Chp 177. Cuti Terakhir

Pengumuman berakhir pukul setengah sebelas dan trainee hanya mendapatkan cuti selama tiga hari. Kurang asem! Itu sangat singkat, bahkan tidak cukup melepas lelah dari Misi Produksi.

Trainee meninggalkan ruangan dengan perasaan campur aduk. Ada yang kecapekan, ada yang menguap ngantuk, ada yang segera meluncur ke kamar, ada yang masih sedih teman-temannya tersingkirkan, ada juga yang nongkrong di mesin minuman sambil membicarakan pengumuman Yihyun soal episode sebelas yang akan rilis dengan cepat.

Maehwa selesai packing, menatap jam dinding.

Karena dia tidak jadi gugur, tidak jadi berangkat ke alam baka, haruskah dia pergi ke tempat Dain lalu mabuk-mabukan? Tapi dari tadi Dain tidak membalas pesannya. Sepertinya dia punya pasien.

"Kau masih marah denganku, Maeh?"

Pria itu terkejut bukan main mendengar bisikan pelan Haedal yang menunggunya keluar dari gedung asrama, spontan melempar tasnya ke muka Haedal. Usai menyadari bahwa dia menghantam manusia, Maehwa mengembuskan napas jengkel.

"Apa yang kau lakukan? Aku kaget tahu."

"Kau nggak minta maaf gitu menghajar wajah tampanku?" tuntut Haedal, menunjuk wajahnya yang kemerahan dengan percaya diri.

Secara teknis, Maehwa tidak bersalah di sini. Haedal lah yang mengagetkannya pertama. Dia mungkin terbiasa dengan jumpscare hantu di film horor, tapi ini beda cerita. Maehwa pikir itu stalker tadi.

"Untung bukan ulu hatimu yang kutinju," ketus Maehwa melengos pergi, mendekap erat Cooki. Hadiah dari olimpiade olahraga Scarlet.

Haedal buru-buru mengejar langkah Maehwa. "Hei, ayolah! Aku baru saja mengorbankan diriku agar kau bertahan di acara! Nggak ada ucapan terima kasih, traktiran, atau apa kek gitu?"

"Kau menyamar dan menukar kartu yang kutulis dengan namamu. Sopankah begitu? Aku pasti terlihat seperti orang bodoh, bukan?"

Haedal memotong langkah Maehwa membuatnya mau tak mau berhenti berjalan. "Aku serius saat bilang menginginkanmu untuk debut, Maeh. Nggak ada kedok lain sumpah! Kau punya potensi besar."

Maehwa mengembuskan napas panjang. Jika Haedal sebegitunya demi melihat dia debut, maka dia tidak punya pilihan selain melunak. Haedal mungkin orang kedua setelah Jun-oh yang membuka hati Maehwa untuk mempercayai orang lain. Bahkan di industri busuk ini masih ada orang yang berhati baik.

"Jadi, apa yang kau inginkan? Asal kau tahu saja, aku ini gembel. Jangan minta yang mahal-mahal."

Haedal tersenyum penuh kemenangan. "Ayo kita makan daging dan minum soju sepuasnya! Aku bercanda soal traktir. Biar aku yang bayarin."

"Sungguh? Aku merasa tidak enak."

"Oh, kau meremehkanku?" Haedal menyunggingkan senyuman misterius. Tangannya mengeluarkan sebuah kartu hitam. "Apa ini menjawab pertanyaanmu?"

Maehwa menelan ludah. Dia... punya black card?! Sial, siapa pria ini sebenarnya? Jelas dia bukan dari keluarga biasa. Jangan-jangan alasan dia mau mundur dari acara tanpa beban adalah...

"Yang sedang kau pikirkan itu benar. Aku nggak begitu ingin jadi idola karena aku ini pewaris."

"Dasar bedebah. Jadi kau anak tajir melintir? Kembalikan rasa simpatiku, sialan."

Haedal cengengesan tanpa dosa, merangkul bahu Maehwa yang masih berdecak. "Ayo pergi makan daging! Malam-malam ini enaknya makan daging sapi panggang sambil minum alkohol!"

"Sepertinya kalian mau bersenang-senang. Apa kalian keberatan jika kami bergabung?"

