09. The voice

Pas tahu kalau ada Jimin dan dua penambahan anggota baru, Hwasa langsung pasang muka cemberut. Kalau anggota sebanyak ini, yang ada setannya pada sembunyi ketakutan. Jumlahnya saja kalah banyak, gimana sih!

“Udah nggak usah marah,” kata Bona meredamkan emosi sang puan. Tapi Hwasa masih tetap sentimental. Ya, lihat aja noh, si Jimin malah nenteng kamera recorder dengan gaya sok vlogger-nya.

“Hallo, gengs, bersama Bangjim lagi nuih.” Sumpah, ya! Dia beneran mau narik rambut Jimin terus jedotin kepalanya ke tembok. Sekalian aja biar nonong tuh dahi.

“Yoi, nih, kita mau jurig malam. Nah, kali ini lokasi ada di kampus sendiri, tepatnya di gedung—”

“Woi, Jim, diem bisa kagak?”

Dia terus berbicara mengabaikan sahutan jengkel orang-orang di belakang punggungnya yang dijadikan sebagai background video. “—jadi kampus gue ini terkenal sama kisah ‘Tangisan WC’. Sering banget gitu, kejadian mahasiswa didengerin bahkan dilihatin. Gue? Haha, belum, barangkali malam ini.”

“Najis, sok berani!” umpat Johnny sengit.

Jimin nggak peduli sama sekali. Malah tertawa sok berani pakai nge-shoot kamar mandi yang akan dijadikan lokasi ekspedisinya. “Serem nggak? Kurang, ya? Hahaha.”

“Astaga, malu-maluin.” Bobby menghela napas pasrah merasa prihatin sama raut wajah teman Jimin yang malu lantaran kepedean cowok itu berbicara dengan kamera recorder-nya.

Taehyung justru terkekeh. “Maklum ya, Gengs. Youtubers gagal mah sukanya begitu, halu.”

Nggak ada yang memakluminya. Mau Jimin Youtubers gagal kek, atau bukan, bacotannya itu menganggu suasana saja. Hwasa makin naik darah tinggi. Paling-paling cowok itu habis sama dia apabila temannya tidak menghalangi niat melabrak Jimin.

Ngeselin, abis.

“Mau kapan?” tanya Minhyun, menatap Hwasa orang yang menjaganya ikut serta. Sebenarnya alasan diajak karena Minhyun anggota BEM pusat yang ruangannya ada di dekat persis wc angker ini. Disamping itu, cuma anggota UKM, juga BEM yang bisa pinjam kunci dari penjaga Gedung UKM, Pak Eko.

“Bagi tim aja deh,” kata Seolhyun mulai jengah melihat jumlah peserta. Kalau semua masuk wc, mana muat sih. Boro-boro penunggunya keluar, yang ada pada sembunyi ketakutan sama jumlah manusianya.

“Kan tujuannya wc doang, Seol,” Sowon mengomentari, “masa masuknya kudu gantian? Kayak wahana wisata aja.” Lainnya spontan terkekeh mendengar penuturan cewek tersebut.

“Bukan gitu,” jawabnya. “Lo tahu nggak sih, selain wc, lantai tiga gedung ini juga angker.”

“Oh, penampakkan setan tanpa kepala, ya?” timpal Johnny teringatkan cerita horor dari anak UKM musik.

“Kayaknya dia muncul suka beda-beda, deh,” sambung Taeyong.

“Udah lihat wujudnya lo?” tanya Hwasa.

Taeyong menggeleng. Untuk sekarang dia belum melihat, tapi beberapa waktu dikesempatan, dia pernah melihat dari jarak jauh. Saat mengantarkan seorang teman ke gedung ini, sementara menunggu di lantai bawah, Taeyong iseng mendongak sekadar ingin tahu bentuk juga letak gedung. Kemudian tanpa terduga, dia melihat sosok berdiri di pinggir jendela tengah menatapnya dengan mata kosong tanpa bola mata. Walaupun tidak memiliki mata, tapi arwah itu pasti tahu keberadaannya.

“Asal Taeyong ikut tim gue, gak papa kok dibagi,” sahut Jimin.

Hwasa memandangnya sengit. “Nggak ada tuh, yang mau sama lu!” Membuang muka cepat yang berhasil mendiamkan cowok tersebut.

Hwasa menyeringai penuh kemenangan, lalu membagikan setiap group. Dia sengaja menarik Taeyong ikut bersamanya, juga mengajak Minhyun, sedangkan sisanya diserahkan pada Bobby.

