10. Dia
Jimin kena karma setelah meledek Hwasa tanpa ampun. Kameranya jatuh dan terjun dengan bebas ke tanah yang ada kotoran kucing. Meninggalkan bekas tak enak sekaligus bau jijik, menyebabkan cowok itu mengerang marah lalu menyalahkan Hwasa.
“Nggak mau, bersihin lo!” katanya sih, begitu. Tapi cewek ber-body penuh namun amat seksi tersebut mengabaikan dirinya.
“Syukur. Kualat lo!” Semua orang kontan meledeknya, terutama Johnny teramat senang atas insiden jatuhnya kamera Jimin. Dengan begini cowok itu bisa diam tanpa harus berbicara sama kameranya. Habisan aktivitas dia itu menganggu banget, bikin orang yang denger jengkel.
Setelah dari kampus, mereka langsung balik ke rumah Bona. Mengambil kendaraan masing-masing, kebanyakan sih, satu mobil buat bersama. Jisoo yang datang tanpa boncengan lantas menerima tawaran Johnny pulang bersama. Walaupun Bona menawarkan menginap bersama Nayeon juga Sowon namun mengingat sang adik di rumah sendiri, dia tidak bisa meninggalkan begitu saja jadi ditolaklah tawaran Bona.
“Kita balik dulu, ya!” seru Yuta bersama rombongannya; Siyeon dan Nayoung; pun Taehyung terpaksa menarik Jimin lantaran masih ingin menyalahkan Hwasa atas insiden jatuh kameranya.
“Bobok yang nyenyak ya, Nay,” ucap cowok tersebut. Membuat Nayeon mengangguk singkat dan menoleh malu saat Sowon mencolek lengan tengah menggodanya.
“Jangan bergadang lo,” kata Seolhyun terhadap Hwasa yang memang terkenal sering bergadang. Cewek berkulit setengah gelap itu cuma nyengir sebelum pamit pulang bersama Minhyun.
Satu per satu orang mulai meninggalkan perkarangan rumah Bona, kini hanya tersisa beberapa orang saja yang belum juga pulang. Seolhyun kebetulan pulang nanti karena masih ada perlu yang berhubungan sama tugas kuliah, Bobby baru mengambil sepeda, tapi pulang nanti juga. Toh, rumahnya sekitaran sini.
“Ntar lo dianterin Taeyong ya, soalnya tuh mobil bukan punya gue,” ucap Johnny. “Tapi dia nganterin gue dulu. Rumah gue nggak jauh dari sini kok.”
Jisoo cuma mengangguk sejenak sembari menoleh ke cowok di sisi Johnny, dan tersenyum tipis padanya.
“Ayo!” Taeyong mengajak mereka pamit sebelum ketiganya masuk ke mobil jenis CRV.
Tatkala Jisoo ingin masuk, Johnny langsung menahan dan menyuruh supaya dia duduk di depan saja. Toh, di antara mereka Johnny-lah yang pertama kali turun nanti. Jisoo tidak dapat membantah, menurut saja permintaan cowok satu ini.
Di perjalanan pulang, tidak banyak obrolan yang terjalin di antara mereka, cuma ada alunan musik dari tape mengisi keheningan di dalam mobil. Tampaknya kalau ketiganya capek setelah mengikuti kegiatan yang tidak menghasilkan apa pun.
Yah, sekadar mencari hantu, jadi yang didapatkan mereka hanyalah pengalaman horor saja.
Setelah Johnny turun pun, di mobil tetap tidak ada percakapan. Sunyi nan sepi mengisi perjalanan tanpa ada lagi musik yang berdendang. Baik Jisoo maupun Taeyong, keduanya diam, telanjur sibuk dengan kefokusan masing-masing. Dan mendadak juga Jisoo mendapatkan sakit kepala yang kurang menyenangkan sehingga ia menyandarkan kepala untuk meredamkan denyut.
Taeyong cukup memperhatikan saja tanpa ingin bertanya. Membiarkan cewek itu dengan pikirannya, enggan mengusik ketenangan. Namun, saat mobil berhenti di depan gerbang rumah, dan ketika Jisoo hendak keluar, Taeyong tiba-tiba menahan kepergiannya.
