DTA- 05 - PDKT

💌💌💌
Yuk, jaga hati saat cinta melanda.
Karena cinta sebelum ada ikatan halal itu ujian.

💞💞💞💞💞💞

Saat jatuh cinta melanda, hanya dia tampak di pelupuk mata.
Bayangnya seakan terus mengejar, membuat hati ini terus berdebar.

Dia, dia, dan dia. Memori otak seakan penuh dengan mengingat dia. Hati yang merasa bahagia, berefek samping pada bibir yang terus ingin senyum merekah.

"Ooohhh Evaaaaan. Lo bener-bener bikin hati gue meleleh," ucap Ayu yang kini sedang berguling-guling di atas kasur. Ia memeluk erat bantal guling yang sekali-kali ia gigit talinya yang tak utuh lagi.

Senyum Ayu tak luntur, sejak kakinya menapaki lantai rumah. Untung saja ia bisa lolos dari wawancara kedua orang tuanya. Karena saat ia datang, bapak dan emaknya sedang bersiap akan berangkat kondangan.

Cukup dengan jawaban ada urusan bersama teman saat bapaknya bertanya, ia lolos dari pertanyaan berikutnya. Karena setelah itu, orang tuanya langsung berangkat.

---***---

"Yu, ayo makan." Setelah mengetuk pintu, terdengar suara Emak berteriak.

Ayu yang masih asyik dengan dunia percintaaannya. Hanya dengan sekali teriakan, tak mampu membuyarkan keasyikan melamun sang calon kekasih.

Tak mendapat respon dari putrinya setelah sekian kali berteriak. Ia pun memutar knop pintu dan langsung masuk.

"Astaghfirullah ini anak. Emak teriak-teriak dari tadi, di sini malah sembunyi di bawah bantal," ucap Emaknya berkacak pinggang.

Mendengar suara sang emak yang menggelegar. Ayu langsung terlonjak. Ia langsung bangkit dan melempar bantalnya asal.

"Hehehe ... ada apa, Mak?" tanya Ayu malah cengengesan.

"Kamu kenapa? Sakit?"
Ayu menggeleng kepala dengan cepat.

"Ayok makan," ujarnya langsung meninggalkan Ayu yang masih melongo.

"Aku nggak laper, Mak. Libur makan malam dulu, ya," ujarnya, membuat sang emak sontak menghentikan langkah lalu menoleh.

"Tumben," ucap dengan tatapan heran.

"Tadi udah makan ditraktir temen, Mak. Jadi masih kenyang."

"Oh ya udah."

"Padahal tadi cuma makan dikit, tapi kok awet bener ya, kenyangnya. Kayaknya perhatian dan sikap manisnya Evan bikin perut kenyang terus." Kembali senyum malu-malu mendera. Pipinya terus merona saat mengingat segala sikap manis Evan kepadanya tadi.

"Ya Allah ... baru kali ini aku membangun cinta dalam hati semakin melayang tinggi. Jadikanlah Evan jodoh hamba yaa Robb."

---***---

Kicauan burung begitu keras terdengar, tampak kompak saling bersahutan.
Menyambut buana yang kini tampak dicerahkan oleh sang mentari.

Kutahu hanyalah dirimu yang mampu
Membuatku rindu
Dan semua waktuku tersita tentangmu
Memikirkan kamu
Kutahu ini tanda tanda
Mungkinkah kau menyadarinya

Dengan hati riang dan wajah ceria, lisan Ayu lirih menyanyikan lagu yang berjudul cinta anak muda itu, sembari bersiap-siap hendak berangkat sekolah. Sebuah lagu yang mewakili suara hatinya saat ini.

Kebahagiaan yang dirasa kala jatuh cinta. Tak pedulikan hal lain, tak memikirkan sebuah akibat yang akan terjadi sebab cinta yang mendera.
Apalagi, jika itu hanya berdasarkan nafsu belaka. Jangan salahkan siapapun, jika nanti akan terjerumus ke lembah dosa.

"Mak, Pak. Ayu pamit berangkat sekolah, ya," ujar Ayu yang telah siap menggendong tas di punggungnya.

"Loh ... nggak sarapan dulu, Yu? Ini makanannya sudah siap untuk kita sarapan," sahut Emak Ayu yang baru saja usai menata makanan di atas meja.

"Ayu entar bakal sarapan di kantin sekolah aja, Mak. Soalnya buru-buru ada tugas yang harus Ayu fotocopi dulu."

"Sudah salat Duha?" tanya Bapak Ayu.

"Hehe nanti sekalian di musala sekolah ya, Pak.

"Beneran?" tanya Bapak yang menatap putrinya ragu.

"InsyaAllah," ujar Ayu lalu nyengir.
Ia pun mencium punggung tangan Bapak dan Emaknya bergantian. Setelahnya baru ia pergi berangkat sekolah.

Tak sampai setengah jam, motor Ayu telah melewati gerbang sekolah. Sang empunya dengan riang melangkah menuju kelas. Tak ketinggalan, suara merdunya menyanyikan lagi lagu cinta.