Bobby mau protes karena dipaksa satu kelompok sama Yuta, Taehyung, Jimin, dan dua cewek baru, namanya; Siyeon sama Nayoung. Johnny yang tidak disebutkan namanya seketika cemberut. Dia terlupakan begitu saja, padahal presensinya tampak jelas di antara mereka.

“Udah deh, nggak usah protes,” ujar Bona menengahi.

“Nayeon sama gue sih,” pinta Taehyung sudah akan mengajak Nayeon sekelompok. Namun, keburu ditarik Seolhyun sembari mengancam akan memukul pantat Taehyung kalau dia sampai berani menyabotase temannya.

“Aelah, baru juga dideketin udah ditolak aja sama temannya,” ucap cowok tersebut yang mendapatkan tepukan pada bahunya dari Johnny dan Yuta.

Bobby sendiri mengatakan, “Sabar. Btw, saingan lo Ravn.”

Nayeon spontan menjerit kesal, “Bobby!”

Sementara cowok itu nyengir tanpa merasa bersalah, dan Taehyung mulai berdebat sama Yuta tentang siapa cowok yang bernama Ravn. Satu per satu temannya ditanyain sampai Nayoung memberitahu kalau dia kenal Ravn, tapi setahunya Ravn nggak punya pacar.

“Gue masih bisa deketin Nayeon, ye,” ujarnya penuh percaya diri.

Yuta yang mendengar tertawa terbahak-bahak. Namun, tiba-tiba saja dia terdiam. Mendadak saja indra penciumannya membaui sesuatu yang tidak asing. Yuta segera menajamkan penciumannya, mencari siapa gerangan yang memiliki bau ini.
Diam-diam dia melakukan pencarian tanpa harus dicurigai oleh temannya. Setelah menemukan pemilik bau, Yuta memandang sosok itu cukup lama dengan raut penuh arti; pun prihatin.

“Ayo, pisah sekarang keburu lama ngebacot di sini,” ujar Johnny, mengalihkan perhatian Yuta seketika.

Semua anggota pun memasuki kelompoknya masing-masing. Bobby cs langsung pamit naik ke atas, Jimin tentu tidak lupa merekam terakhir kalinya kelompok Hwasa yang segera mendapatkan lemparan botol aqua yang sayangnya melesat. Jimin tertawa meledek sebelum lari menyusul temannya.

Johnny sendiri bergabung bersama tim Hwasa. Setelah berdiskusi singkat, mereka akhirnya memasuki wc di depan sana yang tampak paling terang dari dalam maupun luar, tapi kesan horor terus menganggu perhatian mereka.

“Permisi,” seru Nayeon takut walaupun dikelilingi teman-temannya.

“Sst, diem!” tegur Hwasa.

Posisinya Minhyun di depan tampak berani, diikuti Seolhyun dan Hwasa, di tengah ada; Nayeon, Sowon, dan Bona; di belakang mereka ada Johnny dan Taeyong. Bersama-sama mereka memasuki wc sambil lalu memperhatikan kondisi di dalam yang bersih dan wangi. Walaupun dikenal angker, wc ini memang selalu dibersihkan oleh petugas setiap harinya.

Berbeda sama wc lain di kampus, wc ini cenderung berwarna terang, selain karena lampunya, tapi cat dinding berwarna cerah juga mendominasi keseluruhan. Ada empat pintu berjejer; dua wastafel yang memiliki kaca masing-masing; pojok bagian kanan sebelah wastafel kedua, ada tong sampah berukuran sedang.

Mereka sadar kalau hawa di ruang ini amatlah sunyi; pun dingin. Taeyong  sudah menyisik setiap sudut, mencari keberadaan si penunggu.

“Gue nggak yakin dia bakalan nongol,” kata Johnny berbisik.

Akan tetapi, suara air kloset menyala tertangkap oleh indra mereka. Mereka spontan menajamkan pendengaran, serta mencari bagian kloset mana yang menyala.

“Keknya pintu ini deh,” ujar Minhyun dengan berani berjalan mendekat. Baru ingin membuka, suara tawa sang penunggu mengejutkan dirinya.

Minhyun memandang sekeliling bingung; pun lainnya. Kelima cewek sudah saling merapat, sementara ketiga cowok berdiam melihat atap sembari mencari sosok yang tak kunjung jua menampakkan wujudnya.

“Udah sih, berhenti.” Nayeon menyerah mendengarkan suara tawa penunggu wc. Bahananya merdu, tapi kasar dan mengusik ketenangan setiap indra yang mendengar. Kendati demikian, suara itu tak kunjung jua mereda.

