Chapter 4 : Insiden Di Taman Kota

Beberapa hari berlalu, dan kini Yoshi sedang menikmati keindahan kota sambil duduk di bangku taman sendirian. Karena saat ini dia tengah berada di taman kota. Dia ingin menikmati malam ini dengan santai, karena besok adalah hari libur jadi dia tidak mengkhawatirkan apapun. Tepatnya, karena malam ini adalah malam Minggu.

Walau sebenarnya, kalau mau jujur, Yoshi agak eneg melihat para muda-mudi yang lagi kencan di sekitarnya. Maklum lah, karena sudah memasuki pertengahan bulan, jadi ada banyak yang kencan disini karena faktor ekonomi. Perasaan itu beralasan, karena Yoshi masih belum punya gandengan saat ini. Dia mau mengajak adiknya, tapi adiknya sedang sibuk mengerjakan tugas kuliah.

Bagaimana Yoshi gak eneg, masalahnya adalah, saat melirik ke sekitarnya, 6 dari 10 orang yang dia lihat membawa pasangannya masing - masing, sementara dia sendiri adalah seorang jomblo. Tapi, dia bersyukur umurnya masih 25, bukan 10 tahun lebih tua daripada itu.

"Biar deh agak lama jomblo, asal akhirnya gak jadi bujang lapuk gak apa deh..." mungkin begitu pikir Yoshi.

Walau hanya sendirian, dia tidak peduli. Dia menikmati kesendiriannya. Dia mengadah ke atas, dan melihat ada banyak bintang yang menghiasi langit. Sejenak, pikirannya melayang menuju ke alam khayalan, dan akhirnya dia tersenyum. Entah apa atau siapa yang ada di dalam pikirannya, pokoknya hal itu sukses membuatnya nyaris tertawa sendiri, dan sedikit banyak itu membuat orang lain heran saat melihatnya.

Saat dia tengah asik melamun itu, tiba - tiba dia mendengar banyak langkah kaki yang berisik, terdengar seperti ada banyak orang yang tengah berlarian. Dia akhirnya kembali memandang ke depan. Saat dia kembali memfokuskan pandangannya pada suasana yang ada di sekitarnya, bisa dia lihat kalau orang - orang berlarian dengan ekspresi horor.

Saat itulah, Yoshi berharap kalau dia tidak pergi ke taman kota di malam itu. Karena setelahnya, dia mendengarkan sebuah suara yang memang layak untuk membuat semua orang berlari ketakutan.

DOR! DOR! DOR!!!

Yoshi langsung berdiri, dan dia melirik ke sekitarnya. Dia mencari sumber suara itu dari mana, hingga akhirnya dia melihat sumber dari arah mana orang - orang itu berlarian.

Ada seorang laki - laki yang secara misterius muncul di taman kota itu. Dia membawa sebuah senjata laras panjang di tangannya, dan telah menembakkan beberapa peluru kepada orang - orang yang ada di sana sehingga mereka jadi panik dan ketakutan. Yoshi terdiam sejenak, dan dia tertegun melihat kekacauan yang ada si sekitarnya. Saat sadar, barulah dia berdiri dari duduknya. Sepertinya kali ini akan ada "pesta kembang api" lagi ...

Sebenarnya sih, Yoshi pengen untuk melawan. Tapi apa daya, niat boleh ada, tapi, kalau dia gak punya senjata, gimana mau ngelawan coba? Kalau dia masih coba - coba melawan, sama aja dia cari mati! Dan pemuda yang satu ini jelas aja gak mau nerima nasib mati muda!

"Tuhan ... aku harus gimana nih?" pikir Yoshi.

Dia berpikir keras dalam diam. Kalo mau melawan jelas gak bisa, menelpon Pak Indra yang lagi piket di kantor juga sepertinya tidak akan sempat. Terus? Apa ada saran? Atau semacamnya lah. Karena Yoshi memang sedang buntu memikirkan apa yang harus dia lakukan.

Sementara itu, semua pengunjung taman kota langsung menjerit histeris laksana banci yang melihat petugas Satpol PP lagi razia. Tapi, jelas ini bukan jeritan melengking ala banci lampu merah, tapi jeritan histeris para ibu - ibu yang langsung memeluk anaknya, suami yang memeluk istrinya - atau mungkin bisa jadi selingkuhannya -, para remaja putri yang langsung memeluk pacarnya, atau para jomblo yang langsung lari tunggang langgang tak tentu arah bahkan ada yang saking takutnya sampai - sampai memeluk pohon terdekat. Sebagian ada yang menelpon polisi, dan ada juga yang mencari petugas keamanan.