Haedal berhenti menggoda Maehwa yang badmood, menatap ke depan. Tampak Kyo Rim, Jun-oh, dan Eugeum mendengar obrolan kecil mereka. Geng seumuran saling berkumpul dan minum-minum bersama. Ini situasi yang sangat menarik.

"Tentu saja tidak. Ayo pergi bareng!"

*

Baru dua teguk, Eugeum telah pingsan. Maehwa menatapnya dengan ekspresi tak percaya. Apa-apaan? Dia bukan tipe yang kuat minum rupanya. Lalu kenapa dia sok-sokan menyertakan diri coba.

Sebenarnya Maehwa juga akan tepar karena itu tubuh anak muda, bukan tubuh lamanya. Tapi karena keseringan minum alkohol saat ngegame, lambat laun tubuhnya mulai beradaptasi. Dia tidak ambruk saat putaran ketiga. Masih bertahan.

"Masih sulit dipercaya aku sampai di final," kata Kyo Rim meminum gelas yang kelima. Pipinya sudah mulai memerah. "Rasanya nasibku akan berakhir jika Maehwa tidak melakukan apa pun."

Maehwa menyimak sambil mengunyah daging. Karena ini sudah jam sebelas malam, restoran tersebut hanya dikunjungi oleh pria kantoran yang pulang telat. Tidak ada wanita atau remaja yang menjerit karena melihat anak-anak Star Peak berpesta.

Jun-oh menyengir. "Bukankah enak satu tim dengan Maeh? Adikku itu sangat cermat, bukan?"

Haedal mengangguk-angguk semangat. "Rasanya dia ngecarry kita semua. Apa karena Maeh gamer makanya dia terbiasa menggendong timnya ya?"

"Itu tidak benar. Kalian juga banyak membantuku." Maehwa menggeleng tegas, mengambil daging ketiga yang telah matang, melipat sayur selada dengan rapi sebelum melahapnya. Lapar berat.

"Kalian mah enak pernah setim dengan Maeh... Hik!" igau Eugeum dengan mata setengah terbuka setengah tertutup, cegukan. Entah masih sadar atau tidak. "Aku juga ingin sekali saja setim dengannya. Yang di Misi Konsep, aku sangat menyesali Maehwa ditendang keluar oleh Dongmoon bajingan itu."

Jun-oh terkikik, menusuk-nusuk pipi Maehwa menggunakan sumpit. "Kau populer ya, Maeh. Ada banyak yang ingin satu tim denganmu."

"Tentu saja! Maeh itu penilai yang bijak!"

Dari tadi... bajingan-bajingan ini terus membicarakan dirinya. Maehwa begini lah, Maehwa begitu lah. Menjengkelkan! Dia tidak bisa konsentrasi makan karena terus mendengar namanya disebut melulu.

"Omong-omong episode sebelas akan diunggah lusa depan. Apa kau mau nobar, Maeh? Yihyun bilang ada pengumuman penting di akhir episode. Pastikan kau harus menontonnya sampai habis."

Maehwa tertawa datar. Sepertinya Jun-oh tahu kalau dia jarang menonton episode-episode yang dikeluarkan Star Peak sampai tuntas. Paling sebatas membaca komentar Interstellar.

Malam semakin larut. Lima botol alkohol sudah tandas. Semua daging telah berada di perut. Kyo Rim dan Jun-oh ambruk menyusul Eugeum, menyisakan Maehwa dan Haedal yang sibuk memandangi langit berbulan dan berbintang.

"Kurasa ini saatnya mengucapkan selamat tinggal."

"Jangan lebay begitu. Nanti kuhajar kau."

Haedal terkekeh, menepuk-nepuk lengan Maehwa. "Sekali lagi, kau harus debut. Oke? Lalu Maeh, bisakah kau memakai veil yang kau gunakan saat kita manggung untuk terakhir kalinya?"

Maehwa mengernyit. "Untuk apa?"

"Sebenarnya kakakku menggemarimu. Dia pasti histeris melihatmu berpenampilan seperti bayi polos."

Tanpa pikir panjang, Maehwa melempar sumpit di tangannya ke kepala Haedal yang sigap menghindari. Sial! Sumpit itu mengenai kepala Eugeum.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top