Bab 9
Setelah pertemuannya dengan Calista, Marsa langsung pergi menuju kantornya yang ada di Menara Permata lantai 26 SCBD, Kuningan.
Di sana dia bekerja di bawah naungan HAD Law Firm.
Banyak kasus yang sudah dia menangkan, berkat dukungan dan arahan dari beberapa partner kerja yang salah satunya adalah Benedict Andes—anak dari salah satu pendiri HAD Law Firm.
“Sa, tumben hari ini telat ke kantor? Banyak kasus penting, ya?” sapa Benedict saat keduanya berpapasan di pintu masuk kantor.
“Oh, hai, nggak kok, tadi masih ada janji temu dengan klien di luar. Tapi, tadi aku udah kasih tahu Rere, sih. Kamu tumben jam segini masih di kantor?” sapa balik Marsa.
Benedict tertawa kecil mendengar pertanyaan itu. Ya, dia tahu jika semua kegiatan harian Benedict sudah terjadwal dengan baik.
Pada jam itu pun, sangat jarang lelaki itu berada di kantor. Tak heran jika Marsa melontarkan pertanyaan tersebut.
“Iya, tadi ada berkas yang tertinggal. Ini aku udah mau jalan. Duluan, ya!” Setelah itu, Benedict pun pergi dengan langkah yang begitu cepat, khas orang yang sedang terburu-buru.
Marsa hanya menggeleng melihat tingkah lelaki itu. Kemudian, wanita berusia tiga puluh tahunan itu pun masuk ke ruangannya yang sepi karena ketiga junior yang biasa mendampinginya sudah berada di pengadilan, ataupun tempat klien lain.
Duduklah wanita itu di kursi kesayangannya. Tangan sebelah kanannya mengambil sebuah berkas perkara klien yang baru saja masuk untuk dia pelajari.
Dalam keterangan dalam berkas tersebut, sang klien yang merupakan istri dari salah satu pejabat di Jawa Barat itu menyatakan jika sang suami telah berselingkuh dengan bawahannya hingga memiliki anak di luar nikah.
Perselingkuhan itu terjadi karena sang istri belum bisa memberinya keturunan hingga keduanya sama-sama memasuki usia senja dan mustahil untuk bisa hamil.
Seketika Marsa terdiam, hatinya ikut tersayat karena memahami perasaan sang istri. Tiba-tiba bayangan tentang dirinya yang mengajukan berkas itu pun muncul dalam benaknya.
Marsa menangis tersedu membayangkan Theo mengkhianatinya dengan wanita lain. Beruntung pikirannya masih waras dan dapat dikendalikan.
Dengan cepat kepalanya menggeleng, menepis semua kemungkinan yang bisa terjadi dalam rumah tangganya.
“Nggak, nggak mungkin Theo akan tega melakukan hal itu padaku. Dia sangat mencintaiku,” gumamnya.
Marsa meraih tisu yang ada di depannya, lalu mengusap mata dan pipi dari air mata, tanpa sedikit pun merusak dandanannya. Dia menarik napasnya dalam-dalam, kemudian mengambil ponsel yang ada di dalam tas jinjing berwarna putih miliknya.
Wanita itu menghubungi sang asisten untuk menanyakan keberadaan wanita itu. Tak lama setelah panggilan itu, Rere menemui Marsa di ruangannya.
“Bu Marsa, ada yang bisa saya bantu?” tanya Rere saat memasuki ruangan tim kerjanya.
Marsa yang awalnya menyandarkan kepala seraya memejamkan mata, perlahan membuka indra penglihatannya untuk melihat sang asisten.
“Apa sudah kabar dari Alex tentang sidang putusan itu?” tanya Marsa.
“Oh iya, Bu, barusan Alex mengabari kalau kita memenangkan kasus hak asuh dan harta gono-gini itu. Jadi, sesuai tuntutan Bu Karina, Pak Andrew wajib membagi harta dan menafkahi kedua anaknya sesuai tuntutan dari Bu Karina,” jawab Rere sambil tersenyum lebar.
Marsa yang mendengar hal itu langsung tersenyum simpul. “Syukurlah. Satu wanita lagi berhasil kita bantu,” tutur Marsa.
Rere kemudian menyeret kursi hidrolik berwarna hitam yang ada di depan meja kerja Marsa. Wanita beranak satu tersebut menatap penuh tanya kepada atasan yang menunjukkan senyum kepuasan setelah mendengar kabar tersebut.
