Chp 81. Luka yang Makin Parah
Aku meremehkan damage dari Daejung.
Saat aku kembali latihan siangnya, rasa nyeri itu muncul. Hanya sebentar, lalu hilang. Satu jam kemudian, sakit itu kembali menyerang. Rasa nyeri yang dideskripsikan seperti tertusuk oleh jarum halus dan muncul di salah satu area dadaku. Rasa nyeri itu memburuk kala aku bergerak atau menarik napas dalam. Pengalaman sama saat menerima hukuman quest yang gagal kuselesaikan.
Kenapa rasa sakitnya kambuhan temporal begini? Aku pikir aku hanya terkena sedikit benturan, tidak sampai separah itu.
Jangan-jangan ayunan tangan Daejung mengenai bagian penting lagi. Duh, mana aku tidak punya pengetahuan medis lagi.
Memang tidak menyakiti, hanya sesaat, dan hilang. Tapi itu mengganggu konsentrasiku dan membuat gerakanku limbung. Gara-garaku tim ini tidak bisa maju ke langkah selanjutnya karena harus menunggu perkembanganku.
Aku menatap Jinyoung yang memfokuskan diri mengerjakan koreografi bait kedua, Hong Jo yang melatih bagian rap-nya, dan Jun-oh membantu Daejung menghafal koreo.
Sementara aku? Aku baru menyelesaikan satu baris. Untunglah aku part terakhir, jadi aku tak perlu mengarang lirik panjang-panjang.
Lagu ini mengisahkan seorang penjahat yang jatuh cinta pada musuhnya lantas ingin menunjukkan cintanya menggunakan aksi. Tapi pada akhirnya mati konyol di tangan wanita itu. Aku tidak tahu hendak menulis apa karena aku bukan penulis ditambah jomblo abadi.
"Bucin membutakan semuanya," komentarku. "Kenapa kau mau jadi manusia bodoh sih? Jatuh cinta takkan membuatmu kenyang."
Lengang beberapa detik sebelum sebuah bohlam keluar dari atas kepalaku.
Benar juga! Alih-alih membuat pengakuan yang keren, lebih baik mengumpati cinta itu. Padahal tahu memiliki profesi berbahaya, tapi berani jatuh cinta sebelum melepas masa lalu. Menurutku itu tindakan tidak profesional.
Dalam istilah game, itu seperti aku yang masih level 1 'Peasant Knight', mau langsung menantang raid bos level 100. Memangnya mempan, damage sekecil kerikil pada bos yang memiliki HP tebal? Cari mati namanya.
Aku menulis lirik dengan lancar.
Hahaha! Anak siapa sih aku ini. Apa di kehidupan sebelumnya aku seorang genius?
"Kak Maehwa!" Jinyoung duduk di sebelahku. "Apa kakak sudah menyelesaikan lirik?"
"Ini lagi kutulis."
"Bagaimana menurut kakak soal ini?" Jinyoung memamerkan pola-pola koreografi terbaru. "Karena lagu kita memiliki dua lompatan beatdrop, yang pertama dengan string instrumen dan kedua techno instrumen, jadi saya rasa ada baiknya kalau kita menambah intensitas tarian pada bait kedua."
"Jangan formal begitu. Bicara senyamanmu."
"Oke!" Jinyoung mengangguk dan lanjut menjelaskan. "Pada bagian bridge, Kak Jun-oh merujuk dia yang paling tinggi di tim kita, akan membungkuk dan aku sama Kak Maehwa mengangkat Hong Jo untuk melompatinya. Kakak tahu posisi tentara yang melompati benteng musuh? Karena kakak hobi game, pasti sering main game perang-perangan."
"Aku sih tidak keberatan. Tapi apa kau sanggup? Berapa berat Park Hong Jo?"
"Katanya 51 kilogram. Aku sih 55 kilogram."
Aku syok mendengarnya. Hah? Berat badan macam apa itu? Bahkan Im Rae dulu lebih 70 kilogram. "Kalian makan teratur, kan?"
"Kami diet. Apa yang kakak harapkan? Untuk menjadi idol, kita harus menjaga makanan kita. Kalau berat kita bertambah, kita akan susah menari. Makanya seorang idol butuh manajer untuk memperhatikan ini-itu."
Terdengar berat sekali! Aku takkan kuat!
Aku menggelengkan kepala, segera menukar topik sebelum Jinyoung menanyakan beratku dan ketahuan aku tidak diet sama sekali. Tubuhku bisa bergerak ringan tanpa diet karena keuntungan sistem. Nanti aku tersudut.
"Setelah Hong Jo melompat, lalu apa?"
