Ending
Kami sudah kembali berkumpul di markas setelah memberitahu Paman Royce tentang hal yang terjadi. Pria paruh baya itu bergegas memberitahu semua orang agar siaga terhadap kemunculan makhluk-makhluk luar angkasa.
Levi memulai penjelasannya mengenai tulisan-tulisan yang ada pada semua batu yang kami temukan. Kehidupan di masa lalu yang selalu kami salahkan. Mereka menghadapi kehancuran ini lebih dulu. Hingga pemusnahan massal yang hanya menyisakan anak-anak dengan sosok yang tak pernah diketahui identitasnya.
Manusia di masa lalu lebih rumit. Mereka begitu menyukai rahasia dan menggunakan tulisan-tulisan asing. Sebenarnya, tidak ada masalah dengan hal itu karena mama sudah pernah menjelaskan jika dahulu bumi memiliki banyak bagian dan keragaman budaya.
Surat yang sempat aku dan Ray temukan ternyata memiliki hubungan erat. Selain itu, aku juga menunjukkan liontin yang diberikan mama kepada Levi. Ia mengamati bentuknya dan mengambil sebuah buku.
"Ada di sini!" Levi menunjuk hasil salinannya dari salah satu batu yang kami temukan. Gambar yang sama dengan bentuk liontin ini.
Ia mencari hasil terjemahan yang berhubungan dengan liontin ini. Kami semua terkejut ketika Levi selesai membacakan informasi penting lainnya. Sial! Sesempit inikah dunia? Kenapa semua saling berhubungan?
Pertama, mengenai identitas Andrew yang sebenarnya. Kemudian, sosok yang menjadi penyelamat para anak-anak. Terakhir liontin yang memiliki pasangan agar dapat digunakan. Mama, apa maksud semua ini?
Teriakan sudah terdengar, mereka semakin dekat. Inikah akhirnya? Bahkan, aku belum berhasil menemukan mama kembali. Apakah ia masih hidup atau sudah menjadi salah satu korban mereka.
Setelah sepuluh tahun lamanya, makhluk-makhluk itu kembali menyerang. Sama seperti yang tertulis pada batu itu. Waktunya pun diprediksi dengan begitu tepat. Mungkin manusia di zaman dulu memang lebih hebat dalam teknologi. Sayangnya, mereka kalah dan musnah.
Lalu bagaimana dengan kami? Hanya orang-orang di sana yang memiliki berbagai peralatan lengkap untuk menghadapi makhluk-makhluk itu. Sebuah getaran yang sangat keras begitu terasa.
Kali ini mungkin kami hanya bisa pasrah karena semua sudah ditakdirkan. Hal yang menyedihkan ketika mengetahui kisah akhir kehidupan sendiri. Maka, lebih baik tetap bersama seperti ini.
"Maafkan aku." Serra membuka suaranya, sebuah ungkapan perpisahan. "Levi ... aku menyukaimu." Air mata sudah tak terbendung lagi, Serra menangis sesenggukan.
Inilah yang kumaksud tentang perasaan yang sulit terbalas. Levi merupakan pria yang lebih mencintai dan fokus pada berbagai jenis keunikan dari sebuah tulisan. Serra bukanlah pusat perhatiannya.
Namun, hal yang tak disangka ketika Levi menghampiri wanita itu dan memeluknya. Apakah pemikiranku salah? Entahlah. Pria tersebut hanya diam dan masih mendekap tubuh Serra, memberi kehangatan di saat-saat terakhir.
Aku hanya tersenyum dan menyandarkan kepala di pundak Ray. Sosok yang sudah seperti kakak untukku. Pria ini selalu ada kapan pun kubutuhkan. Sayangnya, aku tak memiliki sebuah rasa lebih. Padahal Ray sempat menyatakan perasaan kepadaku. Ya, hati ini sudah jatuh pada si jenius.
Seharusnya aku memang tidak terbawa perasaan karena pada akhirnya kami tidak akan pernah bersatu. Andrew bukan untuk manusia, ia salah satu dari mereka yang membantai manusia.
Memang sejak kecil, pria itu berada di sini. Hidup bersama kami dan berbaur layaknya manusia. Namun, tidak ada seorang pun yang bisa menutupi identitas selamanya. Terlebih, malam ini menjadi sebuah penentuan akan kelayakannya memimpin sebuah planet.
