Bab 5

Di meja makan semua orang berkumpul. Di mana Theo yang ada di samping Marsa dan berhadapan langsung dengan Calista.

Tak ada yang menyadari apa yang dilakukan oleh kaki Theo kepada Calista di saat mereka semua sedang asyik menyantap masakan yang ada di hadapan masing-masing.

“Gimana makanannya, enak?” tanya Marsa membuka percakapan di antara mereka.

Wanita itu bahkan dengan wajah semringahnya menatap keluarga Deren. Memang sudah lama dirinya tidak berkumpul seperti itu dengan para sahabat atau keluarga.

Kesibukannya mengurusi banyak kasus orang-orang penting, membuat Marsa tak memiliki waktu untuk kongkow. Hanya sekadar bermanja mesra kepada suaminyalah yang bisa dia lakukan di tengah kesibukannya.

Calista meraih sebuah gelas berisi air dan kemudian meneguknya secara perlahan. Hal yang tak luput dari kejelian mata Theo, saat leher jenjang itu bergerak ke atas dan bawah dengan sangat pelan, membuat sesuatu yang awalnya tenang menjadi gusar.

Sial! Wanita itu benar-benar menggodaku, gumam Theo dalam hatinya.

“Mmm ... enak, kok,” jawab Deren singkat yang kemudian melahap kembali makanan itu dan mengunyah hingga lembut sebelum menelannya.

“Siapa dulu chef-nya? Theo ....” ungkap Theo dengan bangganya, karena merasa mendapat sebuah pujian dari suami Calista.

“Ain uga uca mam ini,” sahut Zayn sambil menaikturunkan sendok berwarna perak yang ada dalam genggamannya.

Bocah kecil itu bahkan tersenyum lebar hingga menunjukkan barisan gigi susu yang begitu rapi dan putih. Sekilas, saat Zayn tersenyum wajahnya terlihat seperti Theo, tetapi baik Deren maupun Marsa tak ada yang menyadari hal tersebut.

Marsa dan Theo awalnya hanya menganga sambil memikirkan arti ucapan bocah tersebut. Beruntung, Leon—anak pertama Deren dan Calista—memberi tahu keduanya jika sang adik juga menyukai makanan buatan Theo.

“Kalau Mama lagi di rumah, Mama sering buatin ini untuk Zayn, Om, Tante,” pungkas Leonard.

Marsa dan Theo mengangguk paham, lalu melanjutkan lagi makannya.

“Sebenarnya makanan ini juga makanan kesukaan Theo. Kayanya bakal cocok kalau Zayn jadi anak kami,” canda Marsa yang tentu saja itu membuat Calista terkejut hingga tersedak.

Wanita itu terbatuk sambil menepuk-nepuk pelan dadanya. Dengan cepat Theo dan Deren menyodorkan sebuah gelas berisi air milik keduanya kepada Calista.

Hal itu tak luput dari perhatian Marsa dan juga Deren. Terlebih saat tangan sebelah kanan Calista justru meraih gelas yang disodorkan oleh Theo.

Thank you,” ucap Calista sambil meletakkan kembali gelas tersebut ke samping piring milik Theo.

Tak pelak hal itu membuat Calista akhirnya menyadari apa yang dia lakukan bisa saja menimbulkan kecurigaan dari Marsa ataupun Deren.

Pelan-pelan kepala wanita cantik itu menoleh kepada Deren. Keduanya beradu pandang. Mata lelaki itu menyipit dengan raut wajah yang merengut penuh tanda tanya.

Pasti setelah pulang dari sini, curigaannya bakal kumat, keluh Calista dalam hatinya seraya mengembuskan napasnya dengan kasar.

Marsa sedari tadi hanya bisa menyaksikan dan memperhatikan raut wajah semua orang. Namun, satu yang pasti dia tahu, jika Deren pasti cemburu melihat sang istri lebih memilih gelas dari pria lain. Dia pun segera memutar otak untuk mencairkan suasana yang mulai menegang.

