Chapter 5 : Hal Yang Mencurigakan

Setelah selesai makan malam, mereka bertiga bubar teratur. Mereka pulang dengan perasaan yang sedikit lebih lega karena sekarang mereka dapat sedikit pencerahan. Khususnya Hendra, karena dia terlihat sangat sumringah. Tentu saja, karena dia mendapatkan sebuah kasus baru untuk melengkapi koleksinya. Sepanjang perjalannya pulang, dia terus mengembangkan senyumannya.

Mungkin tak banyak yang tau tentang pekerjaan Hendra yang berbahaya ini. Detektif Underground. Pastilah ini pekerjaan paling aneh yang pernah ada. Ralat, sebenarnya sih, pekerjaan ini memang tidak pernah ada. Itu cuma karangan Hendra doang, kalau mau dipikir lagi. Tapi, itulah “pekerjaan sampingan" Hendra.

Sehari – hari, Hendra lebih dikenal sebagai seorang guru Matematika Sekolah Gabungan San Rio, salah satu sekolah swasta yang cukup terkenal di kota Inkuria. Dia dikenal sebagai guru yang baik dan (kalau kata murid – muridnya sih) sangat gaul. Satu hal ganjil lainnya adalah, Hendra statusnya yang masih sendiri, walaupun umurnya sudah menginjak kepala tiga.

Kembali pada perjalanan pulang Hendra. Walau sebenarnya dia mau seminggu tidak pulang – pulang juga tidak apa, karena dia hidup sendirian. Dia sudah hampir sampai di dekat rumahnya, dan dia harus melewati sebuah persimpangan. Ketika itulah, Hendra melihat ada sesosok pemuda yang berkeliaran di dekat sungai yang ada di pinggir jalan sambil membawa sebuah bungkusan yang agak mencurigakan.

Entah kenapa, hal itu membuat naluri detektif Hendra bangkit. Firasatnya bilang kalau pemuda itu sepertinya melakukan sesuatu yang tidak baik. Terutama karena gerak – geriknya cukup mencurigakan. Tapi entahlah itu hanya satu dari firasat aneh Hendra, atau mungkin Hendra saja yang terlalu paranoid.

Hendra menggelengkan kepalanya. Dia mencamkan pada dirinya sendiri kalau dia harus kembali fokus ke jalanan. Karena jelas dia tidak ingin mati konyol karena ketabrak pohon pisang. Dia terlalu cerdas untuk mati dengan alasan sebodoh itu.

Sampailah Hendra di sebuah rumah yang cukup besar. Tanpa ada seorangpun yang menyambut kedatangannya. Karena dia tidak punya siapapun yang hidup bersamanya. Jalan hidupnya sudah membuatnya harus kehilangan banyak orang yang disayanginya.

Tapi itu bukan pilihannya. Dia kehilangan orang tuanya, saudaranya, dan juga keluarganya. Gampangnya, dia sebatang kara. Satu persatu keluarganya pergi meninggalkannya, dimulai saat dia masih remaja. Keluarga terdekatnya yang masih tersisa hanyalah keluarga Pak Kazuki.

Mereka memang keluarga jauh, tapi Hendra sangat dekat dengan mereka. Pak Kazuki sendiri pernah menjadi salah satu dosen Hendra saat dia masih kuliah. Tapi terutama, dia cukup dekat dengan Yoshi dan Rei. Hendra sudah menganggap mereka seperti adiknya sendiri. Pak Kazuki juga seperti ayah kedua baginya.

Tapi, sepertinya sekarang dia tidak lagi mempermasalahkan kesendiriannya, mungkin karena dia sudah terbiasa dengan kesendirian itu. Terlebih karena kesendiriannya membuatnya bisa menyelidiki berbagai kasus di Underground dan menjelajah sesukanya tanpa ada seorangpun yang mengkhawatirkannya.

Kalau ditanya kenapa Hendra mau jadi detektif, itu karena kakeknya. Alias Pak Helmi, ketua Sub Penyelidikan Kriminal yang terdahulu. Beliau emang sejak dulu sudah mencekoki ilmu detektif pada cucunya. Terutama karena Hendra memang sejak dulu sangat dekat dengan beliau. Apalagi semenjak umur Hendra sepuluh tahun, Pak Helmi tinggal bersama keluarga Hendra. Karena kedekatan mereka itulah, Hendra diwarisi "catatan keluarga"nya.

Yang dimaksud dengan "catatan keluarga" adalah sebuah buku catatan tebal serupa buku diary yang diwariskan turun – temurun di keluarganya. Isinya? Catatan kejahatan yang pernah setiap pewaris buku itu alami. Keluarga Hendra memang kebanyakan “bekerja” sebagai detektif atau penyidik. Kemampuannya sepertinya memang sudah menurun dari keluarganya.

