada di dekatnya. Setelah pelukannya terlepas barulah Jisoo sadar dengan kekacauan di sekitarnya.

Jisoo tidak mampu bertanya sehingga mulutnya hanya mengatup terbuka lebar saking syok menyadarinya. Pundaknya meloncat kaget ketika benturan jendela tertangkap semua telinga bertepatan dengan cegukannya muncul pertanda ada makhluk lain di sekitarnya. Jisoo meremas tangan Taeyong takut campur khawatir sesuatu kurang menyenangkan akan terjadi.

Guys!” Alih-alih mengkhawatirkan kegaduhan bentrokan jendal villa, Taeyong memanggil kelompoknya supaya perhatian mereka tetap fokus padanya. “Ada yang mau gue bilang ke lain.”

Dengan mengabaikan kegaduhan yang dibuat oleh makhluk itu. Taeyong mulai menceritakan semua kebenaran yang belum lama ini diketahuinya dari saudara kandung Bona yang sudah lama meninggal. Raut kelompoknya sempat tidak percaya atas pengakuannya bertemu kakak Bona, untung Scoups bersuara dengan membenarkan omongannya bahwa Bona sejujurnya punya seorang kakak. Scoups tahu ini langsung dari ibu Bona saat berkunjung ke rumahnya.

Taeyong kemudian melanjutkan lagi ceritanya. Kali ini semua mendengarkan, kecuali Johnny yang tidak sadarkan diri setelah dicekik dan hampir merenggang nyawa oleh makhluk itu. Bobby sendiri yang menyakinkan kalau Johnny masih hidup sampai saat ini. Taeyong lega, lalu berbicara lagi tanpa menutup-nutupi apa pun.

Dia juga bicara tentang niatannya kembali ke dimensi lain untuk membawa Bona pulang yang ditinggalkannya bersama arwah kakak gadis itu sendiri yang menjaganya. Jisoo sempat protes, tapi langsung diam ketika melihat Bona tergeletak kaku bak putri tidur bersama Scoups mengenggam tangannya dan tak pernah berpaling dari posisinya.

“Gue bakalan balik kok,” katanya  menenangkannya sambil mengusap baku jari-jari Jisoo dengan ibu jarinya.

Setelah membicarakan semua dan menyuruh temannya buat segera keluar dari villa begitu membawa Bona pulang, Taeyong lalu memandangi satu per satu wajah temannya. Dia menggulum senyum, diam-diam menaruh harapan besar kepada kelompoknya buat keluar villa selamat dengan mengikuti perintahnya.

“Sebentar.” Taeyong melepas genggamannya dari Jisoo. Menyuruh gadis ini buat menunggunya sejenak, sementara dia bergerak mendekati Hwasa. Ada sesuatu yang ingin dibicarakannya secara pribadi, salah satunya tentang nasehat saudara Hwasa tanpa menakut-nakuti temannya lagi.

Jisoo hanya melihat mereka dari jauh, sedikit penasaran terlebih ketika keduanya terlibat perdebatan serius. Hwasa terkesan seperti orang yang sedang menolak permintaan seseorang dan Taeyong tampak lagi memaksa sampai keduanya terlihat saling sepakat.

Taeyong kembali padanya dengan senyum di wajah. Membuat Jisoo heran dan langsung mencari keberadaan Hwasa yang justru melihatkan raut berbeda dari Taeyong.

“Junghwan udah balik,” katanya begitu duduk di sampingnya sebelum bersiap-siap tiduran untuk kembali menjemput Bona di tempat itu. “Lo gak perlu khawatir tentang adik lo.”

Jisoo tersenyum lega mengetahui adiknya telah kembali.

“Jis.”

“Hm?” Jisoo menyahuti cepat. Ia merasakan tangannya kembali di genggam olehnya. “Kenapa, Yong?” tanyanya agak aneh karena Taeyong hanya diam dan menatap wajahnya saja.

“Gue sayang lo.”

Gadis itu spontan panik dan malu sampai-sampai matanya melirik sekitar, takut temannya mendengarkan pernyataan Taeyong yang tiba-tiba ini meski belum lama ini dia sudah pernah mendengarnya. Pipinya perlahan bersemu merah.

“Iya. Gue juga,” balasnya sedikit malu.

“Lo harus dengerin omongan teman lo,” Taeyong meremas tangannya erat, seolah-olah menaruh kepercayaan padanya sama besarnya seperti dia percaya bahwa temannya bisa keluar dari villa tanpa mengalami gangguan mistis lagi, “jangan ngebantah mereka.”

Jisoo tak menyahut hanya membalas genggamannya saja.

“Sekarang, biar gue selesaiin semuanya.” Kata-kata terakhirnya sebelum dia pergi kembali ke tempat itu untuk menjemput Bona.

Jisoo baru akan duduk menemaninya ketika Hwasa datang dan mengajaknya pergi agar menjauhi Taeyong. Walaupun setengah hati meninggalkannya sendirian di sana, dia tetap menuruti ajakan Hwasa tanpa menaruh rasa curiga apa-apa.