“Gue boleh nginep di rumah lo?” tanyanya, mengejutkan.
Jisoo tampak linglung menatapnya dengan mata membulat kecil. Rasanya aneh saja, cowok ini mau menginap di rumahnya.
Dibacanya raut bingung cewek ini, Taeyong segera menjelaskan, “Mau mastiin kalau dia nggak ganggu lo.”
“Dia?”
Netranya yang berwarna gelap itu segera memandang ke depan. Tepatnya halaman rumah Jisoo yang terang berkat lampu taman. Jisoo mengikuti, tapi tidak melihat apa pun yang sedang dilihat cowok ini. Hanya pekarangan penuh tumbuhan, juga bunga-bunga cantik nan tertata rapi berkat tangan sang mama.
“Ada yang ngikutin gue, ya?” tanyanya ragu sekaligus merinding.
Taeyong mengiyakan dan menangkap roman takut cewek ini. “Biar gue coba ajak dia ngobrol, tapi gue boleh nginep semalam di rumah lo ‘kan?”
Dia mengangguk cepat tanpa harus memikirkannya lagi. Kalau niat Taeyong ingin membantunya untuk apa ditolak?
Setelah kesepakatan ini, mobil segera melewati gerbang, lalu pakir di halaman rumah. Kala Jisoo keluar, barulah kemudian dia mendapatkan cegukan yang berarti sosok itu sudah berjarak cukup dekat dengannya. Bergegas cepat dia lari, berpindah ke sisi Taeyong.
“Yang ngikutin gue siapa, sih?”
Taeyong kontan bertukar pandang sama hantu. Sosok makhluk ghaib yang ditemuinya pertama kali saat di sekolah. Rasanya dia ingin mendekati dan mengusir keberadaannya dari sini. Biasanya berhasil, tapi ada pula yang sukar diusir, kecuali mereka melakukan interaksi.
Beberapa hantu memiliki maksud tersendiri saat menampakkan rohnya pada manusia, terlebih ke orang-orang seperti Taeyong. Tak banyak juga yang mendatanginya untuk minta bantuan supaya di antarkan kembali ke tempat seharusnya mereka tinggal. Namun, adapula hantu yang mendatanginya demi menyuruh Taeyong membalaskan dendam mereka. Biasanya hantu ini sukar diusir sebelum kemauannya dituruti.
Akan tetapi, untuk hantu satu ini, aura yang dibawanya meragukan Taeyong sejak pertama kali berjumpa. Entah ada maksud apa sosok itu muncul, sementara jenisnya saja serupa dengan genderuwo. Dia bisa menjelma menjadi tinggi nan besar, berwarna gelap pun berbulu. Terkadang semua itu hanyalah kamuflase. Mereka, para makhluk halus, dapat berubah menjadi apa pun yang dimau. Bahkan bisa menyerupai jenis lain demi menutupi sosoknya yang asli; pun menyamar sebagai manusia.
Taeyong menolak memberitahu Jisoo sekarang lantaran belum mengetahui siapa sosok itu sebenarnya. “Kita masuk aja,” tuturnya segera diiyakan olehnya.
Makhluk itu menghilang tepat setelah mereka masuk rumah. Di lihat sekeliling rumah 1pun dia tidak sampai mengikuti ke dalam. Pertanda bagus karena sosoknya cuma sanggup mengikutinya di luar saja. Dengan begini, Taeyong dapat menemuinya lewat dimensi lain yang sepertinya—apabila praduganya ini benar—dia telah menempati salah satu tempat di taman rumah Jisoo.
“Pacar Kak Jisoo?” Seorang remaja muncul dan langsung melayangkan pertanyaan merujuk pada tudingan.
Jisoo mendelik kecil. “Juwan, yang sopan dong. Dia teman kakak!”
“Juwan, kan, cuma nanya,” jawab bocah remaja tersebut. “Baru teman? Kirain pacar.”
Mata Jisoo semakin melotot garang pada adiknya, sementara Taeyong cukup tersenyum tipis, lantas mengenalkan diri yang disambut baik oleh anak laki-laki tersebut.
