File 2.3.4 - Let's be Serious

N. B. Mon maap sebelumnya. Part satu ini agak bikin mumet kepala. Judul partnya aja gitu.

***HAPPY READING***

Henox Von Ladilaus dan Gianni Mazza Parision. Mereka berdua merupakan buronan berbahaya sehingga Interpol mengeluarkan 'Red Notice'. Yang satu memiliki 30 tuduhan pembunuhan. Satu lagi memiliki 20 kasus penipuan phising. Sudah banyak korban bunuh diri karenanya.

Bagaimana... bagaimana mungkin Anjalni memiliki catatan yang mengarah pada buronan seperti mereka? Terlebih lagi, catatan ini rinci sekali! Pengeluaran, penginapan, bahkan sampai identitas palsu yang mereka gunakan.

Jangan-jangan Anjalni makelar mereka.

"Apa kamu masih mau membelanya?" Kentara terlihat bahwa Angra puas dengan situasi ini. "Kalau kamu terus melakukan hal sia-sia, aku bisa mendakwamu telah memberi bantuan secara tak langsung pada dua buronan itu."

Si brengsek ini. Tangan Watson terkepal. Terlalu banyak bukti yang memberatkan Anjalni.

"Sudah, jangan menggertaknya." Anjalni ikut andil. "Benar, saya yang membunuh Akinlana. Jadi, jangan ganggu anak itu dan cepat bawa saya pergi tanpa keributan apa pun. Terima kasih sudah mau memihakku, Watson, namun cukup di sini. Jangan libatkan diri terlalu jauh."

"Kamu mendengarnya sendiri, Bocah." Dengan senyuman kemenangan, Angra pun menyeret Anjalni keluar dari TKP. Dasar polisi labil!

Begitu mereka melewati Watson, telinga cowok itu mendengar umpatan halus lolos dari bibir Anjalni. "Sialan, seharusnya tidak kubawa."

Huh? Watson menoleh ke Anjalni yang menjauh bersama Angra. Apa maksudnya barusan?

Masa sih wanita itu betulan pelakunya. Tidak, tidak mungkin. Watson yakin pasti terjadi konspirasi yang membuat Anjalni tidak punya pilihan selain menyerah membela diri sendiri. Video rekaman yang mendadak kabur dalam dua detik. Mari kita mulai selidiki dari sana.

"Aiden, coba kamu cari tahu bagaimana cuaca semalam." Jika ada kilat menyambar, Watson bisa memaklumi kameranya sedikit korslet.

"Siap dilaksanakan!" Gadis itu hormat, ngacir ke luar dari kantor kepsek, meluncur mencari satpam yang 24 jam berjaga di sekolah.

"Dan kamu..." Sosok Michelle tahu-tahu sudah berdiri di depan dinding, memperhatikan coretan darah. "Apa yang kamu lakukan, heh?"

"Aku merasa aneh dengan darah di dinding dan tetesan darah di lantai. Kakak juga punya spekulasi kan kalau-kalau senjata pembunuhan bukan hanya satu. Apalagi luka di perut korban tidak dalam. Darah tidak keluar sebanyak itu."

Watson memang memikirkannya. "Mari kita serius. Kamu hendak menyarankan apa?"

"Apa kakak tahu soal Electron Paramagnetic Resonance, Reflectance Spectroscopy, dan High Perfomance Liquid Chromatgraphy?"

Tentu saja. Apa sih yang tidak Watson tahu.

Cowok itu mencatat semua materi penting di buku diarinya yang sudah hilang sejak kecil. Selain sering diajak oleh Daylan ke rumah sakit, Dyana juga sering mengajak Watson ke laboratorium. Tak mau duduk diam, Watson pun memanfaatkan momen itu untuk menimba ilmu.

Electron Paramagnetic Resonance disingkat dengan EPR adalah metode untuk mendeteksi spesies paramagnetik yang telah menjangkau berbagai bidang. Dari kontrol kualitas sampai penelitian molekuler seperti material, biologi struktural dan fisika kuantum. Yang lebih penting, EPR juga menyediakan informasi yang berkaitan dengan proses pada fotosintesis.

Lalu Reflectance Spectroscopy. Kalau Watson tak salah ingat, itu merupakan teknik untuk mengumpulkan dan menganalisa energi IR (Inframerah atau Infrared) yang terdifusi. Alat ini biasanya digunakan menganalisis sampel berbentuk partikel halus dan serbuilm

Dan High Perfomance Liquid Chromatgraphy yang disingkat HPLC. Sebuah teknik analisis kimia yang digunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi, dan mengukur kandungan komponen dalam campuran larutan....

Tunggu sebentar. Watson menatap Michelle yang juga tengah menatapnya datar. Bukankah itu metode-metode yang dikembangkan oleh peneliti-peneliti forensik di dunia untuk menilai bercak darah? Benar juga! Jangan-jangan...!

Wait. Daftar metode di atas sulit diaplikasikan atau dipraktekkan secara langsung di TKP karena pengerjaannya tidak praktis dan repot. Belum lagi faktor ketersediaan unit alat atau biaya operasional yang terbilang cukup mahal.

Kalau begitu, yang sebenarnya disarankan Michelle adalah metode paling sederhana yaitu menilai warna bercak darah yang ada di TKP!

"Itu brilian, Michelle. Aku bisa memakai trik Bloodstain Pattern Analysis (BPA) mencari tahu penyebab pertumpahan darah. Kerja bagus."

Watson menepuk kepala Michelle sebelum meminta sarung tangan pada petugas polisi. Si kembar palsu itu menyentuh kepala, menunduk.

"Padahal... dia lah yang membuat materinya... seharusnya dia lebih memuji diri sendiri."