Hwasa yang penasaran langsung berjalan mendekati setiap pintu dan membukanya satu per satu tanpa takut.

“Percuma, dia nggak mau muncul,” kata Taeyong seolah mengerti pribadi sosok hantu ini.

“Lo ngelihat dia?”

Sayangnya, dia belum melihat sosoknya itu. Tapi sebagai orang yang dapat melihat dunia lain, Taeyong menyakini penunggu wc ini bukanlah hantu jahat atau menyeramkan. Dia cuma usil saja menggodai manusia, malah kedatangan mereka telah menghiburnya yang kesepian menghuni wc.

Tepat setelah Taeyong berkata begitu, suara tawa sang penunggu menghilang. Mereka berdelapan masih berdiam di dalam seolah menunggu pertunjukkan lainnya, tapi selama beberapa menit di sana, sang hantu tidak juga melihatkan diri atau suaranya.

Hwasa kecewa. Taeyong sendiri memakluminya. Bisa dikatakan kalau hantu ini memang sedang tidak ingin menampakan diri. Entah karena malu atau tidak senang lantaran jumlah pendatang di tempatnya terlampaui banyak.

“Ada yang datang,” seru Johnny mengalihkan perhatian mereka semua. Cowok itu sedari lalu menunggu di depan pintu wc. Pantas saja kalau dia melihat keadaan luar. “Lah, Jisoo kemari?”

“Jisoo?” Kelima cewek langsung bergegas keluar mencari sang teman. Ternyata memang benar kalau Jisoo datang kemari.

Hwasa gemas tatkala Jisoo baru datang dan telat lebih dari satu jam. Dia hendak protes menghampirinya, tapi cengkraman pada lengan menahan langkahnya. Hwasa berbalik dan melihat Taeyong menggeleng, seolah melarangnya menghampiri Jisoo.

“Apaan sih, orang gue mau—” Ucapannya teredam oleh suara Jisoo yang terdengar sedang menanyakan sesuatu pada seseorang. “Scoups?” pikirnya lalu menoleh pada Bona.

Bona sendiri tidak mengerti mengapa Jisoo menyebut nama pacarnya. Padahal, cowok itu sedang tidak ada di sini. Dia masih di Thailand, baru balik lusa nanti.

Lebih anehnya lagi, Jisoo tidak menoleh pada mereka seolah tidak dapat melihat rombongan di depan wc.

“Jisoo!” teriak Seolhyun tersentak melihat cewek itu berjalan menaiki tangga. “Dia kenapa?”

“Mending susul aja,” ujar Minhyun. Tanpa diberitahukan pun Taeyong sudah mengejarnga, disusul rombongan di belakang.

Taeyong melihat sendiri dengan siapa Jisoo berbicara. Sosok itulah yang pernah dilihatnya saat mengantarkan teman ke Gedung UKM. Dia merupakan penunggu kampus dari sekian banyak yang memiliki niat mencelakai. Walaupun Taeyong mengejarnya cepat, tapi perbedaan dimensi, menyebabkan jarak tercipta jauh sehingga sukar mendekat apalagi mencengkram lengan cewek tersebut.

“Kali—lho, Jisoo?” Suara Bobby terdengar oleh Taeyong ketika dirinya masih berada di anak tangga terakhir menuju lantai tiga.

“Eh, eh, baru datang main nyelonong aja,” seru Jimin malah merekamnya.

“Jis, mau ke mana?” Tepat saat itu Taeyong sampai di lantai tiga mengagetkan lainnya saja. Lalu disusul rombongan di belakang yang sudah memanggil Jisoo berulang kali.

Paham apa yang terjadi, Yuta langsung mengajak pasukannya ikut menyusul Jisoo.

Saat dia memasuki ruangan di pojokkan, mereka tidak bisa masuk semua lantaran tempatnya kecil. Tampaknya saja jarak mereka dekat, banyak juga mengomentari Taeyong yang tidak juga menarik Jisoo. Kalaupun bisa, pasti sudah dilakukannya sejak lalu.

Taeyong mengerang kesal. Berusaha masuk ke dimensi mereka. Kadang hantu yang memiliki aura ingin mencelakai manusia, dia punya temeng kuat sehingga sulit dihancurkan. Jisoo barangkali tidak mengira bahwa sosok yang bersamanya itu makhluk halus, terlebih dia tidak mendapatkan cegukan. Ternyata aura yang dimiliki hantu tersebut amatlah kuat, sampai dapat menyamarkan arwahnya.

“Tolongin teman gue, please,” rengek para cewek di bawah tangga.