“Dia mau nginep sini,” kata Jisoo memberitahukan ke Junghwan yang kali ini hanya mengangkat bahu tak acuh.
“Terserah deh, aku mau tidur.” Namun, Junghwan berbalik cepat menghadap mereka dengan pandangan menyelidik. “Cuma nginep doang ‘kan? Gak akan ngapain-ngapain?
“Juwan!!!”
Junghwan lari cepat sebelum kena omelan sang kakak. Disertai tawa yang memantul ke dinding sehingga menggema di dalam rumah. Gara-gara omongan Junghwan barusan, Jisoo merasa tidak enak hati sama Taeyong.
Ya ampun, bisa-bisanya si Junghwan ngomong kayak begitu.
“Ada kamar kosong. Lo bis—”
“Nggak perlu, Jis. Gue di sofa aja. Lagian ntar kayaknya gak tidur.”
“Kenapa?”
Bukannya menjawab, dia justru melihatkan senyum. Memaksa dirinya menebak apa yang akan dilakukan cowok ini di rumahnya malam ini.
“Ya udah, terserah. Gue ambilin bed cover dulu.” Tiba-tiba dia berhenti jalan, menoleh padanya. “Karena lo katanya gak akan tidur, mau minum? Atau makan? Atau mau nonton apa gitu? Buat nemenin lo di sini, di sofa, di—”
“Ada tontonan bagus?”
“Banyak,” sahutnya cepat ingin menyebutkan jejeran koleksiannya di kamar.
“Tom and Jerry atau Spongebob,” langsung dikecewakan oleh balasan cowok ini, “Junkyu suka kartun.”
“Oh, kirain buat lo,” lanjutnya lega mendengarnya. “Gue cariin dulu.” Kakinya berhenti lagi, mengurungkan kepergiannya. “Lo gak mau cemilan atau apa gitu?”
Taeyong mengangkat wajah demi membalas tatapan Jisoo. “Segelas air putih sudah cukup,” jawabnya.
“Cemilan nggak mau? Gue ada ban—”
“Jis, udah, stop. Lo kebanyakan nawarin, mending lakuin aja yang tadi.”
Jisoo seketika nyengir, malu. “Maaf, ya.”
Taeyong mengangguk sesekali. Lantas mempersilahkan cewek itu buat pergi mengambil hal yang dibutuhkannya di sini. Kepergiannya segera digantikan oleh kedatangan Junkyu. Muncul-muncul dia sudah duduk saja di sofa empuk yang bakalan jadi tempat Taeyong memasuki dimensi lain.
“Dia ngomong nggak sama lo?” Tetapi pertanyaannya hanya mendapatkan gelengan kepala Junkyu. “Sekalipun enggak?”
Bocah hantu tersebut tetap menggeleng memberitahunya. Membuat Taeyong menghela napas sembari ikut duduk di sampingnya.
“Menurut lo, dia baik atau jahat?”
Junkyu mengangkat bahu kali ini tanpa disertai gelengan kepala, juga tanpa mengeluarkan suara—memang sih, dia jarang bersuara jika tidak ada kepentingan yang ingin disampaikan. Berbeda sekali saat mereka pertama kali bertemu, Junkyu banyak bertanya padanya, demikian pula dengan Taeyong.
Namun, ketika bocah hantu ini menunjuk ke depan, Taeyong langsung mengikuti arah petunjuknya. Jarinya menunjuk figura besar di dinding yang menampilkan foto keluarga Jisoo. Tepatnya pada kedua orangtua gadis tersebut.
“Kenapa?”
Sayangnya, Junkyu menolak memberitahunya. Memaksa dirinya untuk memecahkan sendiri kebisuan sang hantu. Terkadang begini, ada kepentingan dari dua dunia yang tidak dapat Junkyu beberkan lebih banyak, selain karena bukan urusannya, dia juga tidak boleh ikut campur dan memaklumi kebisuannya sekarang.
Ketika melihat Jisoo sudah kembali, Taeyong segera beranjak untuk membantunya membawakan bed cover. Saat dia mendapatkan cegukan, Taeyong menjelaskan keberadaan Junkyu, yang langsung dimakluminya.