*

Dulu, Dyana pernah mengajarkan BPA pada Watson. Menganalisa ukuran, bentuk, dan lokasi noda darah bisa mengiring para detektif untuk membuat sebuah opini. Kalau Watson menemukan sesuatu dari pemeriksaannya, akan muncul petunjuk senjata yang dipakai.

Watson jongkok di dekat pintu, memelototi kumpulan jejak darah di lantai. "Apa ada yang punya kaca pembesar?" katanya entah pada siapa—mungkin semua petugas di TKP.

Seseorang memberikan kebutuhan Watson.

Tetesan itu berupa bulat dan diameternya luas. Itu berarti saat Akinlana ditikam, dia berdiri dengan tenang. Sedangkan tetesan di samping, juga berbentuk bulat, namun berdiameter kecil. Dengan kata lain, Akinlana mulai bergerak kesakitan dan darahnya menetes ke titik lain.

Watson simpulkan, itu pola noda darah pasif yang jatuh sebagai tetesan akibat gravitasi.

Dia pun berpindah ke dinding, mengelus dagu. "Dari segi mana pun, sudah jelas ini tipe Expiratory Blood. Pola noda darah percikan. Kata Mama, pola ini muncul karena gaya atau gerakan tambahan ke sumber pendarahan."

Tapi apa? Benda apa yang digunakan pelaku sampai darahnya memercik ke dinding? Pistol?

Mustahil ditimbulkan oleh senjata api karena jika disebabkan oleh benda itu, percikan dari benturan (peluru) berkecepatan tinggi akan membuat tampilan bercak darah seperti kabut.

Sedangkan di dinding, bentuk noda darahnya adalah bola kecil. Watson ingat, semakin kecil tetesan darahnya, semakin berenergi kekuatan benturannya. Mungkinkah itu karena trauma benda tumpul dengan kekuatan sedang?

Watson mengacak-acak rambut, mendengus sebal. Sial, andai dia ikut les forensik Dyana lebih lama. Pengetahuannya masih kurang.

Dan di situasi krisis seperti ini, HIP (hasrat ingin pipis) menyerang. Padahal Watson minum sedikit beberapa jam lalu! Mengganggu saja.

"Kak," panggil Michelle, bersimpati melihat Watson menggeruru. "Aku penasaran mengapa pelaku harus memecahkan kaca pakai obeng."

Detektif Muram itu mengedikkan bahu. "Tahu deh. Aku mau ke toilet—" Betapa kagetnya Watson melihat Hellen berdiri di depannya sambil bersedekap. "Kamu mengejutkanku!"

"Kamu jadi mirip detektif beneran," ledeknya, menunjuk benda yang dipegang Watson.

Watson menatap arah pandangan Hellen. Kaca pembesar. Spontan dia membuangnya, kikuk. "Apa sih. Aku butuh itu sebentar doang kok. Siapa pula detektif. Aku cuma fans Holmes."

Wah. Tingkat tsundere-nya parah.

"Lupakan itu. Di antara video di ponsel adkel laknat tadi, aku menemukan video aneh."

"Video?" Watson seketika lupa mau apa.

Hellen inisiatif menunjukkan video yang dia maksud. Pukul 07.05 pagi, menit-menit klub detektif Madoka baru tiba di sekolah, pemilik ponsel salah satu dari Duo Lambe melakukan rekaman solo di lorong gedung kelas satu.

Tidak ada yang salah dari video tersebut. Tapi, jika diperhatikan dengan cemerlang, kamera merekam aktivitas aneh di luar gedung. Hellen mempause di detik tertentu. "Lihat, ini stan mapo tofu, kan? Meski kabur karena perekam tak memegang hape dengan benar, aku lihat mereka serempak menghindari kompor gas."

"Gasnya bocor kali." Ada stan mapo tofu? Sepertinya aku harus mampir ke sana nanti, batin Watson kontras dengan wajah seriusnya.

"Aku juga berpikir demikian. Mungkin kita harus memeriksanya untuk jaga-jaga, Wat."

"Oke. Tapi sekarang aku butuh toilet dulu—"

"DAN!" Aiden sudah selesai dengan tugasnya. Dia kembali dengan banyaknya cemilan di tangan. Belum lagi mengenakan topeng, kalung bunga, dan segala macam yang dijajakan oleh murid-murid yang berpartisipasi dalam festival.

Watson dan Hellen melongo. Dia ngapain sih. Disuruh cari informasi, malah keluyuran.

"Aku sudah kembali! Kamu tahu, Dan, susah sekali mencari satpam di tengah kerumunan pelajar. Jadi, sekalian saja aku beli ini semua."

Aiden menyerahkan setangkai permen kapas ke Watson lalu hotdog ke Hellen. "Jeremy mana? Aku beliin dia hamburger jumbo nih."

"Duh, Aiden. Kita ini sedang ada kasus lho. Bagaimana bisa kamu melakukan hal konyol..."

"Bukankah kamu sendiri bilang, Dan? Kamu takkan membiarkan Inspektur Angra merusak festival yang berlangsung." Aiden tersenyum, menanggalkan topeng di kepalanya, lantas memakaikannya ke Watson. "Hanya karena kita punya kasus, jangan sampai melupakan alur festival. Kamu juga harus menikmatinya."

"Benar tuh," kata Hellen, melahap hotdog-nya.

Cowok itu terdiam beberapa menit sebelum akhirnya mendesah panjang, tersenyum tipis. Dia menerima permen kapas dan corn dog yang disuguhkan Aiden. "Baiklah. Sekali saja."

Dan Watson pun lupa kalau dia ingin ke toilet.



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top