New Journey
Unit Dharma bersama dengan Inspektur Dendi tiba di post Kopassus yang berada tak jauh dari hutan kematian. Sejujurnya para anggota militer tidak percaya dengan unit Dharma yang masih terlalu muda dan tak terlihat profesional. Meskipun Sersan Sasongko telah menjelaskan situasinya.
"Begini, Inspektur Dendi. Bukannya saya tidak mempercayai Unit baru yang telah dibentuk oleh pemerintah, tetapi misi ini terlalu berbahaya untuk anak-anak seusia mereka," tutur Letnan Jatayu.
"Pasukan Komando Khusus, dikenal juga Pasukan Baret Merah," gumam Inspektur Dendi. "Memiliki kemampuan khusus seperti bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian, dan anti teror."
"Tugas Kopassus Operasi Militer Perang (OMP) diantaranya Direct Action serangan langsung untuk menghancurkan logistik musuh, Combat SAR, Anti Teror, Advance Combat Intelligence (Operasi Inteligen Khusus). Selain itu, Tugas Kopasus Operasi Militer Selain Perang (OMSP) diantaranya Humanitarian Asistensi (bantuan kemanusiaan), AIRSO (operasi anti insurjensi, separatisme dan pemberontakan), perbantuan terhadap kepolisian/pemerintah, SAR Khusus serta Pengamanan VVIP." Lanjut Inspektur Dendi. "Prajurit yang terampil dalam banyak bidang, dan tentunya kami, Unit Dharma pun juga prajurit terbaik dibidang kami, Letnan."
"Tentu saja untuk anak seusia itu terlalu berbahaya, Inspektur!" tutur Kolonel Arman yang baru saja tiba di tempat. Sontak Inspektur dan Letnan menatapnya.
"Begini saja, kami akan kirimkan lima prajurit terbaik kami sebagai jaminan mereka," lanjut Kolonel.
"Jaminan?" Dendi berdehem. "Semua pasukan yang masuk ke dalam hutan tak pernah kembali, apa itu sebuah jaminan, Kolonel?"
"Setidaknya, sebelum pasukan kecilmu menghilang, kami sudah berusaha memberikan support. Agar ketika mereka berada dalam situasi berbahaya, setidaknya ada pasukan elit yang membantu mereka."
"Hmm ... baiklah, tak masalah. Tugas kami di sini hanya membantu, jadi kamilah support nya," timpal Dendi sambil berjalan menuju anggotanya yang sedang istirahat di depan.
* * *
"Kalian akan masuk menemani lima anggota Kopassus," tutur Dendi pada anggotanya.
"Kopasus, kopi pake susu," gumam anggota Dharma berjaket merah yang mengenakan satu penutup mata di mata kirinya. Sontak para anggota militer yang mendengar goyonan tersebut menatapnya agak sinis.
"Heh, jangan sembarangan!" Seorang pria bermata sipit menyenggolnya karena bercanda tidak pada tempatnya.
"Kekeke terserah dong," balas si jaket merah.
"Uchul, Septa, diem dong. Ganggu konsentrasi tau enggak?" gumam pria yang sedang sibuk membaca buku.
"Kalo diem, udah jadi tugas Tara kekeke jadi kita enggak boleh diem, karena nanti Tara jadi kehilangan tugasnya," balas Uchul sambil menatap seorang pria yang mengenakan sarung tangan hitam di tangan kanannya dan sarung tangan putih di tangan kirinya. Pria yang dipanggil Tara itu tak mempedulikan Uchul dan Tirta yang tampak berselisih.
"Bisa diem enggak?" ucap seorang pria yang sedang berbaring di balik selimut berwarna birunya. Ketika pria itu berbicara, semua anggota langsung diam dan tak bicara.
Dendi tersenyum melihat ke arah pria tidur itu. "Oke, terimakasih Yudistira. Karena kalian udah pada tenang, jadi langsung aja kita perkenalan sama Kolonel Arman dan pasukan yang nantinya akan masuk ke dalam hutan bersama kalian."
Mereka berempat berjalan di belakang Inspektur Dendi, sementara satu orang yang sedang tertidur masih saja berbaring di sana dan terlupakan.
* * *
Unit Dharma memasuki tenda milik Kolonel, di sana sudah berdiri lima orang lengkap dengan semua alat-alat yang akan mereka bawa masuk ke dalam hutan. Mulai dari medikit, makanan, senjata, bahkan penerangan, dan juga alat-alat seperti tambang untuk menghadapi medan hutan.
Sementara Dharma hanya bermodalkan tas carrier, bahkan pria berjaket merah mengenakan tas jansport berwarna hitam.
"Unit Dharma sepertinya sudah siap untuk berlibur ya, Inspektur," tutur Kolonel.