“Salah satu teman mereka—”

“Anjing, lo, Jim. Masih bisa-bisanya ngomong sama kamera lo!” umpat Johnny kelewat marah.

Jimin baru akan menyahut, tapi Yuta dan Taehyung langsung membekap mulutnya.

Sedangkan itu, Taeyong sudah berhasil naik ke atap gedung, yang lain ikut menyusul bergantian setelahnya. Mengesampingkan kepanikan di bawah, Taeyong sedang berjuang menebus dimensi mereka. Kontan tersentak kala melihat kedekatan Jisoo dengan tepi gedung.

Dia mengumpat lantas mendobrak dinding tak kasat mata itu sekuat tenaga, bertepatan dengan jeritan sang dara, Taeyong segera mengejar dan menariknya menjauh dari tepi gedung. Ya Tuhan, nyaris saja dia kehilangan perempuan ini. Jantung Taeyong tak dapat berdetak dengan nyaman, sekujur tubuhnya langsung bergetar membayangkan apabila dia terlambat menolong Jisoo.

Apalagi melihat ketakutan kelima teman Jisoo, pasti akan menjadi hantu seumur hidup baginya jika gagal menyelamatkan gadis ini. Saat Jisoo kembali sadar akan dunianya, Taeyong memberikan isyarat kepada lainnya supaya jangan memberitahukan apa yang baru saja dia alami.

Syukurnya, mereka menurut, kecuali Jimin yang sempat mengoceh dengan kameranya itu, tapi kemudian teredam oleh bekapan Yuta dan Taehyung lagi.

“Kita pulang aja, ya?” Bona tersenyum kepada teman-temannya sembari menggandeng Sowon dan Nayeon. Semua menyetujui untuk pulang; saling bergantian menuruni anak tangga menuju lantai tiga.

Taeyong mengamati diam-diam semua orang sebelum menarik Jisoo sengaja memisahkannya dari kelompoknya sebentar.

“Sebelum ke sini lo lihat apa?” tanyanya langsung.

Jisoo menghela napas, lalu menjelaskan, “Waktu di rumah, gue tiba-tiba ngelihat bayangan.”

“Teman-teman lo?”

Dia mengangguk cepat. “Pas dapat penglihatan begitu, gue langsung panik dan berpikir kalau teman-teman gue dapat musibah. Gue nggak bisa tenang sebelum tahu keadaan mereka. Sumpah, ini pertama kalinya gue begini. Biasanya juga enggak.”

Taeyong mengamatinya hanya diam tanpa membalas perkataanya. Namun, Jisoo tahu kalau cowok ini paham apa yang dialaminya waktu di rumah.

“Aneh nggak sih, Yong?”

Taeyong masih diam saja melihatnya. Sebelum kedua tangan cowok ini memegang dan menarik kepala Jisoo hingga dahi cewek ini menubruk dadanya. Jemarinya membelah setiap garis pada rambut Jisoo sedang mencari sesuatu untuk membenarkan praduganya.

“Aelah, Yong, lo malah kayak Jimin sama Taehyung aja cari kesempatan dalam kesempetin,” tegur Johnny membuat beberapa orang yang belum turun ke bawah menoleh ke mereka.

Jisoo merasa malu seketika, padahal mereka tidak melakukan apa-apa, cuma Taeyong sedang membelah setiap garis pada kepalanya mencari sesuatu yang entah apa itu. Namun, teman-temannya berpikir cowok ini sedang memeluknya, melihat bagaimana posisi mereka sekarang.

“Heh, buruan turun, jangan mojok!” ujar Johnny, menganggu saja.

Taeyong meliriknya malas sembari melepaskan Jisoo. Akan tetapi, dia masih punya kesempatan untuk memberitahunya, “Ada luka di kepala lo.”

“Luka?” Jisoo spontan mengerayangi kepala mencari luka yang dimaksud. Berkat bantuan Taeyong juga meletakkan jarinya di tempat dia mendapatkan luka, barulah Jisoo menyadari kalau memang ada luka di kepalanya, tapi sudah kering. “Kok gue nggak ngerasa sakit?” tanyanya bingung.

“Karena lukanya lo dapat bukan dari sini.”

“Maksudnya?”

“Nanti gue jelasin,” melihat ekspresi Johnny yang siap mengomentari mereka lagi, “kita turun dulu aja.”

Dia mengangguk, tapi masih juga ingin bertanya, “Lukanya nggak serius ‘kan?”

Taeyong cuma tersenyum sembari membalik Jisoo dan mengajaknya mendekati tangga yang menghubungkan ke lantai tiga.

Sampai 2k aku ngetik ini 😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top