2. Setiap Anak itu Unik

2. Gaya pengasuhan/ parenting

Published on March 09th, 2020

ORANG tua merupakan guru pertama bagi seorang anak dalam mempelajari hal baru, baik dari segi akademik maupun informasi kehidupan secara umum. Biasanya, pola asuh yang diterapkan orang tua dipengaruhi oleh pengetahuan tentang parenting dan pengalaman di masa lalu yang juga diajarkan oleh orang tua mereka. Jadi, secara enggak langsung mereka menggunakan metode pola asuh dari orang tua terdahulu.

Lalu bagaimana caranya mendidik anak-anak yang lahir di era milenial seperti sekarang ini?

Sebagai orang tua, ada baiknya pola asuh demokratis yang digunakan. Dengan begitu, anak akan dengan senang hati menceritakan isi hatinya bahkan keluh kesahnya terhadap masalah yang enggak bisa mereka pecahkan sendiri.

Kamu tahu seperti apa sih pola asuh demokratis itu? Dan kira-kira bagaimana dampaknya pada anak?

Pola asuh demokratis memiliki ciri seperti, kebebasan bersuara dari sang anak. Anak dan orang tua sebenarnya memiliki kontribusi di dalam keluarga. Tugas orang tua yakni memberi teladan yang baik, dukungan, dan motivasi terhadap apa yang anak lakukan. Dengan begitu anak bisa mengungkapkan perasaan dan pendapatnya, anak juga akan merasa dihargai karena diizinkan mengambil keputusan atas sebuah pilihan.

Orang tua memang berhak memiliki harapan atas anak-anaknya, namun tentu saja bukan dengan cara memaksa apalagi menjatuhkan. Orang tua harus menyiapkan dukungan sumber daya yang memadai, fisik maupun mental.

Lalu bagaimana dengan orang tua yang sering membandingkan kemampuan si anak? Seperti:

"Kenapa nilai ujian kamu lebih jelek dibandingkan sepupumu?"

"Kamu memang anak yang enggak bisa diandalkan, kalah sama adikmu!"

"Kamu ini bisanya apa sih? Lulus kuliah bukannya cari kerja malah sibuk foto-foto!"

Kenapa para orang tua sering memberikan standar patokan kemampuan orang lain terhadap anak sendiri? Terlebih patokan tersebut menggunakan nilai akademik.

Wajar kah? Baik kah? Sehat kah?

Tentu saja jawabannya enggak.

Jika orang tua membandingkan anak-anak yang dianggap lebih buruk, dampaknya si anak bisa merasa sebagai anak yang gagal. Produk gagal yang enggak layak dibanggakan. Padahal, bisa jadi anak tersebut punya keunggulan di bidang lain. Hal yang berbau seni, misalnya.

Sesungguhnya, bila seorang anak terus-menerus dijejali dengan perkataan seperti kalimat di atas, justru si anak akan yakin kalau mereka memang enggak mampu atau enggak mungkin bisa. Dan pada akhirnya berbagai emosi negatif terus tumbuh dalam dirinya.

Menurut laman yang dikutip dari Being The Parent, ada 8 dampak negatif yang ditimbulkan dari sikap membandingkan anak-anak. Contohnya sebagai berikut:

1. Stres

Anak akan merasa terbebani ketika para orang tua terus saja membandingkannya dengan anak lain. Padahal mungkin saja si anak memang sedang kurang konsentrasi hingga membuat nilainya kurang sempurna. Rasa tertekan itulah yang menyebabkan si anak menjadi selalu gelisah dan sulit tidur.

Hal yang bisa orang tua lakukan adalah mencoba bicara dengan si anak, tanyakan dengan lembut apa yang membuat kemampuannya menurun. Apakah ada hal yang mengganggu pikirannya? Apakah ia sulit berkosentrasi? Apa penyebabnya? Dan setelah tahu masalahnya di mana, para orang tua bisa mencari solusinya bersama-sama.

2. Merasa minder

Source: popmama.com

Karena terus dibandingkan, si anak akan berpikir bahwa teman-temannya atau anak-anak lain selalu lebih baik darinya. Dan si anak merasa enggak akan mampu menghasilkan sesuatu yang baik, khususnya yang memenuhi harapan orang tua, bahkan ia merasa enggak cukup baik untuk dibanggakan.

Perasaan seperti ini tentu saja sangat buruk dampaknya bagi kepribadian anak, karena hal tersebut bisa membuat prestasi akademiknya semakin menurun drastis dari waktu ke waktu.


3. Menutup diri/ menghindari keramaian

Source: doktersehat.com

Saat anak dicibir terus-menerus akibat kemampuannya kurang dibandingkan yang lain, atau terlalu sering menjadi bahan perbandingan. Anak akan mulai menghindari interaksi sosial dan keramaian.

Akibatnya, anak akan menjadi pribadi yang introvert dan enggak memiliki banyak teman. Atau yang lebih parah lagi adalah anak akan menjadi anti sosial.


4. Sikap acuh tak acuh

Source: kompasiana.com

Ketika hasil atau pencapaian si anak selalu diabaikan atau enggak pernah dilirik, karena dianggap enggak sepadan dengan hasil yang dicapai anak lain. Dampaknya adalah anak akan bersikap cuek dan malas.

