Bab 22

Alex mengantar Calista sampai ke depan rumah Marsa. Ia memutuskan untuk segera kembali ke rumah sakit menjemput Naya. Dilihat sekilas tampak rumah yang sepi karena kedua pemiliknya tidak berada di tempat. Calista menekan beberapa nomor lalu berhasil membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.

"Aneh, bukannya dia tamu. Tapi kok dia bisa sesantai itu memasukkan pasword rumah orang lain. Ah masa bodoh mungkin memang sebelumnya bu marsa sudah memberi tahu pasword pintu rumahnya," pikir Alex, kemudian berlalu pergi.

Calista nampak lelah setelah menjalani pemeriksaannya hari ini. Ia berjalan menuju dapur mengambil segelas air putih dan beberapa buah yang ada di kulkas. Ia lantas membawanya ke ruang tengah. Meletakkan dengan rapi di meja lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa abu-abu.

"Sepi sekali sih rumahnya. Mana Theo susah banget dihubungi." Calista menatap seluruh isi rumah Theo dengan baik.

Hangat, menurutnya rumah ini hangat, jauh lebih hangat daripada rumahnya sendiri. Sangat nyaman dan membuat siapapun menginginkannya. Sama halnya dengan dirinya sekarang yang menginginkan tempat ini bukan saja tubuh Theo, lambat-laun perasaannya pada lelaki itu semakin tumbuh subur. Ia menginginkan Theo sepenuhnya, sebagai nyonya yang menyandang status sah istri dari lelaki tercintanya itu.

Entah sejak kapan perasaannya pada Deren mendingin. Tidak lagi bergelora seperti dulu. Ia sudah tidak lagi merasakan kehangatan pada diri Deren. Baginya hanya ada rasa sedih dan kecewa bila terus berada di sisi suaminya itu. Hari-harinya pasti penuh air mata yang suamijya saja tidak mengetahui air mata itu untuknya. Apa yang ia inginkan tidak bisa terpenuhi. hasrat biologisnya juga butuh tersalurkan.

Berbulan-bulan hanya tangis yang selalu menemani malamnya. Hasratnya tidak pernah tersalurkan. Tahun demi tahun hubungan itu semakin lama semakin jarang terjadi diantara keduanya. Meski dilakukanpun kesenangan itu entah kemana, hampa dan kosong rasanya. Hingga ia tidak sengaja bertemu dengan Theo.

Pada awalnya mereka hanya bertemu sebatas rekan bisnis. Calista sebagai model iklan dan Theo sebagai owner. Mereka sering menghabiskan waktu berdua tanpa disangka keduanya cocok dan merasa nyaman satu sama lain. Hingga malam itu terjadi. Saat pesta peluncuran produk digelar seluruh staf dan model yang menggarap iklan itu merayakan di sebuah bar besar di Jakarta. Calista yang mabuk pergi berdua dengan Theo. merasa ada celah mereka menyalurkan hasrat yang selama ini mereka pendam.

Calista tidak menyangka bahwa Theo adalah jawaban yang selama ini dia cari. Lelaki yang berhasiil memenuhi kehausannya bertahun-tahun ini.

Sangat jauh berbeda dengan Deren. Meski hanya sekedar malam penuh gairah sekali seminggu bahkan sekali ebulan tidak bisa lelaki itu penuhi. Deren hanya sibuk dengan karir, uang dan anak-anak. Tidak lagi peduli dengan dirinya yang masih membutuhkan perhatian dari sang suami. Istri yang membutuhkan belaian lembut dan kecupan membara. Sebulan dua bulan Calista masih bisa menahannya namun hal itu berlanjut hingga sekarang membuat tembok kokoh Calista runtuh juga.

Baginya Segala hal yang dia hasratkan bisa dia dapat dari Theo. Lelaki idamannya itu sedikit lagi akan menjadi miliknya. Dia hanya butuh kerja ekstra untuk menyingkirkan Marsa dari sisi Theo.

"Aku harus bisa mendapatkanmu," ujar Calista sambil memandangi foto besar di tengah ruangan. Foto pernikahan Theo dan Marsa. Theo terlihat sangat gagah berbalut jas berwarna hitam.

Sesekali Calista meneguk air yang ia bawa dan memakan beberapa buah. ia melirik benda hitam di sudut meja. Wanita itu meraih remote lalu menyalakan televisi dan mengganti beberapa channel hingga berhenti di satu saluran infotainment.

