1.6 Iblis

Biarpun tahu sosok di dalam tubuh sang adik bukanlah Junghwan sebetulnya, Jisoo tetap merasa tidak rela membiarkan raga saudaranya ditinggal di rumah tanpa pengawasannya. Dia memaksa Junkyu ikut bersamanya dan Taeyong—beruntungnya hantu bocah laki-laki itu tidak menolak, malahan dengan senang hati ikut.

Namun, ketika perjalanan di mobil, Jisoo dibuat panik akan ketiadaan Junkyu di dalam raga Junghwan. Tubuh adiknya jadi pucat dalam sekejap, seputih dinding pada ruang kamar orangtua mereka. Bibirnya bahkan tak berwarna lagi, membuat Jisoo kesetanan di bangkunya sampai-sampai meloncat belakang untuk pindah tempat.

“Junghwan aman.” Ucapan Taeyong berupaya untuk menenangkan Jisoo yang sama sekali tidak membantu. Bagaimana caranya dia dapat tenang jikalau keadaan Junghwan layaknya orang mati!

Tapi dia benar-benar mati.

Taeyong dengan santai menoleh belakang, lalu berpaling ke depan lagi. Kefokusannya terhadap jalan raya patut dihargai. Meskipun ada gadis yang lagi panik dan ketakutan luar biasa, sambil memanggil-manggil nama saudaranya dengan maksud agar bocah itu bangun, Taeyong tetap lanjut mengendarai mobil tanpa ada kemauan berhenti demi menolong keributan di bangku penumpang.

“Bagus,” katanya begitu mobil belok kiri, melewati lalu lintas. “Tandanya Junkyu udah keluar.”

“Terus Junghwan gue?”

Dia tersenyum tipis, menatapnya lewat pantulan spion kecil di dalam mobil. “Aman, Jisoo. Gak perlu panik deh, adik lo bakalan balik ke raganya. Transisinya butuh waktu.”

“GIMANA GUE NGGAK PANIK KALAU ADIK GUE KELIHATAN MATI?!” Rasanya dia ingin mencekik Taeyong dari belakang sekarang ini. Biarkan saja lelaki yang baru beberapa jam ini kembali langsung hilang lagi. Itu salahnya sendiri karena kelewat santai, sementara dia paniknya kelewat frustasi.

Lebih lagi, ketika cowok itu dengan santainya terkekeh kecil selama perdebatan mereka. Jisoo langsung mendelik tak senang dengan peringainya yang kelewatan tenang itu.

“Adik lo emang mati kok.”

“Sialan!” umpatnya setengah jengkel, setengahnya lagi ia yakin buat mencekik Taeyong. “Kenapa bukan lo aja yang mati.”

“Gue mati ntar lo kesepian lagi.”

Jisoo tidak tertawa dengan guraunya, sebaliknya dia begitu.

“Gue nggak butuh candaan lo,” tandasnya semakin percaya diri menyiapkan kuda-kudanya untuk menyerang Taeyong.

Taeyong menoleh sekali lagi, kali ini sedikit lebih lama berhubung jalanan sepi. Sesuai dengan kondisi pada pukul berapa mereka berbondong-bondong pergi. “Percaya gue, Junghwan baik-baik aja. Gak lama lagi bakalan balik kok, paling setengah jam lagi.”

“Yakin?”

Ia mengangguk sebelum berpaling lagi ke depan. Tapi lirikannya tetap berpusat hanya pada gadis di bangku belakang yang pantulan terurai di dalam kaca spion. Membuatnya tersenyum-senyum selama mengamati Jisoo dengan ekspresi khawatir yang tulus disampaikan untuk sang adik.

“Sebenarnya ‘mereka’ apa, sih?” tanyanya mulai sedikit mengalihkan perhatiannya dari Junghwan. Sementara ini dia akan menyakinin keteguhan Taeyong bahwa Junghwan nantinya akan kembali ke dalam raganya. Jisoo hanya perlu menunggu kembalinya sang adik. Entah apa yang tengah di lakukan adiknya itu di sana sekarang ini, semoga dia baik-baik saja.

“Junkyu?”

Gadis itu menggeleng sambil lalu membalas pandangan si lelaki pengemudi mobil lewat kaca spion kecil. “Mereka ... yang di villa.”

“Iblis,” jawabnya sarat akan ketidaksukaannya terhadap makhluk tersebut. “Lebih berbahaya daripada hantu.”

“Mereka yang bikin Jimin sama Sowon mati?”

“Ya.”

Walaupun sudah tahu jawabannya, Jisoo tetap menganggap bahwa hantulah penyebab kedua temannya mati dengan cara mengenaskan. Bahkan setelah berminggu-minggu terlewatkan, dia masih sulit untuk percaya jika kedua temannya itu telah berpisah alam bersamanya. Terkadang ada malam yang sengaja Jisoo lewatkan hingga pagi bersama duka mendalam tatkala mengenang eksistensi sang teman.