Baru saja ia tiba di kelas, ponsel di sakunya bergetar. Ayu pun meraih benda pipih itu, senyumnya langsung merekah saat mengetahui sang pengirim pesan. Dengan lihai jari lentiknya menari di layar ponsel itu. Setelah itu, barulah langkahnya lanjut hendak ke kantin.

"Pagi," ujar Ayu riang menghampiri laki-laki yang kini tampak duduk di bangku kantin dekat pintu.

Laki-laki itu menoleh seraya mempersembahkan senyum menatap Ayu. Seperti biasa, pipi Ayu tanpa bisa dicegah lagi, langsung merona saat mendapati senyum ganteng Evan.

"Mau makan apa?" tanya Evan saat Ayu telah duduk di hadapannya.

"Nggak, hari ini biar aku yang pesen, aku yang traktir. Kamu mau makan apa?"

"Nggak boleh gitu, Ayu. Dimana-mana itu, laki-laki gentle anti ditraktir cewek. Apalagi cewek yang disayang."

Netra Ayu sontak melotot, tubuhnya membeku. Kerja otaknya seakan melambat. Apa maksud Evan cewek yang disayang dia itu aku? batin Ayu dengan pipi yang semakin menghangat.

Evan yang melihat Ayu bengong, sontak menjentikkan tangannya tepat di wajah gadis itu. "Woi! Malah bengong. Lo mau pesen apa?" tanya Evan senyum-senyum melihat Ayu salah tingkah.

"Samain aja," ujar Ayu simpel, tidak mau ribet memikirkan menu makanan. Karena saat ini pikirannya sibuk mencerna perkataan Evan antara percaya atau tidak atas asumsinya sendiri.

Evan pun bangkit, memesan makanan dan langsung kembali ke meja dengan membawa nampan yang berisi dua mangkok soto ayam dan dua gelas teh hangat.

Evan dan Ayu akhirnya makan dengan sesekali diselingi obrolan. Hampir setengah jam keduanya menghabiskan waktu di kantin. Setelah sarapan, Ayu mengajak Evan belajar sebentar. Barulah selepas itu. Mereka pergi ke kelas masing-masing.

"Liv," panggil Ayu saat ia berjalan ke arah kelas, ia melihat Oliv di depannya.

Oliv sempat menoleh, tetapi setelah mengetahui Ayu yang memanggil. Ia kembali membalikkan tubuh dan langsung melanjutkan langkahnya. Tak pedulikan panggilan Ayu berikutnya.

"Astaga, Liv. Lo ini kenapa, sih?" tanya Ayu yang datang dengan napas yang tersengal-sengal dan langsung duduk di bangku samping Oliv.

Oliv hanya melihat ke arah Ayu sekilas. Dengan ekspresi datar dan tanpa sepatah apa pun, Oliv malah mengambil buku dari dalam tasnya.

"Eh, nih anak, diajak ngomong malah dicuekin," ujar Ayu geram menatap Oliv yang hanya diam, malah tampak sibuk membaca buku.

Ayu berpikir sejenak, tak biasanya sahabat baiknya itu bersikap seperti ini. Apakah yang terjadi sebenarnya?
Pikiran Ayu melalang buana, mengingat terakhir kali ia bersama Oliv.

"Astaga naga, lo marah gegara kemarin gue tinggalin, Liv?" tanya Ayu saat ia berhasil mengingat kejadian kemarin saat ia pulang sekolah.

"Liv ... sorry. Maafin gue ya, maaf banget. Soalnya emang keadaannya genting," ujar Ayu tampak memohon, tangannya mengayun-ayun lengan Oliv.

Oliv yang merasa risih dengan tingkah Ayu langsung menoleh. "No problem. Mulai hari ini gue pulang sendiri dan nggak bakal ngerepotin lo lagi," ujarnya dengan muka sinis.

"Lah, kok jadi ngambek, sih?" Ayu makin kelimpungan.

"Soalnya ... gue udah dibeliin motor sama ortu gue. Yeee!" pekik Oliv langsung riang dan senyum ceria.

"Iya? Astaga! lo ngerjain gue ceritanya ini?" tanya Ayu bersedekap, pura-pura marah.

"Tapi gue seneng, sih. Akhirnya kita bisa jalan sama-sama kalau ke mana-mana ya," ujar Ayu antusias. Oliv langsung mengangguk dengan bibir yang menampakkan gigi putihnya.

"Eiitttttssss ... jangan seneng dulu. Kalau lo masih anggap gue sahabat. Lo masih punya hutang cerita dan kejujuran ke gue soal kemarin kenapa lo tega ninggalin gue."

Ayu sontak cengengesan, pipinya langsung merona. "Eh kenapa tuh, pipi? Kayak orang lagi jatuh cinta aja. Eitttts, atau jangan-jangan lo ngedate--"

"Ssssstttt, jangan kenceng-kenceng. Entar deh gue ceritain," ungkap Ayu malu-malu. Ia tak mau saja, jika sampai teman sekelasnya tahu apa yang terjadi sebenarnya.

.
.
.
.
.
Bersambung





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top