Tentu saja Hendra melanjutkan untuk mengisi catatan yang ada padanya itu. Selain sebagai detektif, sepertinya kesukaan kakeknya dalam hal menulis juga menurun pada Hendra. Bahkan Hendra menjadi ketua klub sastra saat masih SMA.

Dan buku itulah yang jadi api permusuhan antara keluarga Hendra dan keluarga Gloody, seperti yang sudah disinggung saat dia ngobrol dengan Pak Indra dan Yoshi tadi. Kalau keluarga Hendra adalah keluarga detektif, nah, keluarga Gloody adalah kebalikannya. Mereka adalah keluarga yang menjadi otak di banyak kejahatan Underground. Untungnya, riwayat mereka sudah tamat. Hendra sudah menggulung generasi terakhir keluarga itu, yaitu ayah – anak Sony dan David Gloody. Tapi tetap saja, kejahatan Underground masih berjalan. Entah kapan mereka akan berakhir.

Setelah Hendra mencapai kamarnya, dia langsung saja mengganti pakaiannya. Dia menanggalkan jaketnya, kemudian berganti dengan pakaian yang lebih nyaman. Kemudian dia meletakkan kertas data dari Pak Indra di meja kerjanya yang dipenuhi dengan tumpukan kertas dan juga buku – buku rapor yang belum selesai diisinya. Dihidupkannya lampu belajar yang ada di meja tersebut.

Dia duduk di depan mejanya, kemudian mengambil sebuah buku bersampul kulit warna hitam, yang merupakan catatannya, kemudian dia mulai menuliskan kasus yang baru didapatkannya ini, beserta dengan spekulasi yang sudah disusunnya di dalam kepalanya. Buku ini sudah seperti diarinya, walau isinya semuanya adalah tentang kasus – kasusnya.

Sekitar sejam kemudian, Hendra meletakkan pulpennya di tempat semula. Dia akhirnya telah selesai menulis. Dia merenggangkan tubuhnya ke kiri dan kanan, kemudian dia melirik ke arah jam dinding yang ada di kamarnya. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam.

Hendra terdiam sejenak, kemudian dia merasakan kalau ada seseorang yang berjalan di daerah hutan kecil yang ada di belakang rumahnya. Dan di saat itulah, dia mendengar ada sesuatu yang sepertinya diceburkan ke air.

Hal itu membuat Hendra sedikit tersentak. Dia langsung berdiri dan melihat ke jendela yang ada di sebelah kanan dari mejanya. Kebetulan rumahnya terletak di ujung komplek, dan berbatasan dengan sebuah sungai yang alirannya sangat jauh entah sampai kemana. Dan juga dekat dengan kawasan hutan kecil yang mengelilingi aliran sungai tersebut.

Di pinggir aliran sungai itu, Hendra dapat melihat ada seorang pemuda yang berdiri sambil memandangi aliran sungai di depannya. Sementara itu, tak jauh dari si pemuda ada sebuah kantung plastik yang mengapung mengikuti aliran air. Wajah si pemuda tidak dapat terlihat karena dia mengenakan jaket dengan tudung kepala yang menutupi wajahnya.

Sepertinya, dia adalah pemuda mencurigakan yang Hendra lihat di persimpangan tadi, ujar Hendra dalam hatinya. Dia sudah menduga kalau firasat buruknya benar. Hal itu membuat Hendra semakin yakin kalau pemuda tadi sepertinya terlibat dengan sesuatu yang tidak baik. Dan sepertinya bungkusan itu berhubungan dengannya.

Atau malah apa yang dilakukannya bisa jadi berkaitan dengan kasus yang dia hadapi saat ini?

Hendra berusaha mengabaikan perasaan aneh yang tiba – tiba hinggap dalam kepalanya, kemudian dia memutuskan untuk pergi tidur. Dihempaskannya tubuhnya ke kasur. Walau Hendra sebenarnya akan agak sulit untuk tidur selama kasusnya belum selesai, tapi dia tetap berusaha untuk mengistirahatkan dirinya. Walau besok hari Minggu, tapi jelas dia tetap butuh energi sehingga dia akan siap untuk menghadapi sesuatu yang mungkin akan terjadi dalam kasusnya.

Sambil berbaring, Hendra masih memikirkan banyak spekulasi tentang kasus yang dihadapinya ini. Terutama gambar di kain itu. Karena dia meyakini pasti gambar itu ada maknanya. Tidak mungkin kan si pembunuh memberi sebuah tanda yang tidak memiliki arti apapun? Hal itu sedikit mengganggu pikiran Hendra. Apakah ini akan membawa mereka ke satu hal yang lebih besar lagi pada akhirnya?

