DTA - 03 - Patah Hati
💌💌💌
Yuk, jaga kesucian cintamu.
Dengan tak berpacaran
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Sudah tiga hari ini aksi Ayu selalu lolos, tak ada seorang pun mengetahui, jika ia diam-diam meletakkan di kolong meja Tomi sebuah cokelat dan sebuah kertas yang bertuliskan 'I Love You' tertempel di atasnya.
Pagi-pagi sekali, satu jam sebelum bel masuk sekolah berbunyi. Ia sengaja berangkat lebih pagi dan telah berada di sekolah hanya dengan tujuan itu.
Namun, tidak untuk hari ini, kenyataan sering terjadi diluar rencana manusia. Ia sedikit kesiangan akibat ban motornya tadi sempat bocor dan ia harus menuntunnya ke bengkel. Akan tetapi untungnya, pemilik bengkel bisa dengan cepat menangani kebocorna ban motornya, sehingga saat tiba dikelas Tomi ternyata suasana masih sepi, jadi sebelum lanjut ke kelasnya sendiri. Ia masuk ke kelas Tomi lebih dulu--XI IPA 1.
Baru saja ia berhasil meletakkan satu batang cokelat di tempat yang sama seperti hari-hari sebelumnya. Tiba-tiba terdengar, "Ehm."
Ayu terkesiap, sontak membalikkan tubuhnya. Matanya tampak semakin membeliak saat melihat laki-laki yang kini berdiri, bersandar pada pintu dengan kedua tangan bersedekap di dada.
"To-tomi," ujar Ayu gugup. Benar-benar mati kutu ia sekarang. Kepalanya langsung menunduk.
"Oh ... jadi selama ini, lo yang ngasih cokelat dan pernyataan cinta itu buat gue?"
Pertanyaan yang terlontar itu sebenarnya, tanpa Ayu menjawab pasti Tomi sudah mengetahui jawabannya.
Namun, hal ini bukan pertama kali yang dialami Ayu. Menyatakan cinta kepada laki-laki sudah beberapa kali Ayu lakukan.
"Iya, Tom. Jadi gimana jawaban surat gue. Lo mau jadi pacar gue?" tanya Ayu tak canggung lagi, yang ada, ia kini salah tingkah dengan senyum-senyum menatap cogan di hadapannya.
Cowok ganteng yang berpostur lebih tinggi sedikit darinya. Tampak senyum meledek sembari menggeleng-gelengkan kepala.
Beberapa detik suasana mendadak hening dengan keduanya saling menatap. Namun, detik kemudian wajah Tomi mendekat ke arah Ayu.
"Lo punya kaca, kan di rumah?"
Mata Ayu sontak mengerjap-ngerjap, merasakan debaran hatinya yang menggebu. Setelah mencerna pertanyaan Tomi yang menurutnya aneh, ia hanya menganggukkan kepalanya perlahan.
"Lo ngaca, deh. Emang pantes cewek dekil, hitam dan bau kayak lo, jadi pacar gue?"
"Meski hitam, gue, kan manis, Tom." Ayu masih kekeh, membujuk Tomi dengan kelebihan yang ia punya.
"Hahaha manis? Emang lo brojol dari tebu? bisa manis?"
Netra Ayu sontak membulat, ingin sebenarnya ia tertawa mendengar perkataan Tomi yang ia pun baru sadar jika yang manis itu gula dan gula berasal dari tebu.
"Hahaha ... sadar diri, dong," tawa Tomi menggelegar, sembari menoyor kepala Ayu penuh pelecehan.
Ayu langsung membeku. Ia tak terima kepalanya dilecehkan seperti ini. Emaknya saja, sekesal apa pun pada dirinya tak pernah melakukan hal seperti ini, padahal beliaulah yang susah payah mengeluarkan kepalanya saat lahiran, bertaruh nyawa.
"Kenapa, Lo? Masih mau maksa gue untuk nerima lo sebagai pacar? Jangan mimpi, deh." Tangan Tomi tampak akan mendorong kepala Ayu dengan jari telunjuknya lagi. Namun, Ayu tak tinggal diam. Tangannya langsung mencegah tangan Tomi, dengan sangat erat ia mengepal, hingga laki-laki itu meringis kesakitan.
Ayu menatap tajam ke arah Tomi lalu berucap, "Oke, Fine. Gue terima penolakan, Lo. Tapi, nggak perlu juga lo lecehkan kepala gue kayak gini. Thanks," ucapnya langsung menghempaskan tangan laki-laki itu cukup keras. Kemudian meninggalkan Tomi yang terdiam sembari memegangi tangannya yang memerah. "Gila, tuh anak. Cekalannya kenjeng banget."
"Nggak ... nggak ... gue nggak boleh nangis. Gue harus kuat," batin Ayu sembari berjalan cepat menuju kelasnya.
Sekuat-kuatnya hati wanita. Ia tak akan mampu menahan kecewanya hati yang terus merongrong dan tak perlu waktu lama untuk memenuhi sesak di dada.
Saat sesak itu tak mampu ia bendung, maka cairan bening itulah yang akhirnya meluap melalui kedua ujung manik mata, sebagai perwakilan sebuah rasa kecewa dan perih hati.
Meski telah beberapa kali ditolak, tetap saja. Hati ya hati, ia takkan berubah menjadi sebongkah batu yang bisa mengeras, sehingga tak merasa kecewa dan patah hati.
Iya ... begitulah kira-kira yang dirasakan Ayu saat ini. Harapan mempunyai kekasih tampan itu pupus dan pupus lagi. Apalagi, mengingat perlakuan Tomi, tak hanya kecewa, sakit hati pun ia rasakan.