"Setelah itu kita mundur ke belakang dan menyediakan ruangan sendirian untuk Hong Jo menyelesaikan part-nya. Lalu ketika dia mengucapkan 'bang', kita sama-sama melakukan gerakan memukul. Wow! Bukankah itu akan terlihat keren bagi penonton?"
Aku mengelus dagu. "Itu terdengar dramatis. Tapi kenapa kau hanya memusatkan bagian Hong Jo saja? Kau juga harus memikirkan bagianmu. Jangan karena dia center, kau jadi lupa menonjolkan dirimu sendiri."
Jinyoung menggeleng kepala. "Aku tidak tahu mesti menambahkan apa lagi."
"Begini, biar aku dan Daejung saja yang mengangkat Hong Jo. Kau menunggu di depannya dan menghalang langkahnya dengan tangan seperti papan pembatas rel kereta. Di game, terkadang markas musuh memiliki dua benteng. Hong Jo akan bernyanyi sambil berpegangan pada tanganmu. Selanjutnya..."
Jinyoung menyimak saranku dengan serius. Aku juga tidak tahu kenapa ideku lancar jaya padahal tidak pernah membuat koreografi. Mungkin karena aku menyamakannya dengan game, jadi otak Im Rae ketrigger.
"Wah! Itu ide bagus, Kak Maehwa! Aku punya momentum tersendiri selagi Hong Jo juga mendapatkan sorotan."
"Aku menyukai idemu, Maehwa," celetuk Daejung entah sejak kapan ikut nimbrung.
Firasatku buruk karena harus bekerja sama dengan orang ini, tapi mau bagaimana lagi? Sub-rapper juga harus menerima bagian yang pasti. Aku tak bisa membiarkan Hong Jo mendapat semua sorotan karena dia center.
"Kalau begitu ayo latihan!"
♫♬♪
Latihan kami hari ini membaik.
Kami bisa melewati bagian intro, refrain pertama dan refrain kedua, dengan mulus dan saling sinkronisasi. Daejung tampaknya bosan menggangguku dan fokus pada tariannya.
Tidak. Aku terlalu cepat bersyukur impact.
Daejung kembali berulah saat bait kedua dimulai. Gerakan yang harusnya memukul ke depan, dia justru mengarahkan tinjunya ke lenganku. Tidak sekali, dua kali, tiga kali. Karena kami berdua berdiri di posisi belakang, tidak ada yang menyaksikan itu.
Aku terus menahannya karena Jun-oh, Hong Jo, dan Jinyoung sedang bersungguh-sungguh menari. Aku tidak bisa merusak semangat anak-anak muda yang berusaha keras.
Semua orang berhenti menari melihatku jatuh tersungkur sekali lagi ketika bagian rotate.
"Astaga, Maehwa! Maafkan aku. Ternyata rotate lebih sulit daripada yang kupikirkan," kata Daejung mengulurkan tangan. "Apalagi posisi kita berdekatan. Susah menjaga jarak."
Aku sangat ingin menghajarnya. Sungguh...!
[Tahanlah sebentar lagi.]
Layar pop-up muncul setelah sekian lama.
Aku mengatupkan rahang. Apa maksudnya? Aku harus menerima semua pelecehan ini dan menunggu sampai kapan? Lenganku yang sakit semakin parah karena dia terus memukul ke titik yang sama, Nona GM! Belum punggungku kembali nyut-nyutan karena koreografi yang bertenaga. Belum lagi dadaku sering nyeri. Bagaimana aku bertahan sampai evaluasi sementara? Bisa-bisa aku ambruk duluan.
GM tidak lagi menjawab.
Aku berdecak sebal, menerima uluran tangan Daejung. Ingin sekali kubanting dia ke lantai. Tapi baiklah, akan kutahan karena sepertinya GM sedang menyiapkan sesuatu.
"Ayo kita lakukan sekali lagi!" seru Daejung.
Tiba-tiba, Jinyoung menyentuh lengannya, tersenyum. "Ayo kita ganti posisi Kak Daejung! Biar aku dan Kak Maehwa saja yang mengangkat Hong Jo. Kakak ambil bagianku."
Aku menoleh. "Apa? Aku kan membuatkan—"
"Tidak apa, Kak," bisik Jinyoung ikhlas. "Aku baik-baik saja mendapat sorotan sedikit."
Entah apa yang dipikirkannya, kukira Daejung akan melompat senang memperoleh bagian yang dia incar, namun dia justru mendengus.
"Baiklah. Ayo kita tukar posisi, Jinyoung."
~To be continued~
Don't forget like, comment, and follow
♩✧♪●♩○♬☆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top