Bagian 7

Sejak kejadian itu Altan tak pernah lagi mengunjunginya. Di peraduannya yang megah Zaina hanya ditemani pelayan-pelayan yang hilir mudik membantunya, Zaina menghembuskan nafasa lelah kadang dirinya merasa serba salah di posisi apapun. Jika dirinya berusaha untuk tidak agresif seperti kemarin Altan sudah pasti akan semakin sulit untuk digapai, akan sangat sulit untuk kembali ia rangkul.

“Yang Mulia” Zaina menoleh kearah Flea pelayan pribadainya dengan gerakan pelan. Saat ini dirinya tengah terduduk di peraduannya degan tatapan mengarah ke jendela, kakinya ia tekuk di atas peraduan

“Anda baik-baik saja?, Anda terlihat tidak sehat Yang Mulia” Zaina menggeleng lemah, segaris senyum terbit di bibirnya.

“Aku baik-baik saja Flea, Terimakasih” Flea hanya membalasnya dengan seyuman. Dalam hatinya dirinya merasa kasihan pada Ratunya yang tak pernah dilirik oleh majikannya, ia hanya bisa berdoa pada para Dewa semoga Ratunya kelak mendapat kebahagian yang memang pantas ia dapatkan.

.................................

“Ayse”

Ayse mendongak menatap sepasang netra yang juga menatapanya, suaranya terdengar sangat pelan tak seperti biasanya dan entah kenpa Ayse tiba-tiba meyukai suaranya. dirinya tercenung sejenak dengan pikirannya barusan.

Altan pria di depannya tampak menatap matanya degan teduh kemudian terseyum, seyum pertama yang membuat Ayse tak bisa berkutik. Terlihat tulus tapi meyimpan seribu kepediahan di baliknya

Ayse segera menurunkan pandagannya, tak sanggup menatap sepasang mata itu lagi yang kini tampak semakin teduh.

“Sudah lama kau tinggal di Persia” laki-laki di depannya kembali menatap matanya dalam.

“Bb-benar” Ayse meringis membalas ucapan Altan, karena kalimat yang dikeluarkannya terkesan terbata dan gugup. Ayse mendengus dalam hati kenapa seakan nyalinya menciut berhadapan dengan si Gila di depannya sekarang.

“Kau tau apa alsanku masih menahanmu?” Ayse menggeleng pelan. Sebagian dari dirinya bersiap waspada pada pria di hadapnnya, Ayse semakin bingung dengan perubahan sikap pria dihadapnnya yang kadang-kadang menjengkelkan dan sekarang berubah seperti bocah yang kesepian.

Dan entah karna apa si Raja Gila dihadapannya telah mengurungnya di peraduannya sejak kemarin. Ayse risih tentu saja, tiba-tiba dirinya ditarik paksa mengikuti pria di depannya dan kemudian di kurung di peraduannya.

“Kenapa kau ikut rombongan prajurit Turki, dan berpura-pura menjadi bagian dari mereka?”

Ayse bisa menangkap perasaan lain dibalik ucapan Altan. Ayse mendengus kasar kemudian menaikan dagunya angkuh, dirinya tidak ingin terlihat lemah dan menyedihkan di depan musuhnya.

“Kuarasa itu bukan urusanmu, Yang Mulia”

Altan terkekeh kecil, “Kau terlihat angkuh. Tapi tak menakutkan”

“Sebenarnya apa alsanmu mengurungku diperaduanmu?” Ayse balik bertanya pada Altan yang masih santai menatapnya.

“Menyukaimu mungkin” Altan membalas pertanyaan Ayse degan santai

“Jangan bercanda!”

“Siapa yang bilang aku bercanda, itu serius nona”

Ayse menggigit bibirnya, haruskah ia kabur saja? Berlari begitu?, tapi tubuhnya kembali menghianati. 

Ayse hanya diam bahkan saat Altan mulai mendekatkan diri padanya. Ia hanya bisa menelan ludah gugup degan jarak keduanya

“Itu bukan lelucon” Ayse menegang degan pelukan sepihak tiba-tiba padanya, Altan memeluknya erat dan meyembunyikan kepalanya di antara lekukan leher dan pundaknya.

“Jangan bergerak, tetaplah seperti ini. Kumohon sebentar saja aku hanya merasa lelah”

............................

Ayse tergugu dengan pria yang masih menyembunyikan diri di lekukan lehernya, ia tak faham kenapa si Gila mendadak menjadi jinak padanya. Dirinya masih membiarakan Altan memeluknya tanpa berani membalasnya

“Yang Mulia?” Tanyanya pelan

“Hmm?”

“Ss-sampai kapan anda akan memeluk saya?” Lagi-lagi Ayse berucap dengan gugup, Ayse berdecak sebal pada dirinya sendiri. Padahal apa susahnya menyingkirkan pria yang kini masih menyembunyikan wajahnya nyaman, dirinya bisa mendorongnya mungkin hingga Pria ini terjembab jatuh sekalian.

Altan melepaskan pelukannya dengan segaris seyum di wajahnya. Ayse tak menyangka Altan segera melepaskan pelukannya setelah ia bertanya. Ia berdehem sedikit kaku, tidak tahu harus bersikap seperti apa di situasi yang canggung seperti ini.