“Lo nggak mandi gitu?”
“Mandi?”
Jisoo mengangguk. “Iya, mandi,” lanjutnya, “meskipun udah jam segini, tapi karena habis keluar dan nyimpen banyak keringat, gue biasanya mandi biar seger sekaligus nggak bau. Barangkali lo mau mandi juga, gue bisa ambilin handuk kalau mau.”
“Tapi lo belum mandi,” ucapnya.
Dia membenarkan disertai cegukan dan ekspresi memberenggut lucu. “Habis ini mau mandi. Lo mau juga? Biar sekalian gue ambilin handuk. Ada kamar mandi kok di sini, dekat dapur—eh, jangan deh. Di sana jam segini setannya suka muncul dan ganggu.”
“Rumah lo ada penghuninya?”
Dia mengangguk lagi, kali ini tanpa disertai cegukan. Taeyong menoleh ke sofa namun tidak menemukan Junkyu di sana. Sepertinya bocah hantu itu sedang pergi keluar atau keliling rumah, mungkin.
“Selain gue sama Junghwan, iya, di sini ada kehidupan lain.”
“Nyokap bokap lo?”
“Mereka jarang di rumah.”
“Sibuk, ya?”
Lagi-lagi, dia menganggukan kepalanya. “Bokap gue kontraktor jadi jarang di rumah. Segala urusannya ada di luar kota, nah, nyokap gue dulu sih di rumah, tapi setelah Junghwan gede, dia sering ikut bokap.”
“Kalian gak masalah ditinggal berdua?”
Kali ini Jisoo mengangkat bahu. “Mau bagaimana lagi. Kehidupan mesti harus dijalani ‘kan tanpa harus memusingkan kesibukan orangtua. Yah, selagi mereka nggak lupa anak aja sih,” balasnya terkekeh kecil.
“Tapi kalian nggak takut hantu?”
“Oh, soal itu ... selagi dia gak nampakin diri kita nggak bakal takut,” akunya, “sejauh ini belum pernah muncul ngagetin sih, tapi jangan sampai deh.”
Taeyong lalu ikut tertawa memahaminya. Namun, di sela tawa mereka, dia juga mendengarkan tawa makhluk halus ini, begitupun dengan sosoknya yang tertangkap jelas oleh matanya. Sosok itu ada di antara dinding pembatas, antara dapur dan ruang tengah. Jarak mereka lumayan berjauhan, untungnya cuma Taeyong yang dapat melihat dan mendengarkan suara kekehannya.
Sekarang dia tahu siapa hantu yang dibicarakan Jisoo barusan. Seorang perempuan, dugaan Taeyong sementara: saat meninggal dia berumur 30-an ke atas, tampak dari rupanya yang masih muda dan dewasa, bisa ditebak juga kalau dia meninggal di sini. Barangkali dulu rumah ini tempat tinggalnya sebelum Jisoo dan keluarga menempatinya.
Leganya hantu perempuan itu tidak memiliki aura jahat. Justru dia tampak ramah dari senyum juga lambaian tangan, meminta Taeyong supaya menghampirinya.
“Pasti mau ngajakin ngobrol,” gumamnya bersuara tanpa sadar.
Jisoo terdiam, mengernyit bingung. “Apaan, Yong?”
“Hm?”
“Lo barusan ngomong.” Kemudian berbalik sekadar ingin melihat apa yang sedang diamati cowok ini. “Lihat apa sih?”
“Teman serumah lo,” ucapnya tanpa melihat reaksi apa yang diperlihatkan gadis di sampingnya sekarang. “Setan yang lo rasain kehadirannya, dia cewek. Dia baik kok, punya rambut pan—hmpth.” Sialnya, mulut Taeyong langsung terbungkam oleh bekapan tangan Jisoo disertai delikan mata dan ekspresi sebal.
“Nggak perlu dijelasin juga dong,” gerutunya.
Melihat ekspresinya saat ini justru membuat Taeyong tersenyum sampai ke mata. Sementara kini, Jisoo mendengus sebal padanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top