Satu per satu temannya mulai bangkit. Nayeon tak lagi berjongkok ketakutan tenggelam di pelukannya sendiri, dia bersama Seolhyun menemaninya. Bobby sedikit kesusahan  membopong tubuh Johnny yang belum sadar seorang diri, sedangkan Scoups tentu membawa Bona. Dan mereka perlahan mulai meninggalkan villa dengan Taeyong masih tinggal di sana sendirian.

Jisoo bingung, lalu bertanya namun tak ada satupun seorang teman yang membalasnya. Dia menatap Hwasa yang tetap diam dengan ekspresi datar dibuat-buatnya itu walau Jisoo terus bicara menanyai alasan mereka pergi sementara Taeyong ditinggalkan.

“Taeyong masih di dalam, lho.”

Tetap sama, tak ada satu orang yang menyahutinya. Mereka semua seolah-olah tuli.

“Taeyong masih di dalam!” Teriaknya muak dengan sikap bungkam temannya. “TAEYONG MASIH DI DALAM!”

Perasaannya jadi tak nyaman, dia mencium sesuatu kurang menyenangkan. Dugaannya dibuktikan ketika Jisoo akan berlari kembali menemani Taeyong, Hwasa mencegat upayanya. Menahan dirinya bahkan sampai menyeretnya supaya mengikuti mereka pergi dari tempat ini. Jisoo protes namun teman-temannya tidak memedulikannya.

Teriakannya menggema nyaris mengalahkan kegaduhan yang diciptakan para penghuni villa. Seolhyun dan Nayeon yang tadinya bak kembar siam tak dapat dipisahkan kini turut andil membantu Hwasa menahan upaya Jisoo untuk kembali menemani Taeyong. Ketiga gadis ini kompak memaksanya buat pergi tanpa memedulikan rengekannya yang mulai terdengar menyakitkan didengar.

Mereka menolak menjawab, mereka pun menolak membiarkannya kembali. Seolah semua ini telah direncanakan. Jisoo hanya bisa meraung histeris memanggil Taeyong, berharap laki-laki itu dapat menyahuti panggilannya. Tangisannya lalu pecah seiring hilangnya Taeyong dari pandangannya.

Mereka berhasil keluar dari villa namun tidak bersama Taeyong. Mereka sengaja meninggalkannya. Dan pada malam itulah malam terakhir kalinya Jisoo bisa melihat Taeyong.

= the end =








































Lima bulan setelah kejadian ....

“Sumpah, Kak. Aku enggak berani!” Junghwan tetap sembunyi di punggungnya. Menempeli Jisoo ketakutan sampai mendorong punggungnya supaya terus jalan memimpin, padahal mereka berdua lagi di rumah. Tepatnya ada di dapur.

Tiba-tiba adiknya teriak histeris, bikin Jisoo panik langsung dan lari dari kamar menuju tempatnya. Dia melihat Junghwan berdiri di pojok dapur dengan badan menghadap dinding, seolah bocah remaja itu tengah sembunyi dari sesuatu yang muncul di depannya. Jisoo tidak bisa melihat, tidak seperti Junghwan yang tiba-tiba mendapatkan penglihatan semenjak kejadian itu. Dia hanya bisa merasakan kehadiran makhluk mistis lewat cengukan yang muncul setibanya di dapur.

Setelah Jisoo muncul, adiknya itu segera lari sembunyi di punggungnya seperti hari-hari biasa ketika Junghwan bertemu makhluk yang sering dia sebut si muka serem. Faktanya bahwa dia juga berteman dengan salah satu makhluk tak kasat mata itu, bikin Jisoo geleng-geleng heran.

“Gak ada apa-apa tau,” ujarnya mencoba merayu Junghwan supaya berhenti mendorong punggungnya.

Junghwan menggeleng. “Kak Jisoo aja masih cegukan berarti muka serem itu ada!”

Jisoo tertawa sambil memutar bola mata, lalu berjalan keluar dapur menuruti perintah Junghwan.

Setibanya mereka di ruang tengah, Jisoo mengolok-oloknya. “Giliran ditemui Junkyu aja gak takut.”

“Yang ini serem banget!”

Orang tuanya pernah membawa Junghwan ke orang pintar yang ahli dalam urusan beginian. Minta pertolongan mereka agar menutup mata batin si anak lantaran cemas setiap waktu si bungsu harus menderita ketakutan tiap bertemu arwah gentayangan. Sudah tiga orang didatangin dan Junghwan tetap bisa melihat.

“Emang Junkyu gak serem?” Jisoo belum melihat Junkyu lagi sekian lama jadi dia agak lupa bagaimana wujud hantu bocah laki-laki itu. Biarpun adiknya sekarang dapat berkomunikasi dan temanan sama Junkyu, Jisoo tetap tidak bisa melihat Junkyu.

