Bagian 1

Ayse menghela nafas lelah. Latihan memanah baru saja selesai beberapa saat lalu, dan sekarang dirinya sudah ditugaskan kembali menjaga perbatasan bagian utara Turki.

Memang pilihannya menjadi prajurit perang Turki guna menyelidiki seseorang panglima perang yang dikatakan mendiang kakeknya adalah ayahnya, dan seharusnya ia siap menanggung resikonya bukan? Tapi tetap saja dirinya seorang perempuan yang kekuatan dan tenaganya masih kalah oleh para pria.

Ia ingat saat dirinya pertama kali menginjakan kaki di Istana Turki sebagai calon prajurit perang, menempati barisan ke sembilan puluh delapan untuk pelatihan pertama dan tidak mendapatkan jatah makan malam karna tidak mengalahkan lawanya kathab yang sekarang bersahabat dekat dengannya.

Altair atau Ayse segera berbaris mengikuti prajurit lain untuk segera berangkat ke perbatasan utara. Dirinya berulang kali menyeka keringat yang menetes keluar melewati penutup kepala besi yang digunakanya.
Cuaca memang cukup panas hari itu dan baju zirah yang menyulitkan langakhnya benar-benar membuatnya jengah, berkali-kali dirinya tertinggal rombongan dan megharuskannya berlari mengejar ketertinggalannya dengan baju zirah yang menyiksanya.

“cepatlah Altar kau sunguh lambat”
Suara kathab yang meneriakinya terdengar menggema di gurun pasir yang luas, dan dirinya harus berusah untuk berlari kembali dengan sisa tenagnya mengejar rombongan yang semakin mengecil dari penglihatannya.

.................................

“Yang Mulia, benteng barat berhasil ditaklukan”

King Altan yang terkenal dengan sikap kejam dan tiraninya tersenyum bangga pada utusannya yang kini masih berlutut dibawahnya.

Turki akan berada dalam gengamanya sebentar lagi dan sekarang dirinya sudah tak sabar menantikan hal itu, bagian barat telah dikuasainya dan sekarang utara adalah tujuannya.

“kerja bagus Thabit”

“tapi yang mulia, para pasukan banyak yang terluka parah mengingat turki adalah kerajaan besar dengan jumlah pasukan yang besar pula”

“begitu. Sekarang siapkan pasukan kita akan menuju utara Turki lusa, dan kali ini aku akan terlibat” Tanpa berbicara lagi Thabit menganggukan kepalanya dan segera pergi menjalankan tugasnya

King Altan menghembuskan nafasnya tenang, meskipun beban yang di tanggungnya sangat besar di usianya yang baru menginjak 23 tahun tapi dirinya tak pernah mengeluh, dirinya selalu bisa membuktikan pada lawan maupun penduduk kerajaan bahwa dirinya mampu dan tak terkalahkan.

“yang mulia”

panggilan itu langsung menyambut Altan begitu dirinya tiba di singasananya untuk menyelesaikan tugas negara yang masih harus dikerjakannya. Sutan, berdiri dengan tubuh setengah membungkuk menunggu Altan menjawab panggilannya.

Altan mendesah jengah, ia sudah tahu sebenarnya kedatangan sutan menghadapnya untuk membawa berita yang tidak ingin didengarnya sama sekali.

“aku sedang sibuk Sutan, dan aku tidak ingin mendengar berita apapun” ia kembali menegelamkan dirinya pada tumpukan gulungan kertas yang masih harus diperiksanya mengabikan Sutan yang masih berdiri kaku di hadapannya.

“Tapi Yang Mulia, ini sangat penting utusan dari Iran telah tiba, beserta keberangkatan Putri Zaina ke Persia”
Altan mendengus kesal, dia tahu tujuan Putri Iran itu datang ke kerajaannya.