“Oh ya, kalian nginep di sini aja gimana? Biar rame, karena kan kalian tahu sendiri, aku dan Theo hanya berdua, ya kadang ada timnya Theo, tapi kan nggak tiap hari. Daripada tinggal di hotel. Mau, kan?” pinta Marsa dengan wajah memelas menatap satu per satu keluarga sahabatnya itu.

“Bukan kami mau menolak, tapi aku dan Calista nggak tinggal di hotel. Kami sudah menyewa apartemen nggak jauh dari sini. Jadi, sayang aja kan, kalau nggak kami tempati. Tapi, makasih, ya, untuk tawarannya,” tolak Deren secara halus.

“Yah, sayang banget. Ya udah, deh, gimana kalau anak-anak aja tinggal di sini?” tawar Marsa yang setelah itu beralih menatap kedua bocah laki-laki dengan alis yang tertarik ke dalam dan ke atas serta bibir yang tertarik ke bawah. Berharap kedua makhluk tak berdosa itu akan iba padanya. “Kalian mau, kan, nemenin Om dan Tante di sini?”

“Jangan, Sa, nanti anak-anak malah ngerepotin kamu dan juga Theo,” ucap Calista yang sebenarnya memang tidak ingin wanita itu dekat-dekat dengan kedua putranya, terutama Zayn.

“Biarlah anak-anak di sini. Jadi kalian berdua bisa bulan madu lagi, sepertiku dan Marsa yang setiap harinya berasa bulan madu. Iya, kan, Sayang?” pinta Theo.

Dalam hati pria itu sangat menginginkan bisa akrab dengan Zayn. Sudah lama sejak beberapa tahun lalu dirinya tak pernah memiliki kesempatan untuk bisa bersama dengan bocah yang memang ada kemiripan dengannya.

“Baiklah, aku tidak akan memaksa. Tapi, setidaknya kalian habiskan dulu makanannya, setelah itu kita ngobrol-ngobrol ringan. Oke,” putus Marsa.

Mereka pun melanjutkan makan tanpa ada pembicaraan lagi. Semua orang sama-sama menyadari jika suasana di tempat makan itu sudah tidak kondusif.

Selesai itu, Marsa dan Calista menumpuk piring-piring kotor lalu meletakkannya di tempat cucian piring. Calista semula ingin mencuci semua piring kotor itu, tetapi dengan sigap Marsa melarangnya.

“Udah, biarin aja. Nanti biar aku yang mencucinya. Lagi pula, nanti kukumu patah dan gaunmu juga kotor kalau kamu melakukan ini,” ucap Marsa dengan niat baiknya.

Sayangnya hal itu dirasa berbeda oleh Calista. Wanita itu merasa seolah istri Theo itu sedang menyindir dirinya yang selalu memikirkan penampilan dan dandanan saja.

Mata wanita itu pun memerah, diikuti pipi yang mulai terasa panas, serta air yang mulai menggenangi pelupuk matanya.

Sialan si Marsa. Lihat saja, aku akan melaporkan hal ini kepada Theo, biar dia yang memberi istrinya ini pelajaran. Seenaknya nyindir orang. Padahal, dirinya sendiri nggak becus jadi istri. Ngasih anak aja nggak bisa, ucap Calista dalam hatinya.

Marsa mengajak Calista ke ruang tamu. Di sana terlihat Deren yang sedang sibuk menggulir layar ponselnya, dan Theo yang sedang asyik bermain dengan Leon dan Zayn.

“Coba, deh, Sa, kamu ikut program hamil, siapa tahu berhasil. Apa kamu nggak kasihan ke Theo? Lihatlah, dia begitu menyukai anak-anak, dan mereka juga senang main sama Theo,” ucap Calista yang memang sengaja ingin menyindir balik Marsa. Bahkan, setelah mengucapkan hal itu, dia langsung tersenyum licik.

Marsa seketika tertegun. Hatinya langsung rapuh dan merasa sedih mendengar apa yang Calista ucapkan memang benar adanya.

“Hati-hati, loh, Sa, cowok normal kaya Theo yang memang menginginkan seorang anak, bisa aja dia selingkuh di belakang kamu. Atau mungkin aja suatu saat nanti dia meminta izin untuk menikahi wanita lain demi mendapat seorang anak. Setelah itu menceraikan kamu.”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top