Keheranan itu tak lain karena Marsa selalu menolak klien laki-laki yang kasusnya melawan istri yang diselingkuhi, atau terdzalimi. Sekali pun yang mengajukan permohonan kuasa hukum adalah orang-orang yang memiliki kuasa, atau bahkan berani membayar dengan nominal yang fantastis.
Hal itu pun langsung Rere tanyakan, karena selama ini Marsa tak pernah sekali pun mengutarakan alasannya.
“Karena saya tahu bagaimana rasanya diperlakukan tidak adil oleh laki-laki ....”
“Maksud i‐bu ... Pak Theo?” tanya Rere dengan ragu-ragu, karena takut atasannya itu tersinggung atau justru dirinya salah duga.
Pasalnya selama ini baik Marsa maupun Theo tak pernah membeberkan atau sekadar mendapat gosip miring. Sebaliknya, di kanal Youtube lelaki itu, Theo dan Marsa selalu menunjukkan keharmonisan. Setidaknya minimal suami wanita itu sering memberikan tips keluarga harmonis untuk banyak orang.
Marsa tertawa mendengar pertanyaan sang asisten. “Nggak, nggak, bukan Theo,” sanggahnya “dia laki-laki yang sangat baik dan memperlakukan saya juga dengan sangat baik. Dia tidak pernah sekali pun menyakiti saya.”
“Lalu ....” Ucapan Rere seketika terhenti saat Marsa langsung menyahutinya.
“Ayah saya,” jawabnya singkat yang sontak saja itu juga mengubah raut wajah wanita itu.
Garis lengkung ke atas yang awalnya ditunjukkan bibir mungil Marsa, seketika kembali mendatar. Kesedihan pun mulai tampak di wajah cantik itu.
Rere pun hanya bisa terdiam, sedangkan Marsa melanjutkan ceritanya, di mana gadis kecil yang belum genap berusia sepuluh tahun kala itu, harus menyaksikan bagaimana sang ayah memukul ibunya.
Lelaki itu tak segan berkata kasar atau bahkan mengangkat tangan saat sang ibu memintanya meninggalkan orang yang dulu sering disebut Daniah itu. Tak jarang Marsa kecil mendengar tangisan ibunya pecah dan menggema ke penjuru rumah.
“Sejak saat itu, aku berjanji akan memberikan hukuman untuk ayah. Seiring berjalannya waktu, aku kenal profesi pengacara, dan akhirnya memutuskan untuk menekuni ini dan membela wanita-wanita untuk mempertahankan haknya,” pungkas Marsa.
Rere mengangguk paham dengan penuturan Marsa. Sekarang rasa penasarannya terjawab sudah, hingga akhirnya memutuskan untuk tidak akan pernah lagi mempertanyakan hal itu.
“Oh ya, Re, tolong kamu catat, saya ada klien baru, namanya Calista Deren Liew. Dia ingin mengajukan tuntutan kepada suaminya atas dasar KDRT. Dia akan menggugat Deren ....”
“Maksud Bu Marsa, Calista, si model papan atas yang sedang naik daun itu?” Marsa mengangguki pertanyaan tersebut. “Bukankah suaminya juga seorang pengacara, Bu?”
“Ya, benar. Deren adalah sahabat lama saya. Tapi, saya tidak menyangka kalau hal ini bisa dia lakukan. Tugas kamu sekarang, tolong cari tahu lebih lanjut tentang mereka. Kamu tahu, kan, apa saja yang perlu kamu cari tahu?” pinta Marsa.
“Baik, Bu. Dalam waktu tiga hari, semua informasi detail tentang mereka pasti akan saya dapatkan,” ucap Rere penuh keyakinan.
Bekerja sama dengan Marsa selama beberapa tahun, membuat Rere paham apa yang atasannya itu ingin dan butuhkan untuk menangani sebuah kasus. Walaupun, Marsa hanya mau menerima klien wanita dalam kasus rumah tangga, tetapi Rere tahu betul jika Marsa tak ingin membela orang yang salah.
Dalam hal ini, Marsa tidak akan membela pihak wanita jika dia adalah orang yang telah menghancurkan rumah tangganya sendiri. Maka tak heran, Marsa selalu menginginkan info detail dari beberapa mata-mata yang biasa dia sewa untuk mengetahui perangai sang calon klien.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top