04. Jeritan
SMK Helios benar-benar gelap. Nggak kayak sekolahan lain yang pasti punya sumber pencahayaan di titik-titik tertentu. Entah itu di tiap koridor, ruang kelas, ataupun aula dan tempat lainnya. Sementara sekolah ini cuma ada beberapa lampu di titik-titik terjauh. Setiap ruang kelas gelap, lampu nggak ada, sekadar mengandalkan sinar sang rembulan malam saja.
Mereka serentak berhenti di depan ruang 10 yang sekarang dijadikan gudang oleh pihak sekolahan. Ruangannya terkunci rapat; minim pencahayaan. Dilihat dari luar pun tampaknya menyeramkan, disertai bau khas gudang pada umumnya yang membenarkan dugaan mereka kalau di dalam sana pasti sudah menjadi sarang laba-laba.
“Terus kita di sini ngapain?” tanya Hwasa tampak tak senang dengan hasil ekspekdisi pertama mereka. “Kalau ruangannya terkunci percuma juga kemari.” Seraya merenggut sebal memandang Johnny seolah terkuncinya ruangan tersebut adalah salahnya.
“Kok jadi marah sama gue?!” serunya.
“Karena lo alumni sini!”
“Tapi bukan salah gue ruangannya dikunci!”
“Eh, udah dong, jangan marah-marah,” tegur Sowon cemas. “Kalau ruangannya terkunci, ya udah, kita balik aja.”
“Apaan, pulang? Cupu!” Jimin menimpali sambil menyoraki ajakan pulang Sowon, yang sudah tak punya nyali lagi untuk menjelajah lebih jauh SMK Helios.
“Tujuan kemari buat ketemu hantu, Won,” ucap Hwasa, yang lain segera memandangnya. Ada pula yang mengangguk setuju, ada juga tidak menanggapi. “Kalau takut, balik mobil aja sana!”
“Sa!” Jisoo menegurnya lantaran ucapannya terlewat menyinggung. Sekalipun dia mau bertemu hantu, tapi jangan sampai mengusir teman sendiri apalagi membuat mereka saling berpisah.
“Gini,” Taeyong ikut menimpali berupaya menenangkan keadaan, “gue sebenarnya udah ngelihat hantu—”
“Nggak asyik lo, Yong! Lihat hantu nggak bilang-bilang. Kan gue mau nge-live sama mereka,” ucap Jimin sok kecewa.
Lalu Yuta mencibirnya sembari menirukan gaya bicara sok berani Jimin. Cowok itu cuma membual saja, padahal dia sebenarnya penakut.
“Kok Jisoo nggak cegukan?” tanya Bona penasaran.
Baik Jisoo maupun Taeyong, mereka saling bertukar pandang seolah merujuk salah satu di antara mereka harus menjelaskan. Melihat sikap cowok di sampingnya siap bercerita, Jisoo mengangguk singkat kemudian memberinya peluang berbicara.
“Gue belum tahu pasti tujuan dia nampakin diri—”
“Setiap setan nampakin diri harus punya tujuan, ya?” tanya Seolhyun menyela.
Taeyong mengangguk.
“Tampak tujuan, hidupnya bakalan madesu,” sahut Taehyung disertai kekehan yang langsung dibalas Seolhyun putaran bola mata malas.
“Madesu apa?” Nayeon bertanya dengan roman polosnya.
“Masa depan suram,” jawab cowok itu, “buat kita masa depannya cerah kok, tenang aja.”
“Ngardus aja terus,” cemooh Jimin.
“Kalian pada diem deh, biarin Taeyong ngejelasin si setan!” tegur Bobby dan langsung mendapatkan persetujuan dari banyak massa.
Taeyong menunggu semuanya diam sebelum menjelaskan hantu yang sempat dilihatnya barusan. “Perkiraan gue, setan ini sejenis genderuwo.”
“Anjir!”
“Kita pulang aja yuk,” rengek Sowon nyaris menangis saat ini juga. Bona yang merasa kasihan langsung merangkul demi menenangkannya.
“Terus?” Posisi Bobby sekarang makin merapat pada Bona dan Sowon, menjaga-jaga kedua cewek ini kalau tiba-tiba dikejutkan oleh sesuatu karena saat Taeyong bercerita, atmosfer sekitar mereka mendadak dingin. “Dia ngikutin kita nggak?”
“Saat ini belum,” balas Taeyong.
“Berarti masih ada kesempatan dia nyamperin kita ‘kan?” Keduanya tanpa sadar bertanya serentak. Yang mana membuat mereka; Hwasa dan Jimin, saling melempar deathglare sebelum membuang muka tak acuh.
“Bagus! Saatnya mencari si wowo,” ujar Jimin lalu menarik Taehyung dan Yuta supaya ikut dengannya mengelilingi gedung sekolah sampai si hantu bangsa genderuwo itu menampakkan dirinya.
