#4


"Bunda, makan dulu yuk," Livia membujuk Devi agar mau makan, dengan malas Devi bangun dan membetulkan selang infus di lengannya.

"Kamu juga Liv mengapa sampe bawa bunda ke rumah sakit?" tanya Devi dengan suara lemas.

"Loh bunda pingsan gitu,  saya takut,  wajah bunda pucat," sahut Livia mulai menyuapi Devi.

"Bunda dehidrasi, kok bisa,  berarti kalau saya tinggal,  bunda nggak minum dan nggak makan pula, ada yang bunda pikir?" tanya Livia.

"Jangan bilang bunda kangen sama mas Sena dan mas Ejak," ujar Livia sambil tersenyum,  Devi hanya menghela napas dan berusaha tersenyum.

****

Pagi ini Nanta diam-diam menyusup ke pantry melihat kesibukan Sena lalu ke luar dengan tatapan kaget para karyawan yang mengira Ananta akan melakukan penilaian sendiri untuk pegawai teladan tahunan, karena biasanya ada tim khusus untuk itu.

Lalu ia menuju ruangan tempat Ejak bekerja, yang ternyata Ejak masih asik dengan komputer didepannya dan terlihat beberapa kali berbicara dengan santun pada beberapa karyawan di tempat itu.

Perlahan Ananta kembali ke ruangannya,  duduk di kursinya dan menyandarkan kepalanya,  dia tahu bahwa dia tidak bisa serta merta mengenalkan diri bahwa ia adalah ayah dari keduanya. Terlalu lama mereka terpisah dan Ananta yakin,  Devi tidak menceritakan bagaimana mereka terpisah.

Nanta kawatir jika ia tiba-tiba muncul dalam kehidupan mereka,  ia malah akan dibenci, sebagai orang tua yang tak bertanggung jawab selama 20 tahun.

****

Lepas maghrib Nanta mulai ke luar dari ruangannya dan menghentikan langkahnya saat di ruang loby ia mendengar suara orang bercakap-cakap.

"Bang,  bunda sakit apa ya,  kok segitunya mikir kita sampe sakit?"

"Entahlah Jak, paling karena ini baru pertama bunda jauh dari kita."

"Yang tetep aku heran sampe hari ini bang,  kenapa ya bunda kok ngelarang kita nyebut nama belakang selama berada di Jogja, kan itu nama keluarga,  lagian siapa yang bakalan ngurus nama keluarga kita,  aku jadi penasaran."

"Aaah udahlah Jak, kita patuh bunda aja,  kalo kenalan cukup nama panggilan aja, tumben kamu cerewet,  biasanya irit ngomong."

"Ayo kita ke kosan bang, mampir beli makan laper banget nih bang."

Keduanya berjalan ke luar dari loby.  Ananta menatap keduanya dengan tatapan sedih dan berjalan cepat menyusul Sena dan Ejak.

Saat tiba di parkiran Ananta berteriak memanggil keduanya. Seketika Sena dan Ejak menoleh dan saling pandang.

"Maaf Pak,  Bapak memanggil kami, apa kami melakukan kesalahan?" tanya Sena.

"Iya Bapak memanggil kalian, gak ada yang salah, kalian mau ke mana?" tanya Ananta.

"Mau pulang Pak, ke tempat kos kami, teman-teman sudah pulang sejak tadi," sahut Sena.

"Ikut Bapak yok,  Bapak antar," ajak Ananta yang keduanya saling pandang dan tampak enggan karena sungkan.

"Ayolah naik, Bapak antar,  ayolah Sena,  Ejak," Nanta membuka pintu mobilnya dan Sena duduk di depan dengan Nanta, Ejak duduk di belakang.

Selama perjalanan keduanya diam saja.

"Sejak kemarin kalian terlihat resah,  ada apa?" tanya Nanta.
"Bunda sakit Pak,  mungkin karena ini baru pertama berpisah jauh dari kami," jawab Sena.

"Ooo, kan ada ayah kalian," ujar Nanta memancing keduanya. Lama tak ada jawaban dan Sena menjawab pelan.

"Ayah dan Bunda,  sudah pisah sejak kami bayi, Pak."

"Oh,  maaf," ujar Nanta dan bibirnya terasa kelu.

"Tidak apa-apa Pak,  kami terbiasa tidak ada ayah sejak kecil jadi nggak masalah bagi kami,  bagi kami, cukup bunda di sisi kami sudah lebih dari segalanya," Sena menjawab dengan lirih namun Nanta merasakan sebagai pukulan yang sangat menyakitkan di dadanya, matanya berkaca-kaca.

Nanta membelokkan mobilnya menuju sebuah rumah makan yang menyajikan gudeg dan makanan khas jawa lainnya.

"Ayo turunlah, kita makan malam," Nanta ke luar dari mobilnya dan melihat keduanya berjalan dengan sungkan dan saling pandang.

"Ayo masuk,  bapak nggak ada teman makan,  nggak papa kan kalian nemani bapak,  nggak keberatan kan?" tanya Nanta.

"Iya Pak,  nggak papa," Sena saling sikut dengan adiknya.

"Ayo, ini milih sendiri,  ambil sendiri, ini piringnya, itu nasinya dan lauknya kamu pilih,  nanti minumannya pesan sama mas yang duduk di pojok itu," ujar Nanta mulai sibuk menyendok nasi dan mengambil lauk dan sayur kesukaannya.

Ketiganya makan bersama dan sesekali tampak Nanta bertanya pada keduanya dan Sena yang lebih sering menjawab.