Tiba - tiba, mata Yoshi menangkap pemandangan bahwa ada seorang anak perempuan yang mungkin berusia sekitar 8 tahun tengah dihadapkan dengan sebuah peluru dari si penembak. Sementara itu, si anak menangis sambil berteriak minta tolong.

Tanpa pikir panjang Yoshi langsung menerjang ke arah anak itu dan mendorongnya agar tidak mengenai peluru itu. Tapi sialnya, mereka ada di dekat air mancur, dan kepala Yoshi terbentur dinding kolamnya.

BRUK!

Untungnya, mereka selamat dari terjangan peluru itu. Dan si anak selamat dalam dekapan Yoshi.

"Kak? Kakak nggak apa - apa?" tanya anak itu.

"Oh, aku gak apa - apa kok ..." sahut Yoshi dengan suaranya yang melamah.

Setelahnya, Yoshi merasa kepalanya sangat sakit, dan pandangannya menjadi kabur. Itulah yang diingatnya terakhir kali sebelum akhirnya dia memejamkan matanya.

~~~~~

Seorang pria berkacamata, datang mendekat. Penampilannya sangatlah biasa, karena dia mengenakan jeans, kaus berwarna putih, dan jaket hoodie abu - abu. Dia terlihat seperti pengunjung taman pada umumnya. Tapi, dia mendekat dan mendatangi Yoshi yang baru saja pingsan. Dia menepuk-nepuk muka Yoshi, tapi dia tau kalau luka yang ada di kepala Yoshi mengeluarkan sedikit darah membuatnya tak mungkin untuk membangunkan si pemuda.

"Om, tolongin aku! Kakak ini tiba - tiba pingsan setelah nolongin aku! Kepalanya juga berdarah." Seru bocah yang ada di dekapan Yoshi.

"Iya, om bakalan tolongin dia. Tapi... sebelumnya ada apa ya di sini? Kok rame banget?"

"Aku tadi takut! Aku ada dengar suara tembakan, terus aku teriak. Dan kakak ini ngedorong aku. Tapi dia terbentur dan nggak bangun lagi."

Pria itu menghempaskan napas kasar. Dia menyuruh si bocah tadi untuk menjauh, dan akhirnya dia memandang ke arah si penembak yang kini tengah berusaha untuk mengisi kembali pelurunya dengan santai itu. Si pria langsung saja berteriak dan teriakannya itu sedikit banyak mengejutkan orang lain yang ada di dekat sana.

"HEEEYYY!!! SIAPA KAU, WAHAI PENEMBAK SIALAN!!! BERANINYA KAU MELUKAI ORANG LAIN!!!" teriak pria itu dengan lantang.

"Aku hanyalah seseorang yang menuntut pembalasan dendam dari masa laluku." jawab si penembak itu.

Pria tadi mengamati wajah si penembak, lalu entah kenapa dia tersenyum, seolah - olah dia tidak takut menghadapi si penembak itu. Dia akhirnya tanpa rasa takut sedikitpun mendekati si penembak. Dan anehnya, yang didekati tidak mengambil ancang - ancang untuk menembak. Dia hanya terdiam di sana.

"Ternyata kau ya? Yah, sudah kuduga kamulah penyebab semua ini siapa lagi coba kalau bukan kamu?" Ujar si pria itu.

"Kamu ..."

"Ya, ini aku. Aku tau kau takkan berani untuk melukaiku. Dan aku tau apa yang kau mau. Tapi, aku mohon satu hal. Jangan lukai orang lain! Masa kamu menjadikan orang yang tak bersalah sebagai tumbal?"