“Kalian berempat mau ke mana?” tanya Bobby setengah berteriak dan membentak.
“Sampai ketemu di parkiran Bob!” celetuknya sudah berjalan menjauh.
Namun, Taehyung berbalik lagi demi mengajak Nayeon. Cewek itu sempat menolak berpisah sama teman-temannya apalagi pergi bersama rombongan tiga cowok yang belum ada 24 jam dia kenal.
“Kalau gitu berdua,” ujarnya tahu-tahu menarik Jisoo dan Nayeon bersamaan.
“Gue nggak mau!” Jisoo protes sambil berjuang melepas cengkraman Taehyung yang memaksa. “Lo mau pergi, pergi aja sendiri. Nggak usah ngajak kita berdua!”
“Udah sih, nurut aja. Kalau lo ikut, biar kita tahu juga kapan hantunya muncul.”
“Nggak!”
Taehyung bersikap tak acuh, lantas meminta Jimin dan Yuta ikut memaksa kedua cewek ini, sedangkan sisanya cuma memandang kepergian mereka tanpa melarangnya sekalipun.
“Perginya jangan jauh-jauh!” Bobby berteriak mengingatkan, tapi sayang kelompok itu sudah menghilang di belokan pertama.
“Terus kita, ngapain?” Karena capek juga berdiri tanpa mendapatkan hasil memuaskan, Hwasa berjongkok sambil melihat sekelilingi dengan mata tajam sembari berharap dapat menemukan sesosok makhluk tak kasat mata.
“Teman gue udah sampai nih,” kata Seolhyun tampak senang usai membaca pesan dari temannya. “Dia lagi jalan ke sini, kita tungguin aja.”
“Hm,” jawab Johnny skenanya.
Sementara Taeyong sudah berjingit ke atas demi melihat isi ruang 10 lewat jendela. Jauh dari ekspektasinya. Di dalam tampaklah bersih, nggak ada tuh sarang laba-laba menempeli jendela ataupun dinding. Menandangkan bahwa tempat ini seringkali dimasuki, barangkali petugas kebersihan, untuk berkemas layaknya ruangan itu akan dihuni sebagai kelas.
Taeyong mengernyit bingung saat memikirkannya. Lantas, untuk apa pihak sekolah membersihkannya kalau ruang 10 tidak dipakai untuk kegiatan belajar? Diamatinya sekali lagi, masih ada bangku dan meja tertata rapi pun dengan meja guru, bahkan papan tulis masih awet dan bersih.
Atensinya memindai seluruh ruang hingga matanya menangkap sesosok berseragam duduk di salah satu bangku depan. Sesosok perempuan, duduk seorang diri dengan kepala menunduk. Taeyong tidak takut mengamatinya, dan tidak akan memberitahukan apa yang dilihatnya sekarang pada teman-temannya.
Sebab sosok itu mengeluarkan aura dendam. Berbeda sekali dengan hantu pertama yang dilihatnya di koridor. Aura dendam pada hantu tersebut jelas terpancar, sedangkan hantu pertama tampak kabur sehingga membuat Taeyong mempertanyakan tujuannya menampakkan diri.
Ketika hantu perempuan itu menoleh padanya dengan kedua bola mata merah darah, Taeyong tidak langsung membuang muka justru menyisik wajahnya lamat-lamat. Harusnya dia mengajak lari temannya karena bisa juga hantu itu membalaskan dendam kepada mereka. Namun, Taeyong menyadari sesuatu kalau dia sudah terkurung di ruangan ini selamanya.
Ya, penyebab inilah mengapa suatu ruang atau rumah yang memiliki cerita mistis diharuskan untuk ditutup rapat.
DEG!
Jantung Taeyong nyaris melompat ke luar dari tempatnya tatkala mendengar jeritan perempuan. Dia menoleh cepat, disertai roman khawatir kelompoknya yang juga mendengarkan jeritan tersebut.
“Itu suara Nayeon!” pekik Hwasa bergegas lari mengikuti nalurinya.
“Eh, ayo!” Bobby pun mengajak lainnya menyusul.
Sebelum Taeyong sempat berlari, dia nyaris terjungkal jatuh ke lantai akibat dikejutkan oleh wajah menyeramkan si hantu perempuan yang menempel di kaca. Hantu itu memandangnya penuh marah sambil mengedor-edor jendela. Beruntung arwahnya yang dipenuhi naluri balas dendam terkurung selamanya di ruangan tersebut.
Taeyong segera berlari mengikuti lainnya dan berusaha mengabaikan raungan si hantu perempuan yang mengatakan, “Mati kalian, mati!”
“Nayeon!” Feeling Hwasa mengatakan kalau jeritan Nayeon berasal dari tempat ini. Dia lantas berkelilingi mencari keberadaannya yang ternyata adalah kantin sekolah. “Nayeon, lo di mana?”
“Hwasa!” Bobby muncul bersama rombongan. “Ketemu?”
