DTA - 22 -Wisuda

💞💞💞
Yuk perbanyak zikir, agar hati tenang

💌💌💌

Saat hati kembali terusik dan menyebabkan kegelisahan, hanya dengan perbanyak zikir dan selawatlah yang bisa menjadi obat ketenangan. Kekecawaan yang muncul dari masa lalu nyatanya masih meninggalkan bekas, meski tak bisa dinafikan jika sebuah cinta di hati masih tak kunjung tandas.

Bingung ... Iya Ayu bingung dengan apa yang dirasakan hatinya sendiri. Apalagi dicecar dengan banyak pertanyaan dan harus membuat pengakuan. Membuatnya ingin lari saja untuk menyepi.

"Ayo dong, Mbak Ayu, dia siapa? Kok bisa kenal, Mbak Ayu. Kayak yang kenal gitu nanyain kabar? Apa dia Mas Ganteng?" pertanyaan yang entah ke berapa kali terlontar dari lisan Rani semenjak keluar dari ndalem.

Ayu hanya diam, sibuk dengan kekacauan hatinya sendiri yang ia rasakan. Dalam pikirannya tak kalah banyak pertanyaan-pertanyaan yang ia tak tahu akan dilontar kepada siapa.

Kok bisa Evan ada di pondok ini? Setelah sekian tahun, bagaimana bisa laki-laki itu tiba-tiba muncul? Ada hubungan apa sebenarnya Evan dengan keluarga Ummah Hana, kok bisa sedekat itu? Apa dia benar-benar Evan atau malah kembaran Evan?

"Mbak Ran, please ... Ayu belum bisa cerita sekarang. Kasih waktu Ayu untuk sendiri dulu, ya." Akhirnya saat keduanya melewati gedung aula, Ayu membuka suara.

Meski kecewa, Rani hanya bisa menghela napas. Ia hanya ingin berusaha memahami keadaan sang sahabat. "Okelah ... Rani balik ke ndalem dulu kalau gitu," ucap Rani langsung membalikkan tubuh.

Ayu yang mengetahui gurat kecewaan dari sang sahabat, sontak tangannya mencekal lengan Rani. "Maaf ya, Mbak. Tapi aku akan jawab pertanyaan Mbak Rani secara singkat aja." Rani yang menatap Ayu sontak berbinar dan dengan semangat ia menyimak kata yang akan terlontar dari lisan Ayu.

"Iya, Mbak. Itu Evan," ucap Ayu singkat dengan senyum getir.

"Waaaahhhhh. Mas Evan mah ganteng banget, Mbak! Pantes aja Mbak Ayu cinta setengah mati, lebih ganteng dari Gus e, lo!" ucap Ayu histeris dan tampak mendamba.

"Ayu kembali ke tempat tadi ya, Mbak," pamit Ayu tanpa merespon ketakjuban Rani yang mungkin jika hatinya tak sedang gundah gulana, pasti pipinya memerah dan berkata 'Lebay'

Dalam kesendirian, memori otak Ayu seakan memutar kembali sang waktu, mengingat dari awal ia shok ketika melihat laki-laki itu muncul. Bagaimana laki-laki itu akrab dengan Gus Husain dan Umma Hana?

Ayu tampak menghela napas, saat mengingat untung saja lontaran pertanyaan kabar darinya tak berlanjut dengan pertanyaan lain karena Ummi Hana cepat datang dan buru-buru ia pamit.

"Ya Allah ... kenapa dia datang lagi?" ucap Ayu lirih sembari mengusap wajahnya datar.

'Sudahlah, yu. Toh sebentar lagi kamu lulus dan akan keluar dari pondok, kan?' batin Ayu seakan menenangkan dirinya sendiri.

Hati ... oh hati, apa sebenarnya maumu? Tadi ingin segera berlalu, tetapi kini malah merindu. Mata enggan melihat, tapi hati ingin memikat. Benci membuat muak, tetapi cinta ingin mendekap.

Kenapa debaran seperti dulu ini masih ada? Pikir Ayu yang bingung dengan apa yang dirasakan hatinya saat ini.
Bisakah hati ini merasakan benci dan cinta sekaligus? Karena saat melihatnya tadi aku jengah, tetapi kenapa kali ini serasa nyeri berjauhan lagi. Apakah ini yang namanya rindu?

Ayu yang terus sibuk dengan kegalauan hati, kini menatap mentari yang menyilaukan dan semakin meninggi. "Astaghfirullah ...aku belum salat Duha," gumam Ayu lalu segera bangkit dan bergegas hendak melakukan salat sunnah di pagi hari. Namun, setibanya di kamar Ayu menepuk jidatnya sendiri, karena ia baru ingat jika dirinya lagi halangan.

Kegalauan benar-benar melupakan segalanya, aku jadi error gini, batinnya sembari terkekeh sendiri sembari menggeleng-gelengkan kepala.