"Ya, beginilah," balas Dendi sambil menggaruk-garuk kepalanya. Memang Unit Dharma adalah orang-orang yang sulit untuk diatur. Mereka bergerak semaunya, tetapi mereka tak penah gagal dalam menjalankan tugasnya.
"Perkenalkan diri kalian," tutur Kolonel pada pasukannya.
"Nathan Ardiansyah!" tegas pria yang sepertinya adalah pemimpin dari regu ini. Nathan merupakan sosok yang berwajah tegas, ia memiliki sorot mata yang tajam.
"Gatot Subroto!" tegas pria yang bertubuh paling besar dan kekar di antara regu milik Kolonel.
"Dahlan Rahwarin!" Dahlan merupakan orang yang paling terlihat tenang dan ramah senyum.
"Rendi Iskandar!" Pria dengan sorot mata yang tajam dan terlihat paling pendiam di regunya.
"Guntur Saputra!" tegas orang terakhir di dalam regu tersebut. Guntur berkulit coklat, ia sepertinya terlatih dalam hal kecepatan. Tubuhnya paling kecil di antara empat lainnya.
Selanjutnya giliran Unit Dharma untuk memperkenalkan diri mereka.
"Saya Inspektur Dendi, yang bertanggung jawab atas regu yang akan saya kirim untuk misi kali ini." Dendi mempersilahkan regunya untuk memperkenalkan diri.
"Septaraja," tutur Septa santai sambil melemparkan senyumnya, tak seperti para anggota elit yang terlihat tegas.
"Rizwantara Putra," sambung Tara dengan nada hidup segan dan mati pun tak mau.
"Tirta Martawangsa!" seru Tirta bersemangat seperti para regu milik Kolonel.
"Sebut saja Uchul," sambung Uchul sambil menyeringai.
"Bukannya ada seorang lagi, Inspektur?" tanya Kolonel.
"Oh, itu. Dia adalah pemimpin regu ini. Kei Yudistira namanya," jawab Dendi.
Sejujurnya satu batalion yang berada di tempat ini menganggap bahwa pemerintah sedang bercanda. Mengirim anak-anak dengan sikap yang aneh, dan tergolong unik.
Setelah bubar untuk mempersiapkan diri. Nathan berjalan ke arah Kolonel. Melihat Nathan yang mendekat, Arman tampak berdehem.
"Misi kali ini akan berat sepertinya, melihat pemerintah yang mengirim bantuan seperti mereka," gumam Kolonel.
"Itu yang ingin saya sampaikan. Saya takut, mereka hanya akan menghambat misi pada kesempatan kali ini," tutur Nathan.
Seseorang menepuk pundak mereka berdua, sontak mereka menoleh dan menatap ke orang yang telah menepuk mereka.
"Diam dan pelajari," tuturnya pada Nathan dan juga Kolonel. "Percayakan saja pada kami, oke?"
"Oke," jawab Nathan dan Kolonel dengan tatapan kosong.
* * *
Unit gabungan ini diberi nama Garuda Sakti. Kini mereka bersepuluh telah sampai di perbatasan. Mobil yang mengantar mereka hanya sanggup mengantar mereka lima kilometer sebelum memasuki area hutan.
Nathan memimpin perjalanan, sementara Rendi berada di urutan paling belakang menjaga anak-anak manja yang akan merepotkan misi mereka kali ini.
"Berhenti!" tutur Kei spontan ketika mereka hendak memasuki area hutan. Sontak seluruh anggota berhenti.
"Kenapa berhenti? Apa kalian mulai takut?" ledek Guntur.
"Itulah mengapa orang-orang kalian tak pernah kembali. Kalian memang bodoh," lanjut Kei.
"Apa maksudnya itu?!" Gatot mulai emosi mendengar ucapak Kei.
"Hutan ini dilindungi oleh tabir ghaib. Apapun yang masuk menerobos tabir ini, akan terdeteksi oleh pembuatnya," ucap Tirta sambil membaca buku. Kemudian ia menutup bukunya. "Dan kalian akan tertangkap!"
"Yang jelas, ini pekerjaan seorang pengguna ilmu hitam, dan orang ini jenius. Tidak salah kita dipanggil ke sini," sambung Septa.
Tara menatap Uchul dan memberikan kode dengan sedikit gerakan kepala.
"Oke, oke." Uchul berjalan hingga berada di depan Nathan. "Semuanya harus berpegangan. Tutup mata kalian, dan jangan membuka mata sebelum gua perintahin buat buka!"
"Hah! Kalian pikir ini permainan apa?"
"Guntur, hentikan. Ikuti apa kata mereka," potong Nathan sambil berusaha meyakinkan regunya untuk mengikuti instruksi dari Uchul. Kini mereka semua berpegangan dan menutup matanya.
"Jangan lepaskan pegangan, sebelum gua kasih perintah! Jangan buka mata sebelum gua suruh!"
Uchul membuka penutup matanya. "Suratma Total."
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top