“Belum,” jawabnya.
“Nayeon!” teriak Seolhyun cemas sembari mencari keberadaan temannya.
Sowon yang sudah menangis enggan menjauh dari Bona bersama Johnny menemaninya.
“Yong, coba lo cari mereka pakai cara lo deh,” kata Johnny.
“Gue nggak bisa sekarang.” Karena feeling-nya sedang merasakan sesuatu yang lain, dan Taeyong tidak bisa meninggalkan mereka berenam sekarang.
“Suruh Junkyu cari mereka. Buruan!” teriak Johnny frustasi lantaran rengekan Sowon yang berpikir teman-temannya menghilang.
“Gue dari tadi udah ngontak Junkyu tapi nggak direspon,” akunya kemudian.
“ALAH, GIMANA SIH!” Johnny mengerang lalu ikut mencari. Ya, sebagai alumni tentunya dia tahu bagaimana bentuk dari kantin sekolahnya.
“NAY!” Pekikan Hwasa kontan membuat lainnya bergegas menghampirinya. Cewek itu berhasil menemukan temannya. Dia bersembunyi di dalam ember besar yang biasanya dipakai untuk menyimpan air dalam jumlah banyak. “Eh, bantuin dong!”
Bobby sama Johnny segera menolong Nayeon ke luar dari ember. Betapa terkejutnya mereka saat merasakan sekujur tubuhnya dingin dan bergetar ketakutan.
“Ya ampun, Nay, lo kenapa?” Seolhyun jatuh terduduk di sisinya. Menggapai wajah pucatnya yang tampak linglung dan ketakutan luar biasa.
“Yang lain mana?” tanya Sowon setengah menjerit takut. Bona langsung mendekap dan menenangkannya.
“Ini gimana nih,” seru Hwasa entah mengapa pertanyaan itu cuma dilontarkan pada Taeyong yang sejak lalu cuma diam sambil mengamati. “Lo yang bisa lihat hantu, ini gimana nih teman gue?”
“Nay, yang lain mana?” tanya Bobby penuh hati-hati seraya mengenggam dan menyakinkan kalau di sini ada mereka jadi dia nggak usah takut lagi.
Nayeon menggeleng, lalu menangis dan menutup diri kepelukan Seolhyun.
“Lo mesti cari mereka pakai cara lo itu!” ujar Johnny. “Sialan! Ini gara-gara Jimin ngotot ketemu genderuwo.”
“Jangan salahin orang lain!” tegur Bona. “Kita cari dulu aja, barangkali mereka masih ada di sekitar sini.”
“Mau cari gimana? Dipisah lagi? Enggak!”
“Kalau nggak mau cari, biar gue aja cari mereka!” tandas Hwasa sudah akan pergi namun ditahan Taeyong.
“Gue bisa bantu asal kalian jangan pergi sendirian,” ujarnya.
“Buruan cari teman gue!”
Taeyong menghela napas sekadar untuk menahan diri agar tidak terlibat emosi sekarang. Dia tahu harus berbuat apa demi menemukan keempat temannya itu. Praduganya terbukti benar. Hantu yang dilihatnya pertama kali sudah membawa keempatnya ke dunianya.
Semoga saja dia tidak terlambat sampai ke sana. Mengingat waktu di antara dunia mereka amatlah berbanding terbalik.
...
“Diem, dong! Gue jadi nggak fokus ngerekam nih,” tegur Jimin terhadap Jisoo yang sejak lalu cegukan.
“Gara-gara lo, Nayeon jadi hilang kan.” Andai saja Jimin tidak terobsesi dengan rekaman hantu, temannya itu tidak tertinggal sekarang. “Lo juga!” omelnya, “lo bilang mau jagain Nayeon, tapi apa? Justru ninggalin dia.”
Taehyung yang disalahkan spontan terbeliak hendak membantah namun tak urung lantaran simpati sama Jisoo yang terus-menerus cegukan. Demi apa pun, Taehyung yakin seratus persen kalau Nayeon sejak lalu ada di sisinya, bahkan tangannya digandeng kok. Nggak tahu kenapa tiba-tiba cewek itu menghilang dengan sendirinya.
“Mending balik aja deh,” kata Yuta mulai mencurigai koridor yang mereka lewati. “Apa cuma gue yang ngerasa kalau kita jalan di tempat sama?”
“DIEM, YUT, GUE GAK KONSEN!” Jimin ini nyebelin banget. Ngomel mulu kayak emak-emak, dan bawaannya pengen ditampol aja.
Huh!
Kalau Jisoo nggak cegukan begini, dia pasti udah nampol kepala Jimin. Tapi yang perlu mereka khawatirkan adalah ada hantu yang selalu mengikuti mereka.
“Setannya mana sih, sok-sokan malu nampak di kamera,” keluhnya memandangi kamera ponsel yang tidak menangkap apa pun.
Wadaw 👀
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top