Chp 74. Suprise Camera: Ghost Prank!

***IDOL PLAYER***

Meski aku sudah mendapatkan motivasi, aku tidak punya ide untuk mendepak Daejung dari acara ini tanpa tahu latar belakangnya. Aku juga tak bisa tiba-tiba menghampiri PD Yihyun, lalu...

'Hai? Bagaimana jika kau mengusir Daejung?'

... Berkata seperti itu.

Andaikan Daejung memiliki aib atau apalah yang bisa membuahkan kehebohan. Astaga, bukankah itu terlalu kurang ajar? Membongkar aib seseorang demi diri sendiri. Tidak apa lah ya, kalau modelannya tak berakhlak seperti Daejung.

Apakah ada jasa rental game VR? Aku harus coba simulasi api neraka. Kalau quest ini gagal, setidaknya aku latihan sebelum pergi ke sana.

Kutatap mangkok yang berisikan mulnaeng. Aku sama sekali tidak bernafsu makan karena galau dengan masa depanku yang buruk, lebih buruk daripada hidup Im Rae yang super nyaman walau kepala mumet dengan teka-teki game.

Membuang napas lelah, aku menatap jam di dinding, pukul 18.46. Sebentar lagi event 'Suprise Camera' akan dimulai. Sebaiknya kupaksa menghabiskan makanan ini. Nanti aku tidak bertenaga dan pakai acara pingsan lagi.

"Maehwa, kenapa kau makan sendiri-sendiri?" celetuk Jun-oh, menyengir di kala aku mulai menyuap. "Hei, pipimu kenapa??"

Mengapa anak ini, Ahram, dan Kyo Rim selalu tahu keberadaanku? Menyebalkan.

"Kena tangkai shower pas mandi tadi."

"Sudah pakai salep, kan? Kenapa tidak pakai koyo? Nanti bisa infeksi karena terkontaminasi. Aduh, kau ini gegabah sekali."

Koyo? Maksudnya hansaplast? Bisa-bisanya dia pasang ekspresi pede padahal typo. Yah, dia bebas melakukan apa pun karena tidak ada kamera di kafetaria. Aku lanjut makan.

"Sekarang kacamatamu punya alasan untuk dipakai," katanya menopang dagu. "Terus terang, kau cocok memakai kacamata bulat lho. Kesannya seperti seorang gamer genius."

Ekhem! Aku diam-diam mengulum senyum.

Ada dua tipe sepuh di dunia ini. Satu, yang merendah sampai ke inti bumi. Dua, yang terbang tinggi sampai ke luar bumi. Aku adalah tipe kedua dan aku bangga dengan fakta itu.

"Ngomong-ngomong, apa kau punya pacar?" tanyanya random sambil memakan makanannya.

"Punya," jawabku cepat.

"Benarkah?? Astaga, kau tidak terlihat seperti orang yang memiliki kekasih. Aku hanya beri saran ya, lebih baik jangan membuat ikatan dengan siapa pun dulu. Penggemar takkan suka biasnya memiliki pacar, apalagi kita belum menjadi idol resmi. Nanti kau terjerat skandal. Btw, apa itu teman masa kecil? Teman sma?"

"Orang ketiga dari tanda pesawat."

Aku pergi ke kamar untuk ganti baju.

Aku tidak mengerti, mengapa Jun-oh marah sambil menangis bengek. Bukankah itu jokes lama yang sudah garing? Atau karena aku mengatakannya dengan muka dan suara datar?

Yang lebih tidak kumengerti adalah, kenapa trainee disuruh pakai baju bebas bukan seragam acara? Firasat jelekku pasti benar juga kali ini.

Ya sudahlah. Pakai hoodie kesayanganku saja.

Aku berangkat menuju aula sentral. Sepertinya aku tidak datang terakhir kali ini karena masih ada beberapa kursi yang kosong.

Tapi, aku merasa insecure. Apa aku terlalu menganggap remeh event 'Suprise Camera' ini? Lihatlah para peserta pelatihan, memakai baju layak yang bermerek. Bahkan ada yang pakai baret dan semacamnya. Mereka benar-benar memperhatikan penampilan mereka, beda denganku modal hoodie hitam lusuh murahan.

Mau bagaimana lagi? Aku bokek. Belum lagi aku tidak bisa membeli sesuatu di sistem shop. Aku hanya bisa tampil apa adanya saja. Aku harus mengatasi penyakit kanker-ku.

(Baca: kantong kering).

Aku bersedekap, menatap ruangan di depan kami. Ada papan tergantung 'Kamar Konsultasi'. Apakah tempat itu sama seperti Ruang Jurnal yang dimodifikasi lebih besar? Sepertinya para trainee akan disuruh masuk ke sana.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya semua trainee berkumpul di aula. Mentor Ise masuk ke aula sebagai pengarah.

Aku mengernyit melihatnya mencuri pandang ke arahku. Apa aku salah lihat barusan?