"Aku tidak pernah menyesal mengenal Andrew." Henry yang sejak tadi hanya diam mulai mengungkap isi pikirannya. Pria ini cukup dekat dengan sang ahli strategi. Selain Kevin, ia terbiasa meminta pendapat Andrew lebih dahulu dibanding kepada kami.
"Kita semua menyayangi Andrew dan tidak membencinya. Benar bukan?" Kevin pun ikut menanggapi, dengan kompak kami mengangguk mengiyakan.
Andrew merupakan bagian dari kelompok ini sejak awal. Ia memang berbeda, tetapi pria itu selalu berusaha membantu setiap masalah kami. Sosok Andrew memang akan selalu terkenang.
Andai dahulu ia tidak menjadi penyelamat bagi anak-anak itu. Kami tidak akan pernah hidup di dunia ini. Ya, benar. Seorang misterius yang ada dalam surat itu adalah putra mahkota dari makhluk luar angkasa.
Aku masih tak mengerti jalan pikiran Andrew. Kenapa dulu ia menyelamatkan manusia? Lalu untuk apa pria itu menjelma kembali menjadi seorang anak kecil dan masuk dalam kelompok kami?
Jika saja ada kesempatan untuk bertemu dengannya lagi. Aku akan menanyakan hal ini. Sayangnya, entah sekarang ia berada di mana? Lalu mungkin saja Andrew yang akan membunuh kami semua. Oh, itu mungkin saja terjadi.
Semakin keras teriakan di luar sana. Aku dan yang lain hanya menunggu waktu itu tiba. Bukan karena kami putus asa, hanya saja semua sudah tertulis dalam takdir. Mungkin berbeda denganku, tetapi mereka adalah keluarga satu-satunya.
Panas mulai terasa yang ternyata berasal dari atas markas ini. Sebuah piring terbang berhasil menemukan kami. Kematian sudah di depan mata. Tepat saat cahaya memancar dari senjata itu, ledakan terjadi.
Piring terbang yang hampir membunuh kami sudah hancur berkeping-keping. Aku yakin itu dia. Pria yang selalu menjadi otak dalam setiap tindakan yang kami ambil. Andrew. Ia muncul dari piring terbang yang mendarat sempurna di dekat puing-puing pesawat sebelumnya.
"Ayo, Aretha!" Ia memanggilku dan mengulurkan tangan.
Tidak! Bukan seperti ini!
Aku menatap teman-teman yang lain. Mereka hanya tersenyum dan mengangguk. Ini sudah jalan takdir kami. Sebuah perpisahan. Namun, berat rasanya. Apakah perjuangan kami sia-sia? Kuharap tidak.
Maaf, Ray! Aku pergi.
Untuk terakhir kalinya aku memeluk mereka satu per satu. Tidak mudah berjuang sejauh ini dengan berbagai rencana matang. Pada akhirnya, semua makhluk di dunia hanya bisa menerima takdir.
Andrew membawaku masuk ke piring terbang yang selalu menjadi momok menakutkan dalam hidup. Maaf, mama. Aku bukanlah seseorang yang ditakdirkan untuk membawa masa depan menjadi lebih cerah. Karena hakikatnya penyebab kehancuran bumi adalah aku.
Semua pesawat itu beraksi, meluluhlantakkan seisi bumi yang tersisa. Tidak ada lagi bangunan tinggi. Semua rata dengan tanah dan api di mana-mana. Begitu pula dengan teman-temanku. Mereka hanya figuran yang diutus Tuhan untuk menemaniku menjalani hidup hingga tiba waktunya.
"Di mana liontinmu?" Aku memberikan liontin itu kepada Andrew yang langsung disatukan dengan miliknya. "Inilah pemurnian yang sesungguhnya."
Liontin yang sudah menyatu terbang dengan sendirinya. Benda itu sudah berada di lapisan luar bumi. Begitu pula piring-piring terbang ini yang siap kembali ke planet asal. Sinar putih terpancar dari benda itu yang perlahan menyelimuti bumi.
Pemurnian yang dimaksud Andrew dengan menjadikan bumi sebagai planet mati. Aku tahu pasti sudah tidak ada kehidupan lagi di sana. Hanya cangkang kosong yang nantinya akan terisi kembali oleh kehidupan baru. Mungkin inilah awal dari semuanya.
END
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top