Dua: Di Antara Tukang Ketoprak dan Samurai

Reuni angkatan 42 SMANSA JUARA yang bertempat di sebuah kafe bernuansa rumah di bilangan Jakarta Selatan tampak amat ramai. Dari 350 siswa yang terdaftar saat mereka masih berstatus pelajar, lebih dari separuhnya datang. Bagi penyelenggara, hal itu tentu saja sebuah prestasi membanggakan mengingat saat ini, sepuluh tahun usai mereka tamat, tidak semua alumni berdomisili di Jakarta maupun pulau Jawa. Lebih menyenangkan lagi ketika mereka berkumpul, tidak sedikit dari para alumni telah menjadi orang sukses. Salah satu contoh nyata adalah seorang artis dangdut yang meskipun mengaku sudah berhenti berkarir dengan alasan ingin menjadi pegawai kantoran, kehadirannya tetap menjadi sorotan di antara teman-teman sekolahnya.

"Nggak nyangka Linda jadi artis."

"Nggak lagi, woi." Melinda protes saat beberapa teman masih memandanginya kagum. Ia bahkan salah tingkah ketika satu-dua dari mereka meminta tanda tangan yang walaupun ia tolak dengan halus, pada akhirnya tetap ia beri.

Selain para penggemar, beberapa laki-laki sebaya yang mengenal Melinda dan Ghianna yang duduk bersebelahan tidak ragu memanggil mereka sesuai dengan nama kelompok tiga orang sahabat itu, GeLiSah, Geli-geli Basah alias Egi dari panggilan Ghianna, Linda dari penggalan nama Melinda, dan terakhir tentu saja Sakura.

Sayangnya, satu orang personil yang sejak beberapa hari lalu berjanji akan hadir sampai separuh acara berlangsung tidak kunjung tiba. Padahal, Ghianna sudah mencoba menelepon, tetapi ponsel Sakura tidak aktif.

"Masih di pesawat, kali." Melinda mencoba memberi pencerahan saat Ghianna sudah mulai gusar. Wanita bertubuh sedikit montok dengan tatanan rambut digelung hingga menampakkan lehernya yang putih itu hanya bisa berdecak.

"Pesawatnya udah sampai tadi siang, Lin. Aca aja kayaknya nggak ngaktifin hape. Dia lupa apa gimana, nggak tahu."

Linda mengangkat bahu, lalu memusatkan perhatiannya ke arah panggung saat ketua panitia sedang berbincang-bincang dengan salah satu alumni yang menjadi seorang staf ahli salah seorang anggota dewan dan dia membagikan pengalamannya dari atas panggung.

"Pak Ketua, dari SMA nggak berubah, ya? Masih ganteng." Melinda berseloroh. Ia kemudian meraih segelas air sirup. Sesekali kepalanya terjulur ke arah pintu luar kafe, berharap Sakura akan muncul dan mereka berpelukan histeris.

"Ganteng tapi nyebelin. Coba kalau nggak berengsek, anaknya pasti udah tiga." Ghianna menjawab dengan bibir mengerucut seolah-olah kelakuan pria yang mereka sebut ketua itu adalah perbuatan yang tidak termaafkan.

Setali tiga uang, Melinda sang artis dangdut mengangguk setuju. "Terus kita jadi pengasuh anak mereka."

Helaan napas terdengar dari bibir berpoles gincu merah muda Ghianna. Membicarakan masa lalu tidak akan lepas dari sosok yang hingga saat ini belum juga terlihat batang hidungnya, entah di mana sekarang. Dia sedikit frustrasi memandangi ponselnya yang dari tadi sunyi senyap.

Sedetik kemudian, benda itu berbunyi nyaring, membuat perhatian separuh peserta terarah kepadanya. Buru-buru, Ghianna mengangkat panggilan sambil memasang wajah menyesal pada tiap kepala yang memandangi wajahnya. Lantaran pembicaraan di atas panggung diinterupsi, lalu menutup telinga saat suara MC mulai bicara lagi.

"Ca? Ca, elo di mana, beib? Udah mulai dari tadi, tahu!"

"Bentar lagi. Sekarang masih di lampu merah. Sopirnya udah kusuruh ngebut. Tadi HP-ku habis baterai. Numpang nge-charge bentar, baru jalan lagi."

Ghianna bersyukur keadaan Sakura baik-baik saja. Suara wanita itu tampak penuh energi, berbeda dari biasanya saat ia sedang terlalu lelah. Kondisi Sakura tidak pernah baik apabila ia lelah berlebihan.

"Langsung ke sini aja, ya, Ca. Lo tahu, kan, gedungnya? Banyak lampion, kelihatan dari jalan. Buruan ke sini. Lagi puncak acara, nih." Suara Ghianna teredam saat MC ternyata mendekat ke arah mereka berdua.

Tepukan bergemuruh karena tidak lama kemudian, sebuah mikrofon terarah kepada Melinda yang masih asyik dengan sirup dan memandangi Ghianna yang bertelepon. Mantan artis itu langsung terbelalak dan menolak uluran mikrofon.