"A - aku..."

"Sudah! Kamu kembali sana! Kamu tentu tak mau ditangkap sebelum melakukan tujuanmu yang sebenarnya kan?"

"Baiklah. Tapi, aku minta kamu menyampaikan ini padanya saat dia sadar. Seingatku, dia juga anggota polisi." Ujar si penembak, sambil memandangi Yoshi.

Si penembak menyerahkan sebuah kertas kepada pria itu, dia membukanya dan membacanya sekilas, lalu menutupnya dan memasukkannya ke dalam saku jeans - nya.

"Dia memang polisi! Sudahlah, kamu kabur aja sana! Sebelum orang - orang menangkapmu!"

"Baiklah. Aku pergi!"

Si penembak itu langsung pergi sebelum polisi sempat datang. Sementara itu si pria tadi memandanginya menjauh sambil tersenyum. Dibenarkannya kacamatanya, lalu dipandanginya Yoshi.

"Yoshi, Yoshi. Dasar kamu ya ..." bisik pria itu.

Tak lama kemudian, sirine terdengar dari kejauhan, dan selusin polisi keluar dari 3 mobil patroli. Diantara mereka tidak lain dan tidak bukan terdapat Pak Indra dan Pak Bam cs yang kebetulan lagi piket malam. Langsung saja beberapa dari mereka meminta keterangan saksi, sementara itu Pak Indra mendatangi Yoshi yang tengah bersama pria itu. Kelihatannya dia berusaha memapah Yoshi.

"Wah, kamu rupanya! Tumben, malam Minggu berkeliaran! Mau kencan?" tanya Pak Indra pada pria itu, sambil menepuk pundaknya pelan.

"Nggak lah! Jangankan janjian, pacar aja gak punya!" sahut pria itu dengan nada suara bersahabat, dilanjutkan dengan tawa hambar atas lawakannya itu.

"Kirain aja udah move on."

"Aku cuma cari udara segar aja pak. Lagian, pekerjaanku masih banyak, jadi aku masih gak mau mikirin soal pacar lah!"

"Terus, pilihanmu untuk cari angin segar jatuh ke taman kota, gitu?"

"Begitulah. Kan lagi pertengahan bulan nih ..."

"Ahahaha! Tapi lucunya, setiap ada masalah kamu pasti juga ikut muncul ya? Entah disengaja atau enggak. Kayaknya kamu dan masalah adalah jodoh yang sangat tepat."

"Nah, itu yang aku bingung pak ... pengennya sih aku nggak ada di saat yang seperti ini. Aku kan juga pengen hidup tenang."

"Mau kamu bawa pulang nih si Yoshi?"

"Iyalah. Kasian dia nih, tadi kepalanya terbentur tembok air mancur, terus dia pingsan begini. Tapi dia hebat loh, dia nolongin bocah yang nyaris kena peluru."

"Keren tuh. Tapi ... saya nggak heran sih. Karena aku tau siapa dia sebenarnya."

"Pastinya. Oh iya, dia sekarang sudah jadi anak buah bapak ya?"

"Ya. Dia baru masuk beberapa hari lalu. Dan lagi, dia ditempatkan di ruangan yang sama dengan saya."

"Waah ... kayaknya legenda EG Group bakalan bangkit lagi nih!"

"Sudah, sudah! Sini, kalian kuantar!"

"Waah, makasih banyak loh pak! Kerumahku aja ya! Nanti orang rumahnya bakalan kukabarin deh!"

"Oke. Ayo!"