"Ya, bagi saya istri adalah segalanya. Dia telah bersusah payah untuk keluarga, sehingga kesetiaan adalah upah yang pantas dia dapatkan sekarang," kata bintang tamu dalam acara itu. Dahi Calista mengrenyit sebal. Dia malas sekali mendengarkan celotehan tentang kesetiaan itu apalagi jika kata-kata itu tidak ditujukan untuknya.

Hati calista langsung hancur mendengar Theo memuji-muji istrinya. Dia jelas ingin berada pada posisi itu. Ia begitu menginginkan kata-kata itu ditujukan padanya.Apalagi senyum ceria Theo saat membahas marsa membuat darahnya naik. Ingin rasanya dia marah namun ia tidak memiliki hak itu. Wajah Calista langsung cemberut saat MC menanyakan hal-hal sensitif pada Theo yang jelas dijawab dengan kata-kata pujoan dan romantisme.

"Baik, kalau begitu beruntung sekali ya bu Marsa mendapat suami seperti anda," lanjut sang pembawa acara. Senyum sumringah terpancar jelas dati wajah bintang tamu yang tidak lain tidak bukan adalah Theo, influencer bisnis yang sedanf naik daun.

"Kenapa sih Marsa lagi Marsa lagi, apa bagusnya sih Marsa," ujar Calista kesal. Ia langsung mematikan televisinya dan melempar remote dengan kasar. Teriakan histerisnya membuat seisi rumah rasanya ingin runtuh. Untung tidak ada orang disini ehingga Calista dengan santainya berteriak.

"Wow wow wow, apa yang kau lakukan? Kok cemberut begitu?" tanya Theo, rupanya lelaki itu baru saja pulang. Ia mengetahui Calista ada di ruang tengah karena suara gerutuan wanita itu lumayan keras. Oleh karenanya ia bergegas menuju ruang tengah untuk menemui wanitanya itu.

"Hmp," Calista membuang muka ke arah lain. Berharap dia tidak bertemu laki-laki ini sekarang. Malas sekali meladeni orang yang baru aja membuat moodnya buruk seketika.

"Kamu marah? sama aku? kenapa? Hei? tatap wajahku?" Theo melingkarkan tangannya di pinggang Calista namun ditepis. Tidak patah arang Theo segera menarik tangan Calista dan mendekapnya erat.

"Kau lucu kalau ngambek begini," bisik Theo, lelaki itunlalu mendaratkan bibirnya di tengkuk belakang Calista sehingga membuat dadanya berdesir.

"Aku capek, mau mandi," Calista berusaha menghindar kembali, kecupan itu tidak membuat moodnya kembali baik. Ia hanya akan semakin sedih jika diperlakukan seperti ini. Dia ingin lebih tidak hanya wanita simpanan saja, tapi ia ingin menjadi nyonya rumah ini juga.

"Aku ikut."

"Diam disana atau aku teriak. Aku sekarang benar-benar tidak mood untuk melakukan hal itu Theo. Maaf," Calista pergi begitu saja meninggalkan Theo yang berdiri mematung kebingungan. Tumben sekali Calista seperti ini.

Theo menunggu wanita itu dengan sabar, meski didalam hatinya menggerutu. Dia baru pulang dan disambut omelan. Padahal yang dia inginkan adalah pelukan dan cumbuan.

Sementara Calista masih mengomel di kamar mandi. Dia kecewa mengapa menolak Theo tadi, dia senang dipeluk lelaki itu namun ada sebesit pikiran untuk membiarkan lelaki itu tahu bahwa dia tidak suka kalau Theo selalu memuji Marsa.

"Sayang, jangan ngambek terus dong," Theo melepas kemejanya dan melemparnya sembarangan. Ia berjalan menuju kamar mandi yang calista gunakan. Mengetuknya sekali lalu memutar knop pintu hingga kamar mandi itu terbuka. Calista kaget begitu melihat pria itu di depan kamar mandi. Lelaki yang sudah tidak memakai atasan itu begitu menggoda dimata calista. Ia lupa menutupi bagian tubuhnya dan hanya berdiri mematung menatap theo.

"Mau aku mandikan?" Theo menutup pintu dan berjalan masuk menghampiri Calista.

================================

Jangan lupa mampir ke 2 karyaku yang lagi on going, ya.

Judulnya:
1. Bukan Salah Cinta
Link: https://www.wattpad.com/story/320936713

2. He's Mine
Link: https://www.wattpad.com/story/306537263

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top