Chp 175. Maafkan Aku Danyi

"Hah, apa yang harus kulakukan?"

Maehwa menatap kertas kosong yang diberikan kru produksi untuk menulis nama trainee yang akan dia singkirkan. Parahnya, para pemenang individu hanya diberi waktu 20 menit berpikir matang.

Apa yang dipikirkan Caterina sih? Mengusir seseorang dari acara melalui orang yang mendapat suara tertinggi, itu kan terlalu kejam. Baik dari pihak memilih dan pihak yang terpilih.

Oh, apa ini karena sudah di paruh akhir acara makanya membuang trainee gagal dan menyisakan yang berguna saja? Idealisme wanita oportunis satu itu tidak bisa dimengerti oleh Maehwa.

Ini lebih sulit daripada memikirkan strategi untuk menang melawan musuh. Mengorbankan tank atau fighter. Peran mereka berdua sama-sama penting. Tanpa tank, kita tidak bisa memulai war. Tank juga memberi kita perlindungan. Tapi tanpa fighter, kita tidak memiliki petarung garis depan.

Selagi bergelut dengan pikirannya, samar-samar mendengar suara yang familiar dari kejauhan. Dia berdiri, menatap ke jendela. Di antara penonton yang bubar, tampak Yeosu tengah berpelukan dengan ayahnya. Mereka sepertinya baru bertemu karena arus kerumunan penonton yang ramai.

"Mereka sudah baikan, ya? Syukurlah."

Ada dua ikatan yang diperbaiki malam ini. Jika saja suasananya baik, Maehwa akan ikut senang untuk mereka. Tapi dengan pilihan penghancur mimpi di tangannya, mau tak mau Maehwa merasa murung. Malam ini mungkin hari terakhir Yeosu menontonnya.

Coba pikirkan. Mereka sudah bekerja sebagai tim selama dua minggu. Lalu tiba-tiba salah satu dari mereka akan mendepak temannya sendiri dari acara seolah habis manis sepah dibuang.

Baru rasanya beberapa menit lalu Maehwa dan rekan timnya bersorak senang bisa menang, kini dia disuguhi tugas berat. Pekerjaan memilih.

Jadi apa artinya juara satu itu?

Kyo Rim mengakui kesalahannya dengan melakukan revisi lagu sungguh-sungguh. Dowoo dan Lantern juga melakukan tugas mereka dengan sepenuh hati. Lalu Haedal memperhatikan rekannya dan membantu kala ada yang mengalami kesulitan.

Ayolah, masa Maehwa tega mengusir salah seorang dari mereka yang tulus ingin menjadi idola? Mereka sangat pengertian, memberi kenyamanan padanya.

Saat sibuk menimang-nimang, sepuluh menit berlalu begitu saja. Maehwa berhenti menatap atap ruangan, mengambil spidol. Dia sudah menetapkan keputusan. Bukankah ini pilihan yang sangat mudah?

"Apa yang kau lakukan?!" Danyi menahan lengan Maehwa yang ingin menulis namanya sendiri.

"Njir kaget! Jangan tiba-tiba muncul kayak gitu!"

"Kau barusan, apa kau berniat melenyapkan diri sendiri? Apa kau sudah gila? Kau sudah sejauh ini!"

Maehwa mengusap leher belakang. Padahal dia mau diam-diam saja, tapi dia lupa si Danyi merepotkan ini sudah punya wujud manusia dan bisa muncul mendadak kapan saja dia mau berubah.

Mengenai pertanyaan Danyi barusan, entahlah Maehwa harus menjawab apa. Danyi ingin dia menulis nama rekan timnya demi menyelamatkan diri sendiri? Bertahan setelah membuang teman yang latihan dan tampil bersama, mana sudi Maehwa melakukannya.

"Tak ada jalan lain. Lebih baik aku yang mundur."

"Mereka memiliki kesempatan mengulang di masa depan! Sedangkan kau, jika kau menyerah sekarang, hanya kematian yang menunggumu."

"Lalu kau ingin aku membunuh impian anak-anak muda itu? Aku bukan pria dewasa yang jahat. Ini adalah cita-cita mereka. Mimpi mereka. Aku takkan merenggutnya hanya demi kelangsungan hidupku."

Maehwa selesai menulis namanya, beranjak bangkit. Lagipula sejak awal dia memang sudah mati. Dia menganggap beberapa bulan ini adalah tambahan nyawa. Tidak ada yang patut disesali.

"Maafkan aku, Danyi. Aku tidak punya pilihan."

Keputusan Maehwa sudah bulat. Dia bergerak menuju petugas magang yang memegang kotak pengumpulan kartu pengusiran. Maehwa mengernyit melihat pria itu berbeda dari yang sebelumnya. Dia sedikit lebih tinggi dan memakai masker serta topi.

Tapi ya sudahlah. Maehwa mengedikkan bahu, memasukkan kartu di tangannya tanpa ragu-ragu seakan mundur taktis hanya masalah sepele.

Ketika dia melewati toilet, tampak sosok Kangsan mondar-mandir panik menunggu seseorang. Dia tersenyum cerah begitu melihat Maehwa, segera menyusulnya. Hal itu bertepatan dengan keluarnya seseorang dari toilet, melangkah ke petugas yang memegang kotak nama trainee yang akan tersingkir.