Cegukannya hilang pertanda arwah itu pergi, Junghwan tidak lagi sembunyi di belakangnya. Bocah remaja ini bernapas lega dan jatuh di sofa dengan wajah super lelah. Seakan-akan dia barusan dikejar-kejar sama penagih hutang. Jisoo ikut duduk sembari menyenggol lengan dan meledeknya prihatin.

“Sana gih, siap-siap. Udah jam dua. Gak latihan taekwondo?”

Alih-alih bangkit, Junghwan malah merengek. “Temenin ke kamar.”

“Ih, apa-apaan?”

Please.”

Junghwan tahu banget kakaknya paling enggak tahan lihat wajah nelangsanya. Makanya dia terus-terusan nunjukin ekspresi sama hingga si kakak terayu dan mau menemaninya. Pasangan saudara kandung itu sama-sama bangkit dari sofa beralih ke lantai dua menuju kamar Junghwan yang sebetulanya sebelahan sama kamar Jisoo.

Jisoo menunggu di depan pintu sambil bersedekap. “Cepetan, jangan lama-lama.”

Junghwan sibuk mengepaki perlengkapan taekwondonya termasuk sepaket baju ganti buat latihan.

“Udah masuk semua?” tanyanya bertepatan sama suara bel rumah. “Itu pasti teman kamu jemput.”

Gara-gara bisa lihat makhluk ghaib, Junghwan sekarang jadi sering dijemput temannya kalau pergi taekwondo atas permintaan adiknya itu sendiri yang takut bertemu hantu pas jalan sendirian menuju tempat latihan. Kalau sekolah mah, Jisoo yang nganterin.

Setelah mengepaki barangnya Junghwan terus keluar diikuti Jisoo di belakang yang selalu berdecak heran memandangi punggung adiknya. Jisoo juga mengantar Junghwan sampai di luar bertemu teman satu sekolahnya.

“Kak, aku berangkat dulu!” pamit Junghwan melambaikan tangan pada Jisoo yang berdiri sambil bersandar di tiang penyangga rumah di teras.

Mata bocah remaja ini mengernyit, menatap lurus ke arah kakaknya saat sosok itu muncul berdiri tepat di samping Jisoo dan turut ikut melambaikan tangan ke Junghwan bersamaan dengan senyum hangat di wajahnya. Alih-alih takut seperti tadi, Junghwan justru bersemangat melambaikan tangan ke arah sosok laki-laki jangkung di samping kakaknya.

Membuat Jisoo berdiri tegak dan bingung sama sikap adiknya. “Cih, segitu semangatnya lambaiin tangan.” Ia menggeleng lalu berbalik masuk ke dalam sementara Junghwan tetap melambaikan tangan meski kakaknya sudah hilang dari pandangannya.

Membuat temannya penasaran. “Kakak lo udah masuk.”

“Iya tau.”

“Terus lo dadah-dadah ke siapa?”

“Teman kakak gue,” ujarnya dengan raut sumringah. Melihat sosok si teman kakak ikut hilang menyusul perginya saudaranya ke dalam, Junghwan barulah naik ke atas motor si teman kemudian menyuruhnya buat segera melajukan motor.

SENENG BANGET, AKHIRNYA LAPAK INI SELESAI JUGA SETELAH KUBIARIN CUKUP LAMA 😭😭😭😭😭

Jujur, masih banyak kekurangan di lapak ini yang perlu banget diperbaiki. Dulu pengen banget aku unpub—huaaaaaa—tapi karena ada banyak yang menanti lanjutannya akhirnya enggak jadi meski butuh waktu panjang buat lanjutin ini cerita sampai ending. Terharu 😭😭😭

Aku juga khawatir sih, gak bakalan sanggup menyelesaikan cerita ini karena ngerasa “ada banyak kekurangan yang mesti kuperbaiki” tapi karena sering ditanyakan akhirnya kuberaniin buat selesain. Makasih banyak buat yang setia nunggu cerita ini sampai akhirnya ada tanda ✔ di samping judulnya dan makasih banyak buat vote sama komentar di Di sini Ada Setan. Kalian luar biasa, kalian yang terbaik pokoknya!!!!

Dan akhirnya kisah horor biasa-biasa ini berakhir di 10 Maret 2022, sementara debutnya 13 Juli 2020. Cukup lama untuk ukuran ceritaku yang biasanya sebulan/dua bulan bakalan selesai hehehe seenggaknya cerita cukup beruntung karena enggak aku unpub kayak cerita lainnya huehehe.

Yaah, pokoknya terima kasih banyak atas dukungannya. Kuharap kalian enggak kecewa sama endingnya. Ditunggu cerita horor berikutnya—eh, enggak horor juga sih—di bulan Ramadhan nanti huehehe🙆🙆

Silahkan kalian duga sendiri ending taesoo di sini 🙆🙆🙆

Sampai jumpa di cerita berikutnya. Terima kasih 🙆🙆🙆🙆🙆🙆🙆🙆🙆🙆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top