Beginning - Why?
Bumi, 2110
Bagaimana mereka melakukannya?
Aku menemukan sebuah surat dari masa lalu. Permintaan maaf karena tidak bisa menjamin kehidupan kami di masa ini. Terlambat! Tidak ada penyesalan, semua omong kosong.
Lihat! Apa yang terjadi sekarang? Mereka tahu apa? Tidak ada. Karena kami yang merasakan dampaknya. Jika saja ada salah seorang dari mereka yang kukenal. Bolehkah aku kembali ke masa lalu, Tuhan?
Kembali kubaca kalimat ini, sebuah kejanggalan. Entah, kenapa aku masih tak bisa memahaminya? Apa yang terjadi? Mengapa mereka meninggalkan bayi-bayi tak berdosa? Bagaimana kehidupan itu?
Tolong sampaikan terima kasih kami kepadanya.
Siapa? Tunggu! Aku bukan ingin menyampaikan pesannya. Hanya saja, seseorang itu sangat berjasa membesarkan para bayi.
Dari mana aku tahu? Itukah pertanyaannya? Bukan hanya aku, tetapi kami semua yang tersisa mengetahui kisah ini. Hanya beberapa misteri yang belum terungkap. Sebelum dunia berakhir, aku harus menemukan jawabannya. Karena tidak ada yang tahu hari esok.
Saat malam kembali menjemput, dingin menusuk hingga ke tulang. Aku hanya meringkuk mencari kehangatan, di balik reruntuhan bangunan. Mama senantiasa menjadi selimut terbaik dengan pelukannya.
Namun, kali ini ada gelisah yang membuat perasaanku tak karuan. Sejak beberapa hari lalu menemukan surat ini bersama Ray. Aku belum memberitahu mama karena kami berniat mencari tahu berdua.
"Mama," panggilku pelan.
"Ada apa, Aretha?" Mama masih mengelus lembut rambutku, menunggu dengan sabar. Aku ragu untuk mengatakannya, tetapi jika tidak ini hanya akan semakin sulit.
Ray dan aku baru berusia sepuluh tahun, kami belum memiliki izin untuk keluar wilayah. Jadi, satu-satunya jalan hanya mama. Karena ia mengetahui segala hal yang telah berlangsung puluhan tahun yang lalu.
"Ini." Aku menjulurkan surat yang selalu tersimpan dalam saku celana. Mama mengambil dan langsung membacanya. Aku memperhatikan berbagai ekspresi yang terpancar di wajah cantik wanita terhebat dalam hidupku ini.
"Dari mana kau mendapatkan surat ini, Aretha?" tanya mama pelan, takut membangunkan yang lain.
Kami tidak memiliki rumah seperti halnya orang-orang di gedung tinggi itu. Karena bumi seharusnya sudah hancur sejak lama. Kini hanya menyisakan sebagian manusia yang terbagi dalam dua golongan.
"Aku dan Ray mendapat ini di area perbatasan, Mama." Suaraku pun sangat pelan seperti mama karena ini adalah rahasia yang tak sembarang orang boleh mengetahuinya.
Mama kembali melipat surat itu dan memberikannya kepadaku. Ia juga beranjak, mengambil sesuatu dari tas kami. Aku hanya memperhatikan apa yang dilakukan mama tanpa berani bertanya.
"Simpan ini, Aretha." Mama memberikan sebuah kalung berliontin segitiga yang di bagian tengahnya ada lubang berbentuk persegi. "Kau yang akan menentukan masa depan dunia ini nantinya."
"Apa maksudmu, Mama? Apakah kita masih memiliki masa depan? Bumi sudah hancur, bahkan mungkin saja besok kita sudah tak dapat melihat matahari lagi."
"Tidak, Sayang! Jalanmu masih panjang dan berusahalah!"
Aku sungguh tidak mengerti maksud mama. Benarkah masih ada kesempatan untuk kami? Setiap hari yang terlewati hanya untuk menunggu mereka kembali datang dan menghancurkan bumi.
Aku bahkan tak tahu nama wilayah ini. Mereka hanya menyebut sebagai distrik yang ditinggalkan, seperti kota yang seharusnya sudah menghilang. Karena bumi yang dikatakan memiliki kehidupan terbaik bagi umat manusia sudah tak ada lagi.
Mama pernah bilang jika dulu banyak negara dan budaya yang berbeda di sini. Namun, sekarang semua lenyap. Bahkan sebuah negara adidaya kini hanya tinggal nama. Populasi manusia dapat dihitung dengan mudah. Bukankah ini disebut sebagai gerbang kehancuran? Tak ada yang bisa diselamatkan.
"Pejamkan matamu. Tidurlah, Aretha!"
Kuharap yang mama katakan benar. Saat ini aku masih sepuluh tahun dan semoga ada kesempatan untuk menikmati masa remaja dewasa. Menjadi seorang yang dapat mengembalikan kedamaian di bumi.
Sudahlah, aku memang butuh istirahat, ini melelahkan. Mama kembali mengelus rambutku, mata ini mulai terasa berat. Aretha, persiapkan dirimu!
Aku tidak tahu sudah berapa lama tertidur ketika keributan terjadi. Saat membuka mata, aku tak melihat mama di mana pun. Tiba-tiba Ray muncul dan berlari kencang ke arahku.
"Cepat, Aretha!" Ia menarikku yang masih setengah sadar dan berlari menuju perbatasan.
"Ada apa, Ray?" tanyaku tenang, tetