❄️1. Lelaki Terbaik❄️
بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم
.
.
.
.
Selamat Membaca
Awan tebal mulai menggumpal hingga menimbulkan warna gelap di atas sana. Sedikit demi sedikit langit pun memuntahkan apa yang sudah dia tahan sejak tadi.
Orang-orang mulai berlarian ke sana kemari mencari tempat untuk berteduh.
Hal yang sama pun dilakukan oleh perempuan yang masih mengenakan seragam putih abu-abu. Bersama seorang lelaki dia ikut berteduh di halte bis.
Cuaca pun mulai tidak bersahabat, angin kencang mulai menggoyangkan pepohonan di pinggir jalan. Membuat orang-orang sedikit khawatir jika terjadi badai besar yang tentu berujung malapetaka.
Jelita sedikit meringkuk, memeluk tubuhnya saat angin yang berhembus terasa menusuk hingga ke dalam tulang. Lelaki yang ada di sampingnya pun menoleh. Sadar bahwa sang kekasih kini tengah kedinginan.
Dia membuka jaket yang membalut tubuhnya dan mengenakkan di tubuh Jelita yang kecil.
Perlakuan itu tentu membuat Jelita sedikit kaget dan canggung.
"Ren, kenapa jaketnya kamu lepas?"
"Aku tau kamu pasti kedinginan. Jadi aku nggak mau kamu sakit."
"Enggak apa-apa. Kalau kamu kasih ke aku, kamu nanti yang sakit."
"Jangan bantah, Sayang. Aku tau, fisik kamu itu lemah. Kamu gampang sakit. Kalau kamu sakit nggak ada yang urus kamu."
Jelita diam sejenak. Apa yang dikatakan Reno memang benar adanya. Jangankan sakit, dia pulang terlambat saja tidak ada orang yang peduli pada dirinya. Sejak kecil Jelita seakan hidup sendiri.
"Aku minta maaf ya, Jelita. Andai aja motor aku nggak rusak, pasti aku bisa antar kamu ke rumah lebih cepat. Jadi kamu nggak akan ikut kejebak hujan kayak sekarang."
"Reno, nggak usah minta maaf gitu. Biasa aja, kali. Lagipula seru tau kalau kejebak hujan."
"Kenapa malah seru?"
"Ya lebih seru aja kejebak hujan di luar dari pada diam di rumah yang bisanya bikin bosan doang."
Reno menganggukkan kepalanya. Dia langsung paham apa yang dimaksud oleh Jelita. Dia sudah begitu lama mengenal Jelita, menjalin hubungan yang hampir tiga tahun lamanya.
Meskipun sudah tahu bagaimana latar belakang hidup Jelita, Reno sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu. Bagi Reno, membahagiakan Jelita adalah satu hal yang harus dia wujudkan.
Mungkin Jelita gagal diratukan oleh ayahnya yang seharusnya menjadi cinta pertamanya. Tapi, Reno berjanji akan menjadikan Jelita ratu dalam hidupnya. Tidak akan membiarkan Jelita sendirian apa pun yang terjadi.
Reno tahu bahwa hubungannya dengan Jelita tidak akan berjalan mulus seperti kebanyakan pasangan lainnya yang begitu mudah mendapatkan restu. Namun Reno berjanji akan terus meyakinkan ibunya bahwa Jelita pantas untuk dibahagiakan.
Detik berikutnya tiba-tiba Jelita merasa kerudungnya ditarik dengan kencang dari arah belakang, hampir saja membuat Jelita jatuh telentang dibuatnya.
Jelita mengerutkan keningnya, dia tidak mengenal perempuan itu, tapi kenapa tiba-tiba malah menyakitinya seperti ini?
"Mbak, apa-apa ini. Kenapa Mbak malah narik kerudung pacar saya kayak gini?" tanya Reno yang bingung. Saking kuatnya tarikan itu buat kerudung yang Jelita kenakan nyaris lepas, karena sudah memperlihatkan setengah rambutnya.
"Kenapa?" Perempuan asing itu malah tertawa sarkas. Beberapa orang yang menyaksikan hanya memandang mereka bingung.
"Dia ini nggak pantas pakai kerudung. Anak haram kok pakai kerudung, buat apaan? Pansos?" Katanya dengan telak. Membuat Jelita termati kutu. Padahal dia sudah sering mendengar kalimat ini, tapi nyatanya setiap kali mendengar tetap membuat hati Jelita terasa sakit.
"Mbak!"
"Diam kamu, saya nggak ada urusan sama kamu. Urusan saya hanya dengan anak muncikari ini! Kamu tau? Ayah kamu sudah menghancurkan masa depan adik saya! Dia sudah menjual adik saya hanya karena kami tidak sanggup membayar hutang dengan ayah kamu yang bejat itu! Sekarang dia malah melarang aku untuk menemui adikku! Di mana hati nurani ayah kamu yang biadab itu?" Kedua matanya berapi-api menatap Jelita. Penuh emosi seakan ingin menghabisi nyawa Jelita. Seolah dengan begitu dia bisa melepas rasa sakit hatinya itu.
"Apa kamu nggak malu berpenampilan seperti ini, oh karena tuntutan sekolah ya makanya kamu memakai kerudung. Kenapa kamu nggak pindah sekolah aja? Masih banyak kok sekolah yang nggak mengharuskan siswinya pakai kerudung. Kerudung itu haram untuk orang seperti kamu. Karena uang yang kamu jadikan untuk keperluan sekolah kamu juga pasti uang haram kan?"