“Kenapa kau membawaku ke peraduanmu, bukannya ke penjara”

“Kau ingin di penjara?”

Ayse berdecak, si Gila sudah kembali seperti semula, mulai menjengkelkan. Dari suaranya saja Ayse bisa merasakan ada nada congkak terserit dalam ucapannya.

“Temanku masih ditahan, jadi aku lebih baik kembali ke penjara bukan?”

Altan menaikan sebelah alisnya, “Kau tidak tahu?”

“Apa?”

“Temanmu berhasil kabur”

Ayse membelak terkejut, Kathab kabur? Tidak mungkin, “Jangan membodohiku. Pasti kau sudah membunuhnya kan?”

“Siapa yang bodoh nona? Jika aku membunuhnya sudah pasti aku tidak ada bersamamu sedari kemarin”

“kau punya banyak bawahan, jadi bisa saja kan?”

“Kau tak percaya? Ayo ikut aku”

.........................................................

Zaina teremenung menghadap kearah langit petang yang sudah melukiskan semburat orange bercampur merah dan kuning di angkasa. Hari demi hari terus ia lalui dengan perasaan hambar yang mendominasi di Persia, angan-angan yang dulu sempat ia rajut kian hari kian luntur terhapus waktu. Mungkin sudah saatnya meyerah pada takdir dan Altan, dirinya sudah benar-benar lelah menanggung sesak yang terus menghujam dadanya

Dari kejauhan di atasa beranda istana, Persia tampak indah apalagi saat petang mulai datang. Dan etntah sejak kapan dirinya mulai menyukai beranda istana Persia. Mungkin sejak Altan kembali tapi dengan warna yang berebeda, Zaina tertawa miris untuk dirinya.

“Yang Mulia?”

Zaina menolehkan kepalanya pada sumber suara di sampingnya, itu panglima terhebat dari Persia. Segaris seyum terbit di wajahnya, “Panglima Thabit”

“Apa yang sedang Yang Mulia Ratu lakukan di petang seperti ini”

“Menikmati lukisan alam, mungkin”

Thabit terseyum menatap perempuan di sampingnya. Thabit tak ingin membohongi diri bahwa dirinya memang sudah jatuh terpesona pada Zaina, perempuan berlesung pipi mirip ibunya, perempuan yang tak akan mengingat kembali dirinya, perempuan yang tak akan bisa ia miliki.

Thabit terseyum miris menertawakan diri sendiri yang begitu pengecut. Padahal saat bertempur dirinya bukan pengecut yang akan gugup atau kaku bila behadapan dengan musuh. Tapi biarlah setidaknya dengan kembalinya Zaina ke Persia seperti beberapa tahun silam, kemonotonan harinya akan berkurang. Walaupun dalam status dan keadaan yang berbeda

“Panglima, kuda itu begitu indah. Siapa pemiliknya?

“Itu milik Yang Mulia Raja Altan”

“Pantas saja”

Mereka kembali diam dalam keheningan, hanya suara helaan nafas yang terdengar dari keduanya. Petang itu mereka habiskan berdua di beranda istana, ditemani beberapa pelayan dan meyaksikan Matahari yang mulai menutup diri dari permukaan.

.......................................

“Sudah kubilang bukan, temanmu itu mengkhianatimu”

“Tutup mulumu!”

Altan mendengus kasar, wanita batu dihadapannya sangat sulit ia jinakan. “Ayo sekarang lebih baik kembali ke penjaramu” Altan menunjuk kamarnya dengan dagunya

“Tidak”

“Jangan memancing emosiku”

Ayse menurut dengan wajah ditekuk sempurna, sesekali ia memincingkan mata pada pria di belakangnya. Setibanya di kamar Altan, Ayse hanya tercenung berdiri di tengah-tengah ruangan yang tampak megah. Altan masuk menyusul Ayse yang masih berdiri kikuk di tengah kamarnya

“Kenapa kau masih berdiri”

“Lantas apa yang harus ku lakukan, wahai Yang Mulia yang terhormat”

“Tidur!” tunjuknya pada peraduannya, Ayse mendelik tak suka atas perintah Altan dirinya mencebikan mulut kesal yang di bals seyuman mengejek dari Altan

“Kau memang berengsek”

“Ternyata mulutmu, selain pahit berbisa juga”

“Kau memang sialan!”

“Mulutmu memang perlu kubungkam agar diam”

Altan menyeringai senang saat dirinya menghampiri Ayse yang sudah gugup di tempatnya, “Kenapa kau takut?”

Ayse mendongak saat jarak di anatar kedunya mulai menipis, “Tidak sedikitpun”.

Altan hendak membuka mulutnya lagi karna kagum pada perempuan yang masih bersikap arogan bahkan dalam keadaan terdesak. Altan menyeringai senang pada perempuan yang masih menjungjung harga dirinya itu

“kucoba” balasnya sedikit berbisik, wajahnya berubah menjadi serius. Ia semakin mendekat dan dengan gerakan cepat dirinya berhasil membungkam mulut Ayse, menciumnya dengan pelan dan tidak terkesan menuntut. Dengan tujuan hanya ingin memastikan perempuan yang sedang di lumatnya sekarang.

.

.

.

TBC

Beautiful cover by @raadheya ❤

Sorry for Typo 😆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top