“Jangan katakan ini tentang rencana pernikahan”

“Benar yang mulia, karna anda tidak menjemput Putri Zaina ke tempatnya, maka Raja Talan mengutus langsung Putri Zaina untuk datang ke kediaman anda”

“Kau tidak melihat aku sedang sibuk dengan pekerjaanku”

“Tapi yang mulia, ini demi masa depan Persia. Sudah seharusnya anda memiliki keturunan di usia anda sekarang, Juga para petinggi Persia yang resah karna anda tak kunjung menikah”

Altan menatap tajam Sutan yang masih membungkuk padanya. Dirinya sudah tau tak ada pilihan untuknya menolak Putri Zaina dari Iran sebelum para tetua kerajaan melakuakn perundingan dan berkhir dengan dirinya yang harus turun dari tahta.

Peratuaran kerajaan Persia memang diharuskan sang raja sudah menikah dan memiliki keturunan di usia dua puluh lima. Atau jika tidak, terpaksa harus diturunkan dari tahta dan dignatikan oleh saudara atau keluarga lain yang masih berkerabat dengan raja. Dan Altan sungguh tak ingin itu terjadi, bukan karan ia haus tahta tapi karna ia takut jika ia turun tahta berarti sepupunya Ammar akan naik tahta.

Ammar tekenal dengan tabiat buruknya pada kaum wanita dan juga reputasi buruk lainnya seperti peminum dan penjudi, dan dirinya benar-benar tak akan membiarkan hal itu terjadi.
Karena itu juga dirinya harus menikah dengan Zaina Putri dari Talan Raja Iran yang sudah menjalin kerjasama selama puluhan tahun lalu bersama Persia.

..............................

Altair mengusap peluh yang turun dari dahinya, baru saja rombongan mereka sampai di perbatasan utara Turki setelah menempuh perjalanan selama dua hari. Hamparan laut yang indah memanjakan penglihatannya, bagian utara Turki adalah bagian yang berbatasan langsung dengan Persia.

Mengingat Persia dirinya ingat akan misinya, Bila seandianya Persia menyerang Turki dari bagian utara, itu berarti panglima perang Jallen akan langsung turun tangan. Mengingat bagian utara Turki adalah pusat sandang dan pangan terbesar yang di miliki Turki.

Dirinya tersenyum senang mengingat hal itu, itu berarti kesempatan bertemu dengan ayahnya akan terbuka lebar.
Ia hanya pelu selamat bila seandainya Turki di serang Persia, lalu kemudian ia hanya perlu menghampiri Panglima Jallen kemudian menunjukan kalung dari batu rubby yang selalu di pakainya dari kecil.

Menurut kakeknya pula, kalung itu adalah peninggalan terakhir ibunya sebelum meninggal yang di dapat dari ayahnya.

“Altair apa yang kau lamunkan hmm?”

Kathab beucap sambil menyerahkan secawan air minum kepadanya, Lama dirinya termenung sebelum menjawab pertanyaan Kathab.

“Ayahku”

“Panglima Jallen?”

“Tentu saja kathab, memangnya ayahku Yang Mulia Raja”

Altarir berdecak kesal, sedangkan Kathab hanya tersenyum lebar tanpa beban.

Memang Altair atau Ayse hanya menceritakan masalah pribadinya pada Kathab, selain Kathab tidak bermulut lebar dia juga teman satu-satunya semenjak dirinya menginjak istana Turki.

“Aku juga tahu Ayse Yang Mulia Raja tak mungkin ayahmu”

Kathab terkikik geli melihat Ayse yang mulai menyipitkan matanya, jika nama asli nya di panggil. Dirinya terlalu takut jika orang-orang selain kathab mengetahui kenyataannya ia seorang wanita, maka sudah pasti harapan bertemu ayahnya akan musnah dan juga dirinya harus bersiap menerima hukum gantung dari kerajaan.

“Jangan terlalu keras menyebut namaku kathab, orang-orang akan curiga”

“baiklah-baiklah”

Lama mereka termenung sambil menikmati semilir angin yang menerpa wajah keduanya.