"Di musim-musim sebelumnya, Surprise Camera selalu diadakan. Trainee Star Pear diberi waktu sendiri untuk mencurahkan kegelisahan hatinya dan menyampaikan pesan untuk diri mereka di Kamar Konsultasi. Kalian hanya perlu mengisi Dinding Harapan dan berbicara pada kamera agar Interstellar mempedulikan kalian."

Ini bergiliran, kan? Andai aku diperbolehkan memakai ponsel, kan bisa main game seronde.

Satu per satu trainee bermasukkan. Akan tetapi, ada sesuatu yang ganjil. Aku tidak tahu apa yang terjadi di dalamnya, tapi begitu trainee keluar, wajah mereka pucat pasi. Ada yang tertawa sambil berguling-guling di lantai, ada yang membungkuk sambil tertawa dan menangis, ada juga yang menangis sepenuhnya.

Kyo Rim keluar dari Kamar Konsultasi, tertawa hingga terjungkal. Ahram dan Kangsan keluar sambil menangis. Sementara Jun-oh keluar seperti mayat hidup. Jinyong keluar malu-malu sambil mengobrol dengan kameramen.

Apa sih? Aku kan jadi penasaran!

Setelah menunggu dua trainee, akhirnya tiba giliranku. Aku semangat masuk ke dalam Kamar Konsultasi. Melihat reaksi mereka, sepertinya ada yang disembunyikan di dalam sini.

Aku melangkah ke Dinding Harapan. Inikan yang disinggung oleh Mentor Ise tadi? Kutatap sticky notes dan spidol. Aku harus menulis harapan seperti yang dilakukan anak-anak muda itu.

Tulis apa, ya? Merujuk ada kamera di atas dinding, aku harus menunjukkan keseriusanku.

AKU PASTI BISA DEBUT.

Seperti iklan di koran, singkat, padat, dan jelas. Aku tidak harus menulis panjang-panjang seperti cerpen. Selanjutnya caper ke kamera, kan?

Aku menelan ludah. Yok, bisa yok.

"Tolong dukung aku, Interstellar. Lope ini untuk kalian." Tanganku membuat hati.

Udah ah, malu. Aku menempelkan note-ku ke dinding, ingin melangkah ke sofa yang telah disediakan. Tapi tiba-tiba spidol terjatuh.

Aku memungut lantas meletakkannya ke tempatnya. Saat aku berbalik, spidol itu kembali terjatuh ke lantai, menggelinding ke kakiku. Lampu LED yang mengelilingi Dinding Harapan mendadak mati-hidup sebanyak lima kali.

Virtual Room-Break lagi? Tapi lampu di pintu masuk masih baik-baik saja kok! Lagi pula, kameramennya tidak menghilang. Intinya...

Apa-apaan suasana klasik film horor ini?

Aku kembali meletakkan spidolnya dengan cepat. Selangkah, aku berbalik memeriksanya. Aman. Spidol itu masih ada di sana. Dua langkah, aku menoleh lagi memeriksanya. Masih aman.

Tidak mau dipermainkan oleh kamera tersembunyi, aku pun berjalan mundur ke sofa sambil terus menatap lekat-lekat spidol itu.

Untungnya itu tidak terjatuh lagi ketika aku duduk di sofa. Awas saja kalau sampai jatuh, akan kupatahkan spidol lucknut itu.

"Tolong katakan sesuatu," ucap kameramen.

"Pak, berapa gaji seorang kameramen?" Aku malah balik bertanya. Pria itu kebingungan.

"Aku menjadi idol untuk mendapatkan uang. Sebenarnya aku sangat menyukai game, tapi sudah terlambat untuk menjadi Game Streamer. Saingan channel terlalu banyak. Aku tidak punya ide konten selain sebagai pemandu game. Hanya kemampuan menyanyiku yang tersisa untuk mencari uang. Apakah bapak pernah menghitung pengeluaran harian? Apalagi aku tinggal di motel. Belum lagi makanan dan tagihan ini-itu..."

Tirai di belakang sofa terbuka. Tok, tok, tok! Seseorang menepuk punggung sofa.

Aku menoleh. Seorang staf yang berdandan menjadi hantu, melompat mengagetkanku.

Aku kembali menatap kameramen, fokus curhat.

"Biaya motel 80.000 won dalam seminggu! Itu yang paling murah. Aku juga harus melaundry baju dan beli makanan yang tidak mahal..."

Sebentar. Otakku loading. Apa itu tadi?

Aku kembali menoleh. Staf yang pura-pura jadi hantu itu masih berdiri di sana. Aku langsung beranjak bangkit, membungkuk.

"Annyeong haseyo! Maaf, saya tidak menyadari ada anda. Anda baik-baik saja?"

Para kameramen mendesah kecewa. Padahal mereka puas dengan reaksi trainee sejauh ini sesuai dengan ekspetasi mereka. Dan itu tidak berlaku pada orang satu ini.

Aku menggaruk kepala bingung (sering main game horor, terlalu menghayati curhatan).

Jadi, Suprise Camera itu Ghost Prank?

♩✧♪●♩○♬☆


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top