"Maaf Pak,  bapak kok nggak makan di rumah,  pasti istri bapak nunggu," ujar Sena hati-hati, meski ia sebenarnya tahu dari beberapa karyawan jika Ananta tidak menikah.

Nanta tersedak dan segera mengambil teh hangat untuk ia minum, pertanyaan Sena mengagetkannya.

"Eeemm Bapak belum menikah lagi, dan tidak terpikir untuk menikah lagi," ujar Nanta sambil menatap wajah Sena yang kaget.

"Oooh maaf,  jadi bapak...," ucapan Sena terpotong dan Nanta mengangguk merasa ini kesempatan pertamanya untuk menjelaskan pada keduanya.

"Yah, dulu,  dua puluh tahun lalu saya pernah menikah dan berpisah, bukan kami yang ingin berpisah tapi keadaan yang memaksa kami berpisah," ujar Nanta menghentikan makannya.

"Bapak tidak berusaha mencarinya jika bapak mencintainya?" tanya Ejak, dan cukup mengagetkan Nanta.

"Sudah,  bapak sudah mencarinya ke mana-mana,  bapak kehilangan jejak, bapak putus asa, bapak terpuruk dan hampir hancur, namun bapak bisa bangkit meski harus kehilangan nyawa salah satu orang tua dan tiga hotel yang diambil alih sanak saudara karena hampir bangkrut, ah maaf,  maafkan bapak,  telah membuat kalian masuk pada cerita bapak, lanjutkan makan kalian," ujar Ananta, ia merasa lega,  paling tidak jika suatu saat keduanya tahu ia ayahnya,  tidak akan serta merta menyalahkannya.

****

Dua hari Kemudian Devi ke luar dari rumah sakit, tiap malam Sena dan Ejak menelponnya bergantian, menanyakan perkembangan kesehatannya.

****

Devi mulai sibuk lagi dengan dunianya dan berusaha melupakan wajah laki-laki yang tak mungkin ia lupakan,  Devi tak mempunyai selembar fotopun kenangannya bersama Nanta, karena sejak dekatpun mereka tidak pernah berfoto bersama,  foto pernikahan semuanya ada di rumah mertuanya dan tak sempat ia bawa saat diusir oleh ibu mertuanya.

****

Saat Devi sedang asik dengan laptopnya tiba-tiba ponselnya berbunyi dan terlihat nama Sena di sana

Halo Sena

Wah suara bunda terdengar sehat dan merdu

Sudah makan

Sudah makan nasi goreng bunda, cari yang murah-murah aja hahahaha

Loh kalo pengen yang lain ya beli sayang

Nggak ah kasihan bunda, tapi kemarin aku sama Ejak udah makan enak kok Bunda,  ditraktir Pak Nanta pemilik hotel

....

Bundaaa bundaaa kok batuk sih,  bunda masih sakit

Ah nggak papa, jangan mau jika diajak siapapun yang belum kalian kenal

Ya nggak enak lah bunda,  beliau kan pemilik hotel tempat kami praktik

....

Eh bun, Sena pikir pak Nanta bujang lapuk,  ternyata beliau pernah nikah, tapi pisah, beliau terpaksa berpisah katanya bun,  beliau nyari istrinya ke mana-mana, sampe pak Nanta terpuruk, hotelnya bangkrut tiga dan salah satu ortunya meninggal,  duh tragis banget bun,  masa orang setampan beliau nasibnya kok gitu banget..buuun buuuun kok gak ada suaranya sih..

Bunda mau ke wc

Yaaah bundaaa

Devi mematikan ponselnya dan menangis sejadinya, ia tidak menyangka jika nasib keluarga suaminya akan separah itu. Devi merebahkan badannya di kasur,  memeluk gulingnya dan berusaha memejamkan matanya meski air matanya berlelehan.

****

Keesokan harinya, siang hari Nanta kembali berkeliling hotelnya,  kebiasaan yang bikin heran semua karyawan karena sejak ada mahasiswa praktik, Nanta sering sekali melihat-lihat karyawan dan mahasiswa berpraktik bekerja.

Saat memasuki ruangan bagian HRD, ia melihat kursi Ejak yang kosong.

"Kemana mahasiswa yang biasanya duduk di sini Esti?" tanya Nanta pada karyawannya.

"Masih ke kamar kecil tadi pak, lagi pula sudah masuk jam istirahat, mungkin sholat dia pak," jawab Esti.

Saat akan melangkah, ponsel Ejak tiba-tiba berbunyi dan dada Nanta tiba-tiba berdebar saat melihat nama bunda tertera di sana. Perlahan ia mengambil ponsel Ejak, menekan tanda bahwa panggilan diterima dan didekatkn pada telinganya.

Halo Ejak sayang, sudah makan siang nak, tadi bunda nelpon abangmu nggak diangkat,  jangan lupa sholat ya..halooo Ejaaak..Ejaaak..

Dan mata Nanta berkaca-kaca mendengar suara itu lagi suara yang sangat dirindukannya..

Dari pintu masuk ruangan, Ejak menatap dengan pandangan tak percaya, Pak Ananta pemilik hotel tempatnya berpraktik,  memegang ponselnya dan terlihat menahan tangis.

****

Selamat sore readers, happy reading 😘

Selamat berbuka,  kali aja ada puasa sunnah kamis ato ada yang mengganti puasa kemarin karena berhalangan..tapi bukanya nunggu adzan maghrib ya 😄

13 Juni '19 (16.13)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top