DTA -06- Bidadari
💌💌💌💌
Saat cinta melanda. Apapun maunya, pasti kita turuti. Tak pedulikan itu dosa atau tidak.
Hati-hati, itulah cinta yang berlandaskan nafsu.
❤❤❤❤
Hari demi hari yang dilewati Ayu terhias begitu indah. Cinta dalam hatinya begitu menyenangkan. Rasa bahagia selalu ia rasakan. Apalagi jika bersama Evan, waktu seakan berjalan begitu cepat, hingga enggan untuk berjauhan dengannya meski sesaat.
Saat ini, Evan menjadi sosok laki-laki idaman baginya. Selain ganteng, Evan juga sangat baik dan romantis setiap bersamanya. Jadi tak heran, pipi Ayu seakan terbakar akibat terus menahan rona di setiap perkataan manis dari cowok ganteng itu saat menghabiskan waktu bersama.
Jatuh cinta benar-benar membuat ia lupa daratan. Setiap hari pulang terlambat sepekan ini. Berbagai alasan ia suguhkan kepada kedua orang tuanya saat bertanya. Sampai akhirnya ia berbohong tanpa takut dan beban dosa sama sekali.
"Jadi nggak sabar, deh. Kira-kira Evan mau kasih kejutan apa ya besok?" batin Ayu yang kini tampak senyum-senyum sendiri, sembari melihat foto bersama Evan di galeri ponselnya.
Hasil jepretan yang menurutnya romantis, tanpa sadar jika posisi keduanya berdekatan dan tak canggung saling bersentuhan, meski tak langsung kulit bertemu kulit. Akal sehat Ayu seakan tak pernah lagi terbesit takut akan dosa dan murka Allah akibat terlenanya ia akan cinta.
Malam semakin merangkak meninggalkan perannya. Sang bagaskara kini mengambil peran untuk menyinari bumi.
Dengan semangat empat lima, Ayu bersiap ke sekolah. Tak lupa dalam tasnya kini tersedia beberapa macam peralatan make up yang ia beli beberapa hari yang lalu bersama Evan.
Sengaja ia tak memakai make up dari rumah. Karena ia tidak mau menjadi bahan instrogasi keluarganya.
'Jadi cewek itu harus pandai mempercantik diri, biar semakin disayang sama suami. Eh, sama pacar dulu aja ya di sayangnya.' Tampak gadis itu senyum-senyum sendiri, kala mengingat perkataan Evan kemarin.
Laki-laki itu tak hentinya memberi harapan demi harapan dari segala perlakuannya kepada Ayu. Dengan segala perhatiannya, dengan rayuan gombalnya, dengan segala pujiannya yang membuat Ayu semakin tinggi dan tinggi membangun cinta untuknya. Sehingga gadis itu pun tak pernah berpikir, akibat terburuk jika suatu saat nanti akan jatuh dari bangunan cintanya itu.
Seperti biasa, hari ini Ayu tak ikut sarapan di rumah, tetapi ia membawa bekal untuk sarapan di sekolah. Kali ini ia beralasan akan ada praktek di jam pertama dan ditugaskan untuk menyiapkan peralatannya sebelum masuk sekolah.
Tak bohong memang, tetapi sebenarnya tak perlu sepagi ini juga ia harus buru-buru berangkat. Toh, Laboratorium baru dibuka biasanya pukul 6 lebih 30 menit. Sedangkan sekarang jam dinding masih menunjukan satu jam sebelum waktu tersebut.
Setibanya Ayu di sekolah dan usai memarkirkan motornya. Langkah Ayu langsung menuju kamar mandi. Ia keluarkan peralatan make up di sana dan mulai memoleskan di wajahnya.
Setelah memoles pelembab dan bedak, tak lupa bibirnya ia poles dengan lip balm. Wajah manis Ayu semakin tampak manis dengan bibir merahnya. Memang tak bisa dipungkiri, jika ia terlihat lebih cantik dan segar setelah berdandan seperti ini.
Setelah beres dan merasa perfect dengan penampilannya. Tak lupa ia semprot minyak wangi sebelum keluar kamar mandi.
Ia pun segera keluar, lalu mengambil ponsel untuk mengirimi pesan sang laki-laki pujaan. Menanyakan posisinya saat ini berada dimana.
Tak lama setelah pesan itu terkirim, terdengar bunyi pesan masuk. Bibir Ayu sontak tertarik mengukir senyum dan langsung mengambil langkah, menuju tempat yang tertulis di pesan.
"Pagi," sapa seseorang yang membuat Ayu langsung menoleh. Senyumnya mengembang manis, melihat laki-laki yang juga tersenyum menatapnya.
"Senengnya ... pagi-pagi gini, udah ketemu bidadari," ujar Evan yang langsung duduk di sebelah Ayu.
Laki-laki itu tak canggung dan merasa tersiksa lagi berdekatan dengan gadis bau dan kucel yang menjadi julukan Ayu sebelumnya. Karena Evan berhasil membuat Ayu berubah drastis menjadi perempuan cantik dan wangi seperti keinginannya.
Ayu yang sibuk mengeluarkan kotak nasi dari tasnya sontak menoleh. Dahinya berkerut, tubuhnya menghangat akibat desiran darah yang memanas ia rasakan. Ia berprasangka, jika Evan sebelum kemari pasti bertemu dengan cewek cantik, yang ia sebut bidadari itu.
Melihat Ayu yang mendadak membeku, Evan sontak terkekeh pelan. Seakan mengetahui isi otak Ayu. "Kira-kira, bidadarinya mau nggak ya, aku jadiin pacar?" goda Evan semakin menjadi-jadi.
Ayu yang mendengar itu, semakin kelimpungan menyembunyikan rasa cemburunya. Wajahnya kini memerah, menahan amarah yang menggejolak di dada.
"Ay," panggil Evan lirih.
Ayu yang tengah menunduk pura-pura tak mendengar. Ia lebih memilih menyibukkan dirinya untuk membuka kotak nasi dan mengambil botol dari dalam tas.
Evan yang melihat gelagat Ayu, sontak duduk berjongkok di bawah tepat duduk gadis itu. Ia merasa godaannya harus segera diakhiri.
"Ayu," panggilnya lagi dengan lembut menatap gadis yang kini akhirnya mau melihat ke arahnya.
"Apakah kamu tahu siapa bidadari cantik yang aku katakan tadi?" Ayu langsung menggelengkan kepala dan dalam hatinya memang tak ingin tahu sama sekali.
"Bidadari itu ... kamu, Ayudisha."
Netra Ayu sontak melotot, terkejut dengan nama yang disebutkan Evan. Pipinya reflek menghangat, berakibat kini pipinya kemerah-merahan.
Belum juga pipinya kembali normal. Kedua tangannya diraih Evan lalu digenggamnya lembut. Ayu bergeming, netranya hanya mengikuti gerak gerik tangan Evan. Kemudian membalas tatapan cogan yang kini tampak mulai serius menatapnya.
"Ayudisha, maukah kamu jadi pacarku?" tanya Evan tanpa melepas netra yang kini bersilih pandang dengan gadis di hadapanya.
.
.
.
.
.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top