DTA-15- Bertemu
🌺🌺🌺
Yuk
Jalin persahabatan dengan baik dengan saling silaturahim
💌💌💌
Bertemu dengan sahabat terbaik adalah momen kebahagiaan yang tak bisa tertandingi hanya saat bertemu dengan mantan kekasih. Apalagi jika sang mantan kekasih pernah menyakiti hati. Yang ada, cintanya tak ingin terungkit dengan kehadirannya yang hanya akan membuat galaunya hati.
"Oliv," ujar Ayu sembari menuding ke arah gadis yang kini memakai kaos lengan panjang dengan setelan rok panjang dan kerudung warna hitam itu. Ayu seakan tak percaya jika gadis itulah yang berdiri di hadapannya.
Tampak Oliv langsung mengangguk-anggukkan kepala dengan senyum lebarnya. Ayu pun bangkit dan langsung memeluk sang sahabat yang sangat ia rindukan.
Kerinduan yang tertahan selama ini seakan terhempas dengan pertemuan yang mengejutkan. Begitu erat pelukan keduanya karena haru dan bahagia bisa bertemu kembali.
Hampir satu menit keduanya saling mencurahkan rasa rindu. Senyum kebahagiaan tampak begitu jelas di bibir keduanya sampai akhirnya Oliv ikut duduk di dekat Ayu.
"Gue kangeeeeeen banget sama kamu, Liv. Tega amat, sih kamu nggak pernah nengokin aku." Ayu mencurahkan isi hatinya, dengan tangan yang tak lepas menggenggam tangan sang sahabat.
"Hehehe sorry, sorry, Yu. Gue, eh. Ehm, aku enggak sempet. Tapi gue juga selalu kangen banget lo sama kamu, Yu," ucap Oliv yang terdengar masih kaku dan salah-salah dengan panggilan aku-kamu dalam obrolan keduanya.
"By the Way. Cara panggil kita berubah gini, kok aku ngerasa kaku ya," bisik Oliv. Membuat Ayu terkekeh dan kekehan Oliv pun menyertai.
"Hehehe maaf-maaf. Aku udah kebiasaan gitu di sini," ujar Ayu terlihat segan, tangannya menggaruk-garuk belakang kepala yang sebenarnya tak gatal.
"Hehe iya, iya enggak apa-apa. Lagian panggilan kayak gini kedengarannya kayak lebih santun, ya." Ayu menganggukkan kepalanya, membenarkan pendapat Oliv
Oliv pun mengamati wajah Ayu. Ia benar-benar terharu. Setelah sekian lama, akhirnya ada kesempatan bisa bertemu dengan sahabat terbaiknya hari ini. Hari yang sebenarnya ia tunggu-tunggu sejak dulu.
Bukannya Oliv tidak mau mengunjungi Ayu dari dulu. Ia tak berani saja menemui orang tua Ayu. Karena selain memang mereka tak dekat, setahu Oliv dari cerita Ayu soal bapaknya yang tegas itu, Oliv pikir bapak Ayu ini galak.
Namun, ternyata dugaannya selama ini salah, orang tua Ayu sangatlah baik dan ramah. Sehingga ada rasa sesal saat dirinya baru kemarin nekat ke rumah Ayu.
"Kalian tunggu di sini dulu ya, Yu, Liv. Bapak sama Emak mau ke toko dulu," pamit Ifa sebelum dirinya dan sang suami beranjak. Ayu dan Oliv kompak mengangguk.
"Ngomong-ngomong. Kamu makin kinclong gini, Yu. Cantik lagi. Pakai skincare apa, nih?" tanya Oliv menoel pipi Oliv.
"Hehehe skincare alami dan gratis, Liv. Seringin wudhu dan bangun malam. Itu kata Bu Nyai aku, sih. Hehe," jawab Ayu berkata sesuai dengan apa yang pernah ia dengar dari Bu Nyai saat mengaji tempo hari.
"Ah, Lo. Eh, kamu ini bisa aja. Tapi bisa ditiru, sih." Keduanya terkekeh kompak.
"Oh iya. Sekarang kegiatan kamu apa? Kuliah?" tanya Ayu.
"Iya, Yu. Aku kuliah AKPER di kota," jawab Oliv antusias, terlihat jelas gurat kebahagiaan yang tampak di wajahnya.
"Ecieee yang punya cita-cita jadi perawat akan segera tercapai, nih. Mau dong aku dirawat kamu?" goda Ayu dengan nada manjanya.
"Hehehe emang hati kamu masih butuh perawatan?"
"Kok hati aku?" tanya Ayu heran.
"Iyaaa, kali aja masih galau dan belum bisa move on," ujar Oliv mulai menggoda.