~~~~~

Keesokan paginya, Yoshi terbangun dalam keadaan yang tidak terlalu bagus untuknya. Dia merasakan sakit dan denyutan parah di batok kepalanya. Silau cahaya dari sinar matahari yang masuk dari jendela menerpanya saat dia membuka mata.

Yoshi menggosok matanya sedikit, dan dia melirik ke sekelilingnya. Dia menemukan kacamatanya di sebuah meja kecil yang ada di sebelah ranjang tempat dia berada. Langsung saja dia memasangnya, kemudian dia melirik sekitarnya. Kepalanya sudah tidak terlalu berdenyut lagi, dan saat dia merabanya, dia bisa merasakan bahwa ada perban yang membalut kepalanya. Di sentuhnya satu titik, dan dia langsung meringis kesakitan. Dia akhirnya sadar kalau di belakang kepalanya ada luka.

"Dimana ... aku?" ujar Yoshi bingung, karena kepalanya masih agak bingung memproses apa yang terakhir kali terjadi padanya dan rasa sakitnya masih agak mengganggu.

Yoshi berusaha mengingat apa saja yang terjadi semalam. Beberapa menit kemudian dia baru ingat bahwa dia kemarin sedang ke taman kota, lalu dia melihat si penembak misterius itu, dan akhirnya dia pingsan setelah melindungi seorang anak kecil dan kepalanya terbentur dinding kolam air mancur.

"Tapi, kenapa aku bisa ada disini? Ini kan ..." pikir Yoshi, seolah dia mengingat sesuatu.

"Hey, Yoshi! Udah bangun? Tidurmu nyenyak banget ya?" ujar seorang pria yang tengah berdiri di ambang pintu sambil memegang sebuah mug berwarna hijau.

"Heh ... begitulah ... walau aku bangun dengan kepala yang senut - senut. Serius, sakit banget nih!" jawab Yoshi.

"Jelas lah sakit, kan kamu kebentur! Gimana, masih sakit nggak lukamu?"

"Sedikit ... Cuma sakit kepalanya aja yang agak mengganggu."

"Bagus deh. Ayo kita sarapan! Terus, kamu bisa pulang."

Mereka berdua menuju ke meja makan. Disana terhidang beberapa potong roti bakar dengan isi selai coklat dan juga teh hangat. Yoshi menyantapnya, dan setelahnya dia sadar kalau dia benar - benar lapar. Setelah beberapa gigitan roti, akhirnya dia kembali membuka pembicaraan.

"Gak diragukan lagi deh, walaupun kamu seorang jomblo, tapi kamu tetap jago masak!" ujar Yoshi sambil setengah bercanda, lalu menggigit rotinya sekali lagi.

"Iyalah! Aku kan hidup sendiri, masa nggak bisa masak sih? Mau makan apa aku coba?"

"Eh, iya juga. Kamu pasti sudah biasa ya?"

"Begitulah. Semenjak kedua ortuku meninggal, jelas aku biasa melakukan semua ini. Kok kamu bisa nggak inget sih? Apa jangan - jangan karena kamu kelamaan di Akpol sampe amnesia gitu? Atau gara - gara benturan itu?"

Yoshi tersenyum simpul, "Iya deh, aku kan cuma bercanda! Eh, ortuku ... gimana? Mereka sudah tau?"

"Sudah kukabari. Mereka sudah tau. Ayahmu khawatir banget tuh. Dan Pak Indra memberi kamu cuti beberapa hari. Yah, buat memulihkan lukamu itu"

"Eh, ngomong - ngomong, kok kamu bisa ada di sana sih? Pasti deh, dimana ada masalah, disana pasti ada elu!"

"Kebetulan aja aku lagi main ke taman kota saat insiden itu. Makanya aku ada di sana."

"Lalu, si penembak?"

"Pergi sebelum polisi datang."

"Oh, oke. Aku akan pulang setelah ini."

"Bagus deh. Oh iya, ada satu hal lagi."

"Apa?"

Dia memberi Yoshi selembar kertas. Yoshi membacanya dan dia langsung memegangi kepalanya. Dia meletakkan kertas tadi di atas meja makan, lalu menggeleng pelan.

"Uh, ampun deh! Apaan sih ini? Sudah kepalaku sakit, ini kertas bikin kepalaku makin senat - senut! Isinya bikin aku tambah pening aja!" ujar Yoshi.

"Udah, sekarang jangan dipikirin dulu itu apaan. Nanti jadi tambah sakit itu kepala. Lebih baik kamu bawa itu kertas, lalu kamu pulang dan istirahat dulu."

"Oke ... aku tau biasanya nasihatmu itu pasti manjur. Jadi, bakalan aku ikuti."

Tak lama kemudian, Yoshi sudah selesai sarapan, begitu pula dengan si tuan rumah. Yoshi langsung berpamitan untuk pulang.

"Oke, aku pamit dulu!" ujar Yoshi, lalu melambaikan tangannya.

"Ya! Hati - hati Yo!" sahut si pria.

"Pasti!"

"Salam buat ortumu ya!"

"Ya! Sampai jumpa!"

"Sampai jumpa!"

Yoshi langsung menaiki motornya yang sudah ada di sana, dan dia dengan segera melaju meninggalkan rumah itu. Sementara itu si pria tadi hanya tersenyum simpul sampai - sampai mata sipitnya terlihat hilang. Dia mengamati Yoshi yang pergi menjauh, kemudian dia berbalik dan menutup pintu rumahnya.

~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top