"Terima kasih sudah menggantikanku," katanya.

"Kak Maeh! Tolonglah Kak Ha-yoon!"

Dua orang berbicara serentak membuat Maehwa kebingungan. Kalimat mereka saling berdempetan. Tapi dia memprioritaskan Kangsan yang terlihat sangat takut. Padahal tidak ada trainee yang boleh mendatangi para pemenang individu. Kangsan sampai diam-diam menemuinya, pasti ini penting sekali.

Maehwa menghela napas. "Tenanglah dulu. Coba bicara pelan-pelan. Akan kudengarkan."

Kangsan menggeleng, langsung menggeret Maehwa ke tempat Ha-yoon berada. Mungkin memperlihatkan secara langsung lebih cepat daripada bercerita. Tidak ada waktu untuk menjelaskannya.

Benar saja dugaan Kangsan. Tampak Ha-yoon keluar dari kamar sambil membawa kertas pengusiran. Untung dia berhasil membawa Maehwa.

"Kak Maeh, tolong cegah dia mengundurkan diri!"

Sebentar, apa yang terjadi di sini sih? Di sisi kanan Maehwa ada Kangsan yang memohon untuk membujuk Ha-yoon, di sisi kiri Maehwa ada Ha-yoon yang tidak senang Kangsan datang bersamanya.

"Omong kosong apa ini, Kangsan? Harusnya kau senang salah satu rivalmu mundur sukarela. Bukan malah mempertahankannya. Kau tak ingin debut?"

"Tutup mulutmu, Kak. Kau pikir aku akan menyukai keputusanmu yang sepihak itu?"

Oh, sepertinya Maehwa mulai paham apa yang terjadi. Ha-yoon menulis namanya sendiri, bertekad keluar dari acara. Tapi Kangsan melarangnya.

"Kak Maeh, dia sangat mencintai impiannya. Aku bisa melihatnya bekerja dengan sangat keras dalam evaluasi ini. Bagaimana mungkin orang berdedikasi tinggi dalam dunia idol tiba-tiba mengundurkan diri kalau bukan terlibat suatu masalah pelik?"

"Kangsan! Kau melewati batas—"

Maehwa menahan lengan Ha-yoon yang ingin menarik Kangsan supaya berhenti mengadu, memperhatikan perban membaluti pergelangan tangannya. Ada yang tidak beres di sini. Mata Maehwa menyipit, menekan perban tersebut. Alhasil Ha-yoon meringis kesakitan.

"Kau, apa kau berusaha bunuh diri?"

Sial. Pada akhirnya terjadi juga. Dia sudah tahu kalau anak ini ada masalah sebelum evaluasi konsep. Masalah apa yang Ha-yoon hadapi sampai dia berpikir untuk mengakhiri nyawanya? Mungkinkah dia tampil sempurna malam ini karena  itu akan menjadi perfomance terakhirnya sebelum bunuh diri?

Maehwa mengepalkan tangan. "Jangan bermain-main dengan kematian. Kau ini masih muda. Apa kau tidak peduli dengan keluarga yang kau tinggalkan nanti?"

Ha-yoon menarik lengannya. "Bukan urusanmu. Aku hanya... lelah dengan semuanya..."

"Kau hanya sedang tidak berpikir jernih."

Bukankah urusan ini menjadi kapiran? Maehwa sudah dipusingkan dengan nasibnya setelah keluar dari Star Peak, menyiapkan mental untuk mati sekali lagi. Sekarang dia ikut campur ke permasalahan Ha-yoon.

Alasan Kangsan membawa Maehwa untuk menghentikan tindakan bodoh Ha-yoon karena pria itu memiliki aura orang dewasa. Kangsan merasa Maehwa bisa menyelesaikan urusan ini. Kangsan sudah berusaha menyakinkan Ha-yoon, tapi dia kepala batu. Jangankan mendengarkan, Ha-yoon bahkan mengusir Kangsan agar tidak dekat-dekat dengannya.

Maehwa menyeka pipi, mengusap pundak Ha-yoon. "Aku akan membantumu. Apa pun itu, aku akan menolongmu menemukan jalan keluar. Jangan menghadapinya sendirian. Kau akan kewalahan. Jangan coba-coba juga menyakiti diri sendiri. Kau takkan mendapatkan apa pun sekali rasa sakit. Dan jangan mengorbankan impianmu karena seseorang."

Ha-yoon tidak menjawab. Hanya menangis tanpa suara. Kangsan jongkok di sebelahnya, menghibur leader tim Melon Honey itu. Mengajak Maehwa ke sana memang pilihan tepat. Dia sangat rasional.

Ah, gawat. Tanpa sadar Maehwa terbawa suasana dan mengiyakannya. Bagaimana cara dia membantu di saat dia akan keluar? Maehwa mesti meminta Danyi untuk menunda kematiannya selama beberapa hari.

"Peserta pelatihan, silakan berkumpul di pusat pelatihan. Saya ulangi sekali lagi, peserta pelatihan diharap segera berkumpul di pusat pelatihan."

Suara dari interkom terdengar. Waktu habis.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top