“Kathab bagaimana jika seandainya Persia menyerang kita?” Altair berucap tanpa mengalihkan tatapannya pada hamparan laut biru yang terbentang luas dihadapannya, kathab mendengus tak suka

“kau gila, jangan bicara yang tidak-tidak al atau itu bisa menjadi kenyataan. Usiaku masih dua puluh jika kau lupa, aku masih ingin hidup lebih panjang”

“itu seaindainya jika kau lupa, aku mengatakannya tadi”

Kathab berdecak kesal, “terserahmu lah” kemudian dirinya berlalu dan membaur bersama dengan prajurit lainnya.

.................................

“Yang Mulia”

Altan mendegus mendengar panggilan sutan yang mulai terlihat berlari kecil ke arahnya, “ada apa?” tanya nya malas.

“Yang Mulia Putri Zaina dari Iran sudah tiba beserta rombongan nya, apakah anda akan menyambutnya?”

“Tidak” balas nya acuh, kemudian tatapannya kembali fokus pada Zico kuda kesayangannya

“Yang Mulia! Anda akan di anggap kurang ajar dan tidak ber budi luhur” Altan berdecak tak suka, ia kemudian berlalu meninggalkan sutan yang masih berdiri menahan kesal di istal kudanya.

Altan menyirangi senang, baru saja orang kepercayaan nya mengatakan bahwa pasukan Turki sudah tiba di utara.

Itu berarti saat ini juga dirinya harus bersiap meyambut Turki dengan serangannnya dan ia sudah tak sabar menatikan hal itu.

“Thabit persiapkan pasukan,kita akan menyerang utara Turki sekarang juga”

“baik Yang Mulia”
kemudia Thabit berlalu bersiap melaksanakan perintah sang raja

“Sutan, urus semua keperluan Putri Persia itu. Sepulang perang aku akan menikahinya”

kemudian dirinya berlalu diikuti beberpa petinggi kerajaan beserta para panglima perang meninggalkan sutan yang girang ditempatnya

Ketika Altan yang di dampingi beberapa panglima perang tiba di lapangan raksasa yang terletak di bagian depan istana utama Persia, seluruh pasukan yang akan di berangkatkan sudah bersiap berbaris rapi disana.

Panji-panji besar berlamabang kerajaan Persia sudah dikibarkan, begitu juga kuda-kuda gagah yang sudah dibariskan rapi tampak tangguh dengan pelana besi dan perlengkapan perang megah lainnya.

Altan tampak seperti petarung ahli dengan mengunakan baju Zirah yang berwarna perak, belum lagi dengan pedang besar yang ia sampirkan di balik punggungnya. Membuat aura menakutkan semakin menguar dari dirinya

.........................

Petang mulai menyambut meghampiri rombongan persia. Perjalanan sudah dilakukan selama dua hari dan malam ini mereka memutuskan untuk bermalam di tepi gurun utara, mereka hanya perlu menaiki satu bukit lagi dan kemudian tiba lah di hamparan laut biru yang menjadi area perabatasan Persia dan Turki.

Karena hal itu malam ini mereka akan mendirikan tenda-tenda perang untuk tempat istirah juga menjadi lokasi terakhir pemasangan tenda-tenda perang.

Altan menatap tajam sekelilingnya, banyak sebagian  prajurit yang memilih mengasah pedang untuk esok dan sebagian lagi memilih beristirah meyimpan tenaga untuk esok hari.

Ada empat macam tenda yang di bagun oleh para prajurit, yang pertama tenda untuk para prajurit yang dapat menampung kurang lebih seratus prajurit, kemudian tenda kecil atau perorang untuk para jendral dan panglima perang

selanjutnya tenda untuk tukang masak yang tergabung bersama tenda pelayan, dan yang terakhir adalah tenda sang raja sendiri berbebtuk persegi lima dengan bahan kulitas tebaik yang terletak di tengah dikelilingi oleh tenda-tenda tentara

Altan masih mengasah pedang di tenda miliknya, dirinya memang tidak memperbolehkan orang lain mengasah pedang kesukaannya selain dirinya dan Thabit orang kepercayaanya yang merangkap menjadi panglima perang tertinggi.