Reno yang sudah menganggap bahwa perlakuan perempuan itu di luar batas memilih untuk menarik tangan Jelita. Tidak peduli hujan deras yang mengguyur tubuh keduanya. Yang jelas Reno ingin membawa sang kekasih meninggalkan tempat itu.
Tangisan Jelita semakin mengencang, langkah Reno terhenti dan melirik Jelita yang ada di sampingnya. Reno sangat mencintainya, sampai kapan pun dia akan berusaha semampunya untuk melindungi Jelita.
"Mereka benar, buat apa aku pakai kerudung." Kata Jelita ditengah guruyan air hujan. Gemuruh menjalar ke sana ke mari seperti mewakili perasaan Jelita saat ini.
Tidak ada yang bisa Jelita katakan saat ini selain memeluk Jelita. Hatinya ikut teriris melihat penderitaan Jelita yang tak berkesudahan.
Seandainya dia punya ruang untuk membawa Jelita pergi ke tempat lain, dia akan lakukan itu. Memberikan Jelita kebahagiaan hingga dia pun lupa bagaimana pedihnya penderitaan.
"Jangan dengerin omongan mereka, Jelita. Ingat, sekalipun seluruh dunia membenci kamu, aku pastikan aku satu-satunya manusia yang akan selalu ada untuk mencintai kamu. Aku satu-satunya manusia yang tidak akan pernah membenci kamu. Aku pastikan semua orang yang membenci kamu, iri karena kamu punya aku."
Reno mengusap puncak kepala Jelita. Menangkup kedua pipi putih perempuan itu. Sampai detik ini dia pun juga tidak mengerti kenapa perempuan seperti Jelita harus terlahir dari keluarga yang seperti itu.
Rasanya perempuan sebaik Jelita tidak pantas berada di tengah-tengah keluarga yang berantakan.
"Makasih ya, Ren. Makasih karena kamu selalu berusaha bikin aku tenang. Makasih karena di saat semua orang benci sama aku, kamu selalu jadi orang yang satu-satunya berusaha meyakinkan aku kalau aku berharga buat kamu."
Dengan deraian air mata yang sudah diselimuti air hujan, Jelita memeluk tubuh Reno dengan sangat erat. Hanya lelaki ini yang dia miliki, hanya dia satu-satunya manusia yang masih memanusiakan dirinya. Jelita berharap semoga Tuhan tidak pernah membiarkan Reno pergi dari hidupnya.
"Aku anterin kamu pulang, jangan nangis lagi. Seorang Jelita punya mantra ajaib. Coba, aku mau dengar mantra ajaibnya."
"Namaku Jelita, aku perempuan hebat, kuat dan sangat beruntung memiliki kekasih yang bernama Reno. Nggak ada yang bisa jatuhin aku, karena Reno selalu nguatin aku dan Allah selalu bersamaku."
Lengkungan manis tercipta di bibir Reno. Dia mengusap kembali puncak kepala Jelita. Merangkulnya dan kembali melanjutkan perjalanan. Tidak peduli sederas apa hujan membasahi tubuh mereka.
Jelita mengambil foto perempuan paruh baya yang terpajang di atas nakas tepat di samping tempat tidurnya.
Jelita menatapnya dengan mata yang penuh kerinduan. Semenjak sang nenek tiada Jelita hanya hidup sendirian di dunia ini.
Sebetulnya dia tidak ingin terlahir dalam keluarga yang seperti ini. Memiliki ibu dan ayah yang dibenci oleh banyak orang.
Jelita terlahir dari sebuah kesalahan. Anak dari hasil perzinaan yang membuatnya harus menanggung kesalahan kedua orangtuanya.
Ibunya pernah mengatakan bahwa saat di dalam kandungan dia sudah berusaha untuk menghabisi nyawa Jelita. Melakukan berbagai cara agar janin itu tidak berkembang. Tapi nyatanya takdir berkata lain, Jelita tetap tumbuh di dalam rahim ibunya hingga harus lahir ke dunia.
Saat lahir pun dia tidak pernah disentuh oleh sang ibu. Jika tidak ada neneknya, mungkin dia tidak akan bisa hidup. Sang nenek merawatnya dengan penuh cinta, hingga saat dia berusia lima tahun sang nenek harus meninggal dunia. Saat itu Jelita kehilangan dunianya. Karena yang selalu ada untuknya hanyalah sang nenek. Sejak saat itu pula, Jelita tidak pernah bahagia lagi.
Ibunya selalu saja menjadi perusak rumah tangga orang lain. Sementara ayahnya terlalu sibuk dengan bisnis yang haramnya. Mempekerjakan perempuan penghibur dan terkadang suka berfoya-foya menikmati tubuh para perempuan.
"Nek, aku kangen banget sama nenek. Udah dua belas tahun nenek ninggalin aku. Kadang aku mikir, kenapa sih harus nenek yang pergi, kenapa bukan aku aja." Kata Jelita dengan suara serak.
"Nek, mama sama papa masih belum berubah. Mereka nggak pernah mau tobat, Nek. Bahkan beberapa waktu ini aku dengar mereka mau berpisah. Aku harus apa, Nek? Aku udah berusaha untuk cegah agar mereka nggak pisah. Tapi setiap kali aku kasih pendapat papa selalu pukul aku."
Dada Jelita semakin terasa sesak.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top