“Gue nggak paham, Yong,” lirihnya bertepatan dengan kendaraan berhenti di halaman rumah yang memiliki tiga mobil lain sebagai penghuninya. “Kalau mereka udah dapatin Jimin sama Sowon, kenapa mereka masih ngincer kita-kita lagi? Nggak ada sehari lho, kita tinggal di sana. Rasain ranjang villa aja belum.”

Taeyong membisu seperkian detik hanya untuk mengenang perjalanan singkat dan mengejutkan dia bersama teman-temannya di villa. Ternyata perjalanan sendiri sudah lewat dari semingguan lebih, begitupun dengan kepergian dua temannya.

“Karena mereka gagal dapatin tumbal,” ucapnya lantas berbalik dan menarik tangan Jisoo dan meremasnya perlahan. “Apa pun rencananya nanti, gue akan jagain lo.”

“Kalau rencana gagal ....”

“Nggak ada rencana gagal. Lo pasti gue jaga dan gue akan taruhin nyawa demi lo.”

“Rencananya melibatkan kelompok, Yong. Lo nggak bisa prioritasin gue semena-menanya. Ada banyak nyawa yang mesti lo jaga, bukan cuma gue.”

Apa yang disampaikannya memang begitulah kenyataannya bahwa dia tidak boleh memprioritaskan Jisoo dengan semena-mena, sampai tega mengabaikan keselamatan yang lain. Semestinya dia memastikan kalau semua nyawa kelompok ada dalam jangkauannya. Semua orang yang terlibat dalam rencana nanti merupakan tanggungjawabnya sebagai orang yang dipercayakan oleh kelompoknya sendiri.

Taeyong hanya tidak mau mengecewa siapapun, termasuk ke Jisoo. Bayangan kehilangan salah satu di antara kelompoknya lagi saja, menyebabkan dirinya mulai kesulitan bernapas. Dia tidak mau gagal kedua kali, meski roman-romannya sulit untuk melawan iblis.

...

Sosok itu tiba-tiba muncul di depan air mukanya ketika dia membuka pintu kamar. Yuta yang panik langsung terjatuh, lalu dengan tergopoh-gopoh bangun untuk melarikan diri dari teror sang hantu. Bahkan dia nyaris bertubrukan sama dinding jika tidak sigap menghalau dengan kedua tangannya.

Sosok itu mengikutinya cepat, merayapi dinding  dengan kaki dan tangan bagaikan laba-laba raksasa. Hanya saja sosok ini tampak lebih besar, merah, dan menyeramkan dengan surai panjang yang jatuh di udara menutupi wajah seramnya itu. Yuta sampai harus berpaling beberapa kali ke belakang sekadar memastikan sosoknya tertinggal jauh di belakang, ternyata dia merayap lebih cepat dari dinding ke langit-langit daripada lariannya. Dengan kondisi sepasang kaki dan tangan yang terbalik dengan pandangan yang tertutupi oleh surai panjangnya, makhluk tersebut sangatlah gesit—lebih gesit dari mobil tamiya koleksiannya.

Astaga, kenapa pintu keluar rumahnya terasa jauh sekali, sih! Yuta mengumpat dikala panik dan ketakutan setengah mati dengan teror hantu menyeramkan yang tengah mengikutinya.

Akan tetapi, terjadinya benturan keras kontan memekakkan gendang telinganya tatkala tulang kaki dan dagunya membentur keras lantai yang terbuat dari keramik bersamaan. Yuta terpeleset sebab kakinya ditarik oleh gumpalan rambut panjang yang menjijikkan. Dia berusaha menggapai tepian dinding, meremasnya kuat-kuat, dan mencegahnya agar tidak semakin jatuh dalam tarikan sang hantu.

Kesepuluh buku kakinya sampai memerah, tak mampu menahan lebih lama lagi cengkramannya terhadap dinding. Perlahan-lahan jarinya terlepas, tarikan di kakinya makin keras dan menyentaknya kuat hingga tubuh Yuta terpental dan menubruk dinding yang memiliki banyak figura foto.

Benda-benda tersebut berjatuhan tak berirama setelah terhantam kuat tubuhnya. Yuta tak dapat mencengkram apa pun lagi kali ini, karena kini dia dijatuhkan dari atas ke bawah berulang kali layaknya mainan boneka. Setiap kali dibenturkan bagian depan tubuh membentur lantai, sementara punggungnya menghantam langit-langit. Bunyi tulang retak terdeteksi oleh indra pendengarnya, berserta cairan merah kental nan amis yang tak ada habis-habisnya meluncur lolos dari lubang hidung dan mulut Yuta.

Laki-laki itu tak dapat mencerna oksigen sekelilingnya. Pendengarannya pun tak sepeka biasanya, matanya mulai berkunang, dan satu-satunya hal yang diingatnya ialah sosoknya yang muncul di depan air mukanya. Melihatkan ekspresi seram dan bermulut lebar. Baunya seperti coberan dekat gedung sekolahnya dulu, tapi ini jauh lebih tidak enak—tepatnya bau busuk. Dia tidak memiliki mata, hanya sura. yang nampak di sela-sela kosong, bagian yang seharusnya diisi oleh bola mata.

...

Alhamdulillah update pagi bukan malam hahahaha hilal endingnya kayaknya kelihatan nih 😎

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top