“Hormat saya pada Yang Mulia Raja” ucap thabit sambil membungkuk penuh hormat.

“kabar apa yang kau bawa Thabit” balas Altan yang masih tetap sibuk dengan kegiatan mengasah pedangnya

“setelah pengintaian yang hamba lakukan sedari tadi, hamba mendapat informasi bahwa yang memimpin pasukan Turki bagian barat adalah Jendral Saman bukan Panglima Jallen seperti apa yang kita prediksi Yang Mulia”

“bagus, itu memudahkan kita untuk menumpas Turki dengan cepat”

“benar Yang Mulia, informasi yang saya dapat juga bahwa Pasuka Turki yang berada di barat berjumlah seribu orang”

“bagus, ku kira Turki mengerahkan lima ribu orang seperti apa perkiraanku”

“Turki megutus lebih banyak prajurit ke arah selatan karena behadapan langsung dengan Kerajaan Sparta”

“itu lebih memudahkan kita Thabit, kau boleh keluar”

“hamba mohon undur diri Yang Mulia”

ucap Thabit penuh hormat lalu kemudian berbalik pergi meninggalkan ruangan

............................

Rombongan Persia akhirnya tiba di perbatasan bagian Utara Turki. Taktik perang sudah di susun sedemikian rupa oleh Raja Altan sendiri, penyerangan akan di lakukan dari tiga arah pasukan pertama akan menyerang dari air diam-diam dan bersenjarakan pedang yang ukurannya ringan juga belati kecil yang sudah di persiapkan di sisi kanan dan kiri tubuh mereka, pasukan kedua akan meyerah dari atas bukit bersenjatakan busur panah yang sudah di olesi racun, dan pasukan terakhir adalah pasukan berkuda yang akan meyeerang dari arah terdepan bersenjatakan pedang.

Altan sendiri sudah mempersiapkan dirinya sebaik mungkin karna dirinya yang akan langsung memimpin pasukan terdepan, pasukan berkuda.
Mungkin dua atau tiga hari perang ini akan selesai mengingat jumlah pasukan Turki yang di tugaskan berjumlah sedikit, kecuali Turki mepunyai rencana tersembunyi atau mungkin mendatangkan bala bantuan dari Mesir sekutunya.

Perang berlalu dengan mudah menurut Altan, sepertinya Turki tidak mempunyai mata-mata yang ditugaskan di bagian utara jadi Persia dengan mudah berhasil mengalahkan pasukan Turki.
Bahkan dirinya yang membunuh Jendral Samman dengan tangannya sendiri

Altan masuk ke dalam tenda istirahatnya dengan perasaan bahagia, tentu saja Turki akan ditaklukan dengan mudah olehnya sebentar lagi. Tapi ia tetap harus waspada jika esok Turki megirim bala bantuan ke Utara

“Hormat hamba Yang Mulia” Thabit masuk ke dalam tendanya sambil meunduk penuh hormat.

“berita apalagi yang kau bawa Thabit?”

“kami menagkap tiga orang sandera Turki Yang Mulia, mereka kami temukan sedang bersembunyi di dalam sebuah kapal yang telah hancur”

“lalu”

“kami berniat membunuhnya Yang Mulia, maka dari itu hamba menghadap memohon ijin Yang Mulia Raja”

“Tidak! Jangan mebunuh mereka dulu Thabit, kita bisa menggunakan mereka sebagi alat untuk mengetahu strategi Turki”

“Tapi Yang Mulia, salah satu tawanan yang kami tangkap adalah seorang perempuan”

Altan menaikan sebelah aliasnya sambil meyirangai senang, kemudain dirinya berjalan mengahmpri Thabit yang masih membungkuk padanya

"perempuan? Cukup menarik” balasnya menyirangi
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

TBC

Hoho maafkan untuk typo😳😳 semoga ceritnnya dapat menghibur kalian di malam minggu ini

So, tinggalkan jejak 😆😆

Cover by raadheya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top