---***---

Waktu seakan begitu cepat bergulir, hari yang telah ditunggu-tunggu dan mendebarkan telah tiba. Ayu yang sepekan ini memang sibuk dengan persiapan wisudanya, berhasil menyingkirkan pikiran mengenai Evan sedikit demi sedikit.

Kini, tampak gadis yang telah resmi lulus dan mendapat predikat hafizah itu tengah duduk di salah satu deretan kursi yang dikhususkan untuk peserta wisuda Hafizah tahun ini.

Acara wisuda telah berlangsung beberapa jam yang lalu. Saat ini Ayu dengan sungguh-sungguh menyimak sambutan terakhir yang disampaikan oleh Ummah Hana, selaku penanggung jawab lembaga Tahfidzul Qur'an di pondok pesantren ini.

Beliau banyak memberikan nasihat kepada para hafizah agar senantiasa menjaga hafalan hingga akhir hayat. Tak hanya itu, seorang penghafal Al Qur'an juga harus mengamalkan apa yang diajarkan Al Qur'an, berakhlaklah Al Qur'an dengan mengikuti sunnah-sunnah Nabi Muhammad.

Selain mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari, amalkan juga Al Qur'an untuk orang lain dengan cara mengajar ngaji. Lulus dari pesantren bergelar hafizah bukan untuk bangga diri, tetapi harus tetap senantiasa rendah hati. Hafizah tak menjamin hati ini suci dan tiada dosa, tetapi harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan semangat menjalani hidup untuk meraih rida Sang Mahakuasa.

Setelah ceramah diakhiri, banyak pengharapan dan doa dari sang pengasuh, kini tiba waktunya prosesi wisuda.

Para hafizah yang tampak semakin cantik dengan gamis kombinasi warna navi dan biru muda. Kerudung pasmina putih tampak membalut dengan indah menutup aurat pada wajah cerah para penghafal Qur'an yang kini telah siap berdiri dan berjalan beraturan, dengan tertib satu persatu dari mereka menaiki panggung sesuai dengan nama yang dipanggil oleh pembawa acara.

Lantunan lagu berjudul 'Nasyid Aku hafiz Qur'an' ikut mengiringi, hingga suasana haru bercampur rasa bahagia yang membuncah dirasakan oleh setiap insan yang hadir di tempat ini.

Tak lama semua peserta menaiki panggung. Orang tua menyusul dengan membawa mahkota kecil untuk disematkan di pucuk kepala putrinya. Air mata tak bisa dibendung lagi, terharu dengan pengorbanan dan usaha yang luar biasa dari para santriwati hafizah selama ini.

Hampir semua orang yang menyaksikan ikut melinangkan air mata. Ikut merasa berbahagia dan haru melihat hasil perjuangan mereka.

Apalagi para Hafizah yang kini tengah bersimpuh di depan orang tuanya. Semuanya tampak sesenggukan, merasa bersyukur akhirnya bisa mencapai 30 juz hafalan, tetapi bukan berarti pengharapan ikut berakhir. Karena mereka selalu berharap untuk bisa terus istiqamah menjaga dan mengamalkan serta ingin membahagiakan kedua orang tuanya sampai di akhirat kelak.

Setelah beberapa waktu berlalu dan tangis haru itu terhenti. Acara pun usai setelah pembacaan doa dari Kiai Ahsan.

Senyum terus terukir dari bibir Ayu. Kini tampak gadis itu tengah bersiap membawa barang-barangnya keluar. Ayu telah memutuskan langsung boyong setelah acara wisuda seperti kebanyakan teman-temannya. Karena ia berniat untuk membantu orang tuanya mengajar ngaji di kampung.

"Mbak Ayu!" teriak Rani yang baru datang dan langsung memeluk Ayu dari belakang.

"Jadi pulang sekarang, Mbak?"
Ayu membalikkan tubuh lalu menganggukkan kepala.

"Huaaaaaaaa aku sama siapa dong kalau Mbak ayu boyong."

"Lebay ... kayak nggak ada Mbak-mbak lain aja di kamar ini," ucap Ayu menyentil hidung Rani pelan. Ayu dan Rani memang selisih umurnya hanya satu tahun lebih tua Ayu. Jadi Ayu menganggap Rani seperti adiknya sendiri.

"Tenang aja, aku bakal sering main ke sini kok, jengukin kamu."

"Iya?"

"Insyaallah akan aku usahakan," ucap Ayu yang kemudian mengangkat kardus hendak berjalan keluar.

"Oh iya sampai lupa. Mbak Ayu jadi Hafizah terbaik , selamat ya, Mbak. Masyaallah ... Tabarokallah," ucap Rani lalu memeluk Ayu erat.

"Aamiin Allahumma Aamiin. Jazakillah khoir."

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top