"Ish ... ish ... ish, jangan mulai, deh," sergah Ayu yang paham maksud tujuan pembahasan Oliv.
"Hahaha. Melihat reaksi kamu kayak gini, aku juga paham kali, Yu."
"Sotoy, kamu," ujar Ayu sembari menjitak kepala Oliv pelan.
"Hehehe. Tapi emang Evan sempet nanyain kamu lo, Yu. Sebelum dia ...."
"Stop, Liv! Please ... aku bener-bener nggak mau ngebahas dia lagi. Oke," Ayu tampak memohon dan langsung memotong ucapan Oliv. Karena ia merasakan hatinya kini berdebar kencang ditengah cubitan-cubitan yang berefek sedikit nyeri.
"Eh, eh, ngomong-ngomong kamu bawa penghapus nggak?" Oliv yang mendapat pertanyaan aneh itu mengerutkan kening sembari bertanya, "Penghapus apaan?"
"Penghapus apa aja boleh, yang penting bisa bikin aku move on."
Oliv sontak terbahak sembari mengeleng-gelengkan kepala. Sahabatnya ternyata tak berubah, meski bertahun-tahun tak bertemu. Selalu bisa membuatnya tertawa.
"Aku tahu lo obat Move On yang paling ampuh," bisik Oliv, membuat Ayu menatapnya penasaran.
"Emang apaan?"
"Ganti namanya dihati kamu dengan nama yang lain."
"Ish, kamu nih jangan aneh-aneh, deh. Masak iya aku harus jatuh cinta dan pacaran sama cowok lain. Nambah dosa dong aku."
"Lah siapa yang nyuruh kayak gitu."
"Terus?"
"Ganti cinta dalam hatimu hanya untuk Allah Subhanahu Wata'ala." Ayu seketika terkejut mendengar saran Oliv, tetapi ada benernya juga, sih, pikir Ayu.
Keduanya pun mengobrol banyak hal setelah percakapan serius itu. Tak lama bapak dan emak Ayu juga datang kemudian ikut mengobrol bersama.
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Lebih satu jam mereka bertemu dan terus mengobrol. Bapak Ayu pun menengok ke arah jam yang bertengger di tangannya.
"Yu, udah jam segini, kami pamit, ya. Bentar lagi juga kamu harus salat Zuhur berjemaah, kan?"
Bukannya menyetujui, Ayu terlihat keberatan. "Yah ... kok udah mau pulang, sih, Pak. Ayu kan masih kangen."
Emak dan Bapak Ayu tersenyum, "Kan minggu depan kami ke sini lagi, Yu."
"Iya, sih," ucap Ayu lesu, kemudian pandangannya kini melihat ke arah Oliv.
"Kapan-kapan kamu harus ke sini lagi ya, Liv. Atau paling enggak, kamu kasih tagu aku dimana kamu tinggal setelah pindah nanti."
"Beres, Bos. Doakan ya, Yu. Aku bisa sukses jadi perawat."
"Siap, calon ibu perawat. Doain aku juga ya. Bisa jadi Hafizoh tahun ini."
"Aamiin," ketiganya kompak mengamini.
Pertemuan yang menurut Ayu sangat singkat. Mau tak mau harus direlakan untuk kata berpisah, meski perpisahan ini hanya sementara, tetap saja Ayu merasa sedih. Apalagi baru sebentar bertemu Oliv, kini harus berpisah lagi dengan jarak yang lebih jauh. Karena ia akan pindah ke kota tempat kuliahnya dan indekos di sana.
Ayu pun mengantar mereka sampai pintu gerbang. Setelah mencium punggung tangan kedua orang tuanya dan berpelukan sekilas dengan Oliv. Ketiganya pun meninggalkan Ayu.
Ayu sengaja menunggu mereka sampai dua motor yang dikendarai mereka tak nampak lagi. Namun, saat dirinya akan membalikkan tubuh, hendak kembali ke pondok. Netranya menangkap sebuah objek yang begitu mengejutkan.
Indera penglihatan Ayu semakin memicing, menyorot lebih fokus agar ia tak salah melihat sosok lelaki yang lewat tak jauh dari keberadaanya saat ini. Namun, ia tak berhasil. Karena laki-laki itu berbelok yang otomatis posisinya kini membelakanginya.
"Enggak-enggak. Enggak mungkin itu Evan," batin Ayu sembari buru-buru berjalan menuju pondok putri, hatinya berdebar begitu kencang. Keterkejutannya kini berefek pada Aliran darah dalam tubuhnya yang ia rasakan panas dan dingin seakan berkumpul jadi satu.
.
.
.
.
.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top