Prinsip Ayu persoalan cintanya. 'Sekali ditolak, pantang untuk dirinya memohon kembali dan mengemis cinta kepada laki-laki itu lagi.' Bukannya ia menyerah, namun ia lebih menghargai usahanya untuk mencari target lain saja.
Setelah meletakkan tas dibangku. Ayu kemudian dengan cepat melangkah, berniat untuk ke kamar mandi. Air mata itu tak mengering dan susah untuk ditahan. Karena itu, ia memilih sedikit menunduk dan menutupi sebagian wajahnya dengan tak mengurangi kecepatan langkah kaki.
Baru saja ia hendak berbelok, akibat tak fokusnya ke sekitar. Ayu merasakan tubuhnya menabrak seseorang.
Untung saja, benturan keduanya tak keras. Sehingga hanya berakibat langkah Ayu mundur beberapa langkah saja. "Eh ... maaf, maaf," ujar Ayu tetap menunduk sembari mengusap pipinya yang basah.
"Lo," tegur laki-laki di hadapannya.
Merasa terpanggil dan suara itu tak asing, Ayu pun mendongak.
"E-van," ucapnya gugup.
"Lo habis nangis?" tanya Evan yang membuat Ayu langsung menunduk. Mengusap sekali lagi seluruh wajahnya, lalu berusaha menarik bibirnya untuk mengukir senyum.
"Hehe, gue nggak apa-apa, kok," ujar Ayu berusaha tersenyum ramah, "sorry, ya. Gu-gue nggak sengaja tadi," Ayu tampak sedikit gugup saat melihat Evan yang menatapnya intens.
"Yakin?" tanya Evan lagi tak percaya.
Ayu kembali mengukir senyum lalu mengangguk. "Ya udah ya, gue mau ke kamar mandi dulu."
"Jangan bilang, kalau lo mau nangis lagi di kamar mandi," ujar laki-laki tampan itu.
Mendengar ucapan benar Evan, sontak langkah ayu terhenti. "Jika lo butuh teman curhat dan tempat bersandar, gue siap, kok."
Ungkapan Evan barusan bagai oasis ditengah hati yang gersang. Kegersangan akibat cinta yang bertepuk sebelah tangan dan putusnya sebuah harapan. Kesejukan itu akhirnya muncul, membuat hati Ayu langsung berdesir oleh rasa nyaman.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Mungkin peribahasa inilah yang cocok buat kondisi Ayu saat ini. Setelah cinta ditolak, muncul sosok cowok yang lebih tampan dan sepertinya lebih pantas untuk diharapkan. Malah jika perlu, ingin Ayu seret sekarang juga ke pelaminan.
Aish ... pikiran gue ngawur amat, yak, batin Ayu yang malah bermonolog sendiri.
"Gimana?" tanya Evan yang terdengar semakin mendekat.
Ayu membalikkan tubuh, hatinya berdebar sangat kencang. Mudah-mudahan aja, nih cowok nggak denger bunyi genderang yang timbul akibat debaran hatiku yang semakin menggila, batin Ayu yang menunduk.
Namun, detik kemudian kepalanya mendongak. Menatap Evan yang tersenyum kepadanya.
Oh My God. Indah niat ciptaan-Mu ini. Senyumnya benar-benar membuat hatiku koyak. Mudah-mudahan nggak copot ya Allah. Tapi, copot nggak apa-apa sih, asalkan langsung berlari masuk ke hatinya, gumam Ayu dalam hati. Ia benar-benar terpesona melihat ketamapanan Evan yang berkali-kali lipat saat senyum tersungging di bibirnya.
"Mumpung masih ada lima belas menit sebelum bel masuk. Kita ke taman, yuk," ajak Evan dan langsung mendapat anggukan semangat dari Ayu.
Sepertinya, patah hatiku kali ini akan cepat sembuh, batin Ayu sembari melangkah penuh semangat di belakang Evan.
Ia seakan tak menghiraukan nasihat ayahnya yang mewanti-wanti untuk tak berpacaran dan harus berhati-hati dengan yang namanya cinta.
10 menit kemudian
Setelah Ayu menumpahkan segala rasanya kepada Evan. Rasa kecewa, perih hati dan kesedihannya seakan langsung menguap. Tergantikan sebuah rasa sebaliknya, ia sangat-sangat bahagia.
Bersama Evan pagi ini, membuat ia jatuh cinta berkali-kali lipat. "Ouh ... Evan. I love you so much," ungkap Ayu lirih, sepeninggal Evan yang pamit masuk kelas lebih dulu.
Memang hanya sepuluh menit waktu yang dilalui Ayu mencurahkan isi hatinya. Entah karena apa, saat bercerita dengan menatap laki-laki tampan itu. Seakan memberikan energi positif yang begitu kuat, sehingga dengan cepat segala rasanya di hati mengalami hal sebaliknya.
Tadinya ia merasa sedih, kini berubah sangat senang. Tadi ia kecewa, kini berubah gembira. Tadi dadanya merasakan sesak, kini telah lega dan lapang. Sakit hatinya, kini benar-benar terobati oleh sebuah cinta yang begitu cepat hadir dari lain hati.
Saat sedang asyik-asyiknya Ayu hanyut dalam pesona Evan. Tiba-tiba terdengar bunyi bel begitu nyaring. Membuat ia terkesiap, lalu bangkit dan penuh semangat kembali ke kelas.
.
.
.
.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top