Lalu, apakah kasus ini ada hubungannya dengan lelaki yang Hendra lihat tadi? Atau jangan – jangan …

Tak lama kemudian, setelah Hendra lelah berpikir, dia jatuh terlelap tanpa mimpi.

~~~~~

Setelah hari Minggu yang dilalui Hendra tanpa gerakan yang berarti, hari Senin datang menghampirinya. Di hari itu dia harus mengajar materi – materi terakhir untuk muridnya yang ada di kelas 9, karena mereka sudah mendekati masa ujian. Hendra memberikan penjelasan, dan dilanjutkan dengan yang namanya soal. Sementara menunggu para muridnya selesai dengan soalnya, Hendra menatap ke luar jendela kelas tempatnya berada, yang kebetulan berada di lantai dua.

Hendra bisa melihat jalan raya yang ada di depan sekolah karena kebetulan gedung SMP San Rio berada di bagian depan dari seluruh gedung Sekolah San Rio. Hendra melemparkan pandangannya ke arah kepadatan jalan raya di pagi hari, yang dipenuhi oleh kendaraan yang ingin menuju ke tempat kerja mereka masing – masing, atau untuk menyelesaikan urusan mereka.

Tepat di seberang jalan, ada sebuah sungai yang mengalir, dan bercabang dua, yang pertama lurus sampai ke pinggir kota, dan yang kedua berbelok ke samping sekolah San Rio dan mengalir ke sisi lain kota.

Di saat yang sama, Hendra melihat ada seorang pemulung yang berjalan di pinggir trotoar, dan dia melihat ada sebuah bungkusan yang ada di sungai. Diapun mengambilnya, dan membukanya.

Hendra dapat melihat bahwa selanjutnya si pemulung tadi berteriak sejadi – jadinya sambil menjauhkan bungkusan itu, yang entah apa isinya. Tak lama kemudian ada beberapa pengendara motor menepi dan melihat apa yang ditemukan oleh pemulung itu. Kalau dugaan Hendra benar, dia harus mengeceknya ke sana nanti.

Diliriknya jam tangan yang ada di tangan kirinya, lalu melihat murid – muridnya yang sedang asyik dengan pekerjaan mereka, entah asyik mengerjakan soal atau asyik kebingungan karena soalnya.

"Kalian ini sudah selesai atau belum sih?" Tanya Hendra, dengan sedikit tidak sabaran.

"Belum paaak …" Seru beberapa murid.

"Hadoh, gimana kalian kalau ujian nanti coba? Lima menit masa satu soal aja belum selesai? Nanti kalian hanya punya waktu dua jam loh buat menghajar 40 soal yang ada di hadapan kalian! Belum lagi menghitamkan jawabannya!"

"Sudah tau kali pak!" Ujar suara seorang murid perempuan, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Rima.

"Saya kan nggak ngasih tau kamu, Rim. Kalau kamu sih jelas udah 'tau'."

"Oh, ya udah pak. Saya cuma ngasih tau aja."

Hendra menghela napasnya. Dia tau muridnya yang satu itu memang agak menyusahkan dan menyebalkan. Tapi dia akui Rima punya kecerdasan tersendiri yang tidak banyak orang tau.

Bel berbunyi. Dan Hendra menyadari kalau sekarang sudah memasuki jam pelajaran ketiga. Dengan kata lain, jam pelajarannya sudah selesai. Karena itulah, Hendra mengemasi buku – bukunya, dan langsung saja dia pamit undur diri dari hadapan murid – muridnya. Dia mampir ke meja kerjanya sebentar untuk meletakkan buku yang dia bawa. Setelahnya, langsung saja dia kabur dan menuju ke tempat dimana keributan tadi terjadi.

Hendra merangsek masuk ke barisan terdepan dari kerumunan tersebut. Hendra dapat melihat dari pemandangan yang ada di depannya bahwa pemulung itu masih syok, tapi dia memaksa untuk menceritakan semuanya kepada orang lain.

"Ada apa ya pak?" Tanya Hendra.

"Sa – saya menemukan sesuatu di dalam plastik itu!" Ujar si pemulung.

"Iya, tapi "sesuatu"-nya itu apa?"

"Di dalamnya … ada potongan tubuh manusia!"

Hal itu membuat Hendra langsung mengerutkan alisnya, tapi kerutan itu berubah jadi seringaian di bibirnya dalam waktu beberapa detik kemudian. Hendra mengalihkan pandangannya ke arah sungai, kemudian dia berseru di dalam hatinya. Dia senang karena dugaannya benar.

Tak lama kemudian, terdengat suara sirine yang mendekat. Hendra mengalihkan pandangannya ke arah jalan raya. Itu pasti Yoshi dan Pak Indra plus kawan – kawannya, pikir Hendra.

"Lebih baik, kita serahkan saja semuanya kepada polisi," Ujar Hendra, sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.

Hendra menoleh ke belakang, dan melihat para polisi yang mulai mengamankan area. Kasus ini akan jadi lebih menarik lagi sekarang, pikir Hendra.

~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top