"Ini maksudnya apa?" Alisnya berkerut, sedangkan Ghianna tampak tidak memedulikannya.

"Nyanyi, dong. Kapan lagi ada artis mau nyanyi di acara reuni? Nyanyi, ya. Ini mikrofonnya."

Melinda menggeleng, tidak peduli MC ataupun para alumni yang lain bertepuk tangan menyemangati agar dia maju. Malahan, bukannya menyanyi, dia meraih mikrofon untuk memberi pernyataan bahwa sekarang dia sudah pensiun dari dunia tarik suara yang ditanggapi koor kecewa dari teman-temannya.

"Itu suara apa?"

Ghianna menjawab pendek bahwa saat itu sahabat tenar mereka, Melinda menjadi sasaran agar mau tampil ke atas panggung.

Terdengar suara tawa kecil Sakura. "Serius?"

Ghianna mengiakan tepat saat sebuah suara berat dari pria jangkung berwajah tampan dengan kumis tipis menggoda itu mengagetkan dirinya dan Melinda. Ketua alumni rela turun tangan agar Melinda mau menyanyi untuk mereka semua.

"Please, Lin. Hibur kita semua dengan satu lagu. Kita semua penggemar kamu dan artis nggak akan membuat para penggemarnya kecewa."

Melinda langsung tersipu mendapat pujian pria itu. Bahkan, tepuk tangan lain yang mengiringi mereka sore itu membuatnya salah tingkah.

"Gue udah pensiun, beneran. Leher gue sakit nyanyi cengkok."

Alasan garingnya dibalas dengan tawa gemuruh para alumni dan bibir tertekuk dari sang ketua tampan yang membuat emosi Melinda tersulut. Dia sedang tidak berbohong. Lagi pula, saat ini mereka sedang menunggu Sakura. Ghianna masih menelepon dan Melinda dapat mendengar dengan jelas, wanita blasteran itu hampir tiba.

"Melinda, apa aku harus memohon atau berlutut supaya kamu mau naik ke panggung dan bernyanyi buat kita semua?"

Tawa bergema dan wajah Melinda seketika memerah. Ia memandangi wajah pria itu sambil bersungut dan nyaris menggeleng saat ia melihat sosok wanita yang dikenalnya muncul, lalu menyongsong Ghianna yang tampak tidak peduli kepada seorang artis yang kini ditodong menyanyi di hadapan semua orang.

"Suara gue nggak kayak dulu lagi, udah cempreng banget." Melinda berkelit, berharap ada seseorang membantunya dan ia bersyukur saat Ghianna mendekat sambil memegang bahu Sakura yang tampak amat gembira bertemu dengan sahabatnya. Sayangnya, dalam sekejap, ketua para alumni itu menghalangi pandangannya.

"Melinda, kami nggak peduli suara kamu cempreng atau merdu. Kami cuma mau kamu bernyanyi di panggung dan kita goyang sama-sama."

Tepukan menggema lagi, membuat Melinda tidak bisa berkutik. Saat ia melihat Sakura menemukan dirinya, niat jahil seketika timbul. Ia memanggil sahabat lamanya itu dengan suara lantang.

"Oke, gue bakal nyanyi asal temen gue yang super hot itu ikut naik ke panggung terus goyang buat kita semua."

Langkah Sakura dan Ghianna terhenti, karena tangan Melinda terarah kepada mereka disusul tatapan ingin tahu dari semua orang yang menjulurkan kepala karena penasaran.

"Neng Aca, si bunga Jepang, Sakura Pradasari yang lebih milih kencan sama samurai daripada tukang ketoprak."

Tawa bergema dan tepukan kembali bergemuruh, tapi tidak dengan tiga orang yang terpaku di tempatnya masing-masing, Kecuali Ghianna, barangkali, karena dia hanya kaget selama beberapa detik.

Sang ketua acara alumni yang tanpa sadar menoleh ke arah yang ditunjuk Melinda pun terkejut. Napas pria itu tersekat. Tidak menyangka akan bertemu dengan wanita yang pernah menjadi bagian dari hidupnya bertahun-tahun lalu.

"Sakura." Radja Tanjung nyaris lupa cara bernapas saat melihat sosok wanita yang pernah ia buat menangis. Sudah sepuluh tahun.

"Ha ... hai." Ia mencoba tersenyum, entah mengapa menjadi sangat gugup saat Sakura balas menatapnya tanpa berkedip. "Apa kabar, Aca?"

Sakura hanya tersenyum tipis. Ia mengabaikan pria itu, lalu berjalan riang dengan Melinda yang sudah menarik tangannya menuju panggung, meninggalkan Radja yang terpaku tidak percaya karena bertemu lagi dengannya setelah sekian lama.

"Kangen, ya?" Ghianna berbisik pelan dari belakang tubuh Radja yang kentara sekali terlihat terpesona. Pria itu nyaris mengangguk saat Ghianna memotong, "Sayangnya, Aca nggak kangen sama sekali dengan mantan tunangannya yang berengsek."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top