Anak akan berpikir, bahwa semua yang dilakukannya adalah sebuah kesia-siaan. Anak akan merasa, untuk apa ia bekerja keras demi membuat orang tuanya bangga toh mereka enggak pernah menghargai usaha si anak. Para orang tua hanya tahu hasilnya saja, tanpa mau tahu atau bertanya seberat apa proses yang dilalui si anak.


5. Kehilangan bakat yang ditekan

Source: popmama.com

Ketika anak suka sekali menggambar, sebaiknya para orang tua membiarkannya saja atau justru mendukung bakat mereka. Barangkali memang di situlah bakat si anak. Namun sebaliknya, saat orang tua enggak setuju dengan bakat si anak dan memintanya melakukan hal lain yang lebih bermanfaat, misalnya membaca. Si anak akan merasa dilema, antara mengikuti kemauan orang tua atau tetap melakukan hal yang ia sukai.

Akibatnya, si anak akan melakukan kemauan orang tua dengan setengah hati. Padahal ia sedang mengembangkan bakatnya dalam hal menggambar, tapi orang tua justru enggak memberikan apresiasi. Alhasil, si anak enggak mampu mencapai prestasi dengan maksimal. Ia akan sulit berhasil di bidang yang dipilihnya karena dipenuhi dengan keragu-raguan sebelum mencoba sesuatu. Kerap kali, si anak akan memilih untuk mundur karena takut gagal.

Hal ini tentu saja menekan bakatnya yang mungkin baru akan berkembang, lalu lama-lama bakatnya hilang. Karena orang tua justru meminta si anak melakukan hal lain yang menurut mereka baik, padahal si anak hanya terpaksa melakukannya.


6. Menilai diri dengan rendah

Source: kumparan.com

Kepercayaan diri merupakan hal yang paling penting dalam diri manusia, lalu bagaimana jika kepercayaan diri hilang? Maka, yang rasa yang muncul yakni selalu memberi penilaian yang rendah terhadap diri sendiri.

Saat anak sudah berusaha keras demi mencapai tujuannya, namun para orang tua masih saja mengatakan kalau mereka harus mencontoh anak lain sebagai pembanding. Ini bisa menimbulkan sikap rendah diri pada si anak.

Pemikiran si anak pun akan berkembang, bahwa apa yang ia lakukan enggak akan pernah cukup untuk membuat orang tua bangga dan puas.

7. Menjauhi orang tua

Source: doktersehat.com

Sebagai orang tua, pasti enggak ingin dijauhi anak-anaknya. Namun, bila si anak terus saja dibandingkan dengan anak lain, entah itu teman, tetangga, sepupu, atau bahkan saudara kandungnya sendiri. Akan menjadi jelas bagi anak bahwa ada yang salah dengan dirinya, dan ia akan berpikir bahwa orang tuanya merasa enggak senang dengan dirinya.

Anak akan berpikir bahwa sumber segala rasa sakit itu berasal dari orang tuanya. Alhasil, yang dilakukan si anak adalah menjaga jarak dari para orang tua. Anak juga akan kehilangan kepercayaan diri terhadap orang tuanya sendiri, karena merasa orang tuanya enggak bisa mendukungnya di saat ia rapuh dan butuh dukungan.

Hal ini tentu saja dapat menghambat tumbuh kembangnya, atau masalah seputar perilaku seiring anak bertumbuh remaja hingga dewasa.

8. Persaingan antarsaudara

Source: intisari.grid.id

Ketika si anak mendengar orang tuanya memuji anak lain atau bahkan saurdaranya sendiri, anak tersebut akan merasa cemburu. Perlahan ia akan mulai membenci saudaranya sendiri, karena secara enggak langsung para orang tua sudah menyampaikan pesan bahwa, anak yang berprestasi layak dipuji dan dicintai orang banyak.

Dampaknya, anak akan menilai rendah terhadap dirinya sendiri. Hal ini juga memicu sikap agresif anak. Anak bisa mulai berkelahi dengan anak yang selalu orang tuanya puji.

Guys, bagi yang sudah menjadi orang tua atau belum. Ingatlah, bahwa setiap anak itu mempunyai bakat masing-masing. Mereka unik dengan cara mereka berkembang tanpa adanya campur tangan orang tua. Tugas orang tua yang terpenting adalah mengarahkan ke jalan yang baik, mendengar, mendukung dan memotivasi agar anak bisa merasa nyaman dan terlindungi.

Well, jangan ragu untuk memuji, ketika anak mendapatkan prestasi yang baik. Namun sebaliknya, bila nilainya lebih rendah dibandingkan anak lain, jangan pernah membuatnya merasa bahwa ia telah membuat para orang tua malu. Dukung si anak untuk berusaha lebih baik. Dan selalu puji setiap kerja kerasnya di depan publik, karena hal itu bertujuan untuk membangun kepercayaan diri anak.

Semoga bermanfaat ya, parents.

Sources:

https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/pentingnya-berhenti-membanding-bandingkan-anak-ecTD

https://www.google.com/amp/s/id.theasianparent.com/akibat-buruk-membandingkan-anak-kita-dengan-anak-lain/amp

https://www.google.com/amp/s/janethes.com/pendidikan-anak/demokratis-pola-asuh-anak-paling-ideal/amp/

https://www.halodoc.com/kesehatan/pola-asuh-anak

https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/edukasi/read/2019/02/20/19281381/5-langkah-pola-asuh-mendampingi-remaja

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top