DTA - 02 - Koleksi Foto
💌💌💌
Yuk baca Surat Al Mulk setiap sebelum tidur atau selepas salat Isya'.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Suasana malam di kampung berbeda dengan hiruk pikuk suasana malam di kota. Di kampung, sebelum pukul sembilan malam telah hening dan jarang sekali penduduknya keluar rumah.
Lampu yang menyala hampir setiap rumah, hanya di teras rumah dengan pintu yang tampak tertutup, kecuali jika memang saat itu ada tamu.
Sepertinya, saat peran matahari telah tergantikan sang purnama, memang menjadi waktu yang tepat untuk melepas lelah bagi mereka yang seharian bekerja di sawah masing-masing.
Begitu pun di rumah Ayu. Selepas salat Isya berjemaah, tampak empat anggota keluarga sebagai penghuni rumah itu, hendak ke kamar masing-masing.
Namun, tak ketinggalan sebelum beranjak, mereka telah selesai membaca surat Al Mulk bersama. Sebuah surat yang terdiri atas 30 ayat dalam Al Quran ini, memang rutin Ihsan--ayah Ayu-- untuk dibaca bersama keluarganya.
Karena Ihsan tahu keutamaannya jika dibaca setiap malam, maka pembacanya akan diampuni dosanya dan dijauhkan dari siksa kubur. Siapa yang tertarik, kan? Dengan keutamaan tersebut kita bisa berharap paling tidak jika kita ikhlas melakukannya, semoga Allah mengampuni dosa dan meringankan siksa kubur kita.
"Pijitin pundak Mas ya, Dik," ucap Ihsan kepada sang istri saat keduanya jalan beriringan, meninggalkan Yusuf yang masih tenang menghadap kiblat dengan guliran tasbih di tangannya.
Jangan tanyakan Ayu ke mana? Karena begitu usai bacaan 'shodaqollahuladzim', gadis itu langsung ngacir menuju kamarnya.
Setelah sampai di kamar dan meletakkan mukena di tempatnya. Ayu memilih mengambil tas, berniat mengganti buku-buku pelajaran sesuai jadwal besok.
Selang beberapa menit. Usai menata rapi buku yang jadwal tadi di rak dan memasukkan buku jadwal besok di tas, bukannya ia membaca buku-buku itu. Namun, ia lebih memilih rebahan di kasur dengan membawa buku bersampul merah jambu favoritnya. Ia membuka buku itu, melihat satu per satu foto cogan koleksinya dengan tatapan mendamba tiada bosan.
"Waaah, nggak kerasa, nih. Udah ada empat puluh sembilan foto. Berarti target selanjutnya cowok yang bernama Evan itu akan menjadi koleksi fotoku yang kelima puluh. Evaaan ... iiihhhh ganteng banget, sih dia!" ujar Ayu tampak histeris, sembari gulung-gulung di atas kasur empuknya. Kedua pipinya seketika merona, saat ia membayangkan kembali wajah ganteng laki-laki yang akhirnya berhasil diajak kenalan tadi.
Sejak kecil, Ayu memang selalu takjub dan mengidolakan cowok ganteng. Namun, inisiatif mengumpulkan foto cowok ganteng ini, baru ia lakukan semenjak dirinya memiliki ponsel di tahun terakhir saat sekolah menengah pertama. Ia selalu membidik kameranya secara sembunyi-sembunyi untuk mendapatkan foto cowok yang diincarnya.
Untuk mendapatkan foto cowok ganteng tak ubahnya seperti pemburu hewan liar di hutan bagi Ayu. Sebab, Ayu akan sangat berhati-hati, agar mangsanya tak mengetahui aksinya.
"Eh ... eh ... tapi, kan target gue masih ke si Tomi. Jadi Evan kandidat selanjutnya dulu," gumam Ayu bermonolog dengan dirinya sendiri. Tampak pikirannya sibuk merancang aksi mendekati cowok ganteng yang merupakan tetangga kelasnya itu.
"Tapi ... kalau Tomi mau jadi pacar gue? Evan mau dikemanain? Sayang, kan kalau dianggurin. Em, jadiin yang kedua aja aku nggak akan nolak, kok. Hahaha."
Ayu semakin gila dengan khayalannya sendiri. Dalam pikirannya, kini ia membayangkan bagaimana jika dirinya dikelilingi dan diperebutkan oleh cowok-cowok ganteng idamannya. "Hadu duuuhhh. Pasti indah dan bahagia banget hidup gue kalau kayak gitu," gumam Ayu sembari melihat ke langit-langit kamarnya.
Dasar si Ayu pecinta cogan, setiap ada cowok ganteng. Ia akan berusaha mendekati dan hampir selalu menyatakan perasaannya secara terang-terangan kepada laki-laki itu. Namun, sebagai muslimah yang baik. Ayu sangat-sangat menjauh dari predikat pelakor. Ia akan hanya mengoleksi foto cowok ganteng yang punya pacar dan No pakai Very-very much untuk mendekatinya.
Siapa tahu kan, suatu saat nanti aku yang memiliki muka pas-pasan gini, bisa punya pacar ganteng yang akhirnya bisa jadi suami yang bisa dibanggakan untuk memperbaiki keturunan, pikirnya nekat sembunyi-sembunyi melanggar nasihat sang bapak agar tak berpacaran.
---***---
Bunyi kokok ayam terdengar bersahutan, membangunkan para penghuni bumi untuk segera bangkit dari lelapnya dibalik selimut kehangatan.
Ifa--Ibu Ayu--bersama sang suami yang telah terbiasa bangun sebelum subuh, tampak beranjak dari ruang kecil yang dijadikan musala dalam rumah ini.
Dengan masih mengenakan mukena, ia menuju kamar anak gadisnya.
"Ayu ... yu ... ayo bangun, Nak. Udah hampir subuh," ucapnya seraya menepuk-nepuk pipi putrinya.
Bukan Ayu namanya jika langsung bangun. Hampir setiap malam, Ifah selalu jengkel saat membangunkan putrinya itu. Namun sebagai orang tua yang penuh harap agar mempunyai putri salihah, ia tak kenal kata menyerah.
"Ayu ... ayo bangun, Nak," ucap Ifa lembut, tetapi tepukan tangannya di pipi Ayu semakin kuat. Berulang kali ia melakukan hal yang sama.
Melihat tak ada respon, Ifa tampak menghela napas. Ia pun akhirnya menarik paksa guling yang dipeluk Ayu. Benar saja, akhirnya Ayu membuka mata. Namun, itu hanya sebentar. Setelah itu mata Ayu kembali terpejam erat.
Ifa yang sudah hafal dengan kelakuan Ayu, akhirnya mengancam, "Kalau kamu enggak mau bangun, Emak siram ya, Yu."
Jurus ancaman Emak ternyata ampuh karena keistiqamahannya. Mata ayu pun langsung terbuka lebar, sedangkan mulutnya meringis menatap Ifa. Detik kemudian mulutnya menganga seraya tangannya mengucek kedua mata.
"Mbok ya kalau nguap itu ditutup to Yu, Yu. Udah, sana cepat ke kamar mandi. Setengah jam lagi subuh. Enggak keburu nanti tahajjudannya," ucap Ifa menutup mulut Ayu yang dengan leluasanya tanpa beban menganga lebar.
Dengan langkah gontai, akhirnya Ayu menuruti semua perintah wanita terkasihnya. Walau penuh paksa dan sering kesal, namun Ayu sadar, jika didikan kedua orang tuanya ini demi kebahagiaan dirinya tak hanya di dunia. Namun, juga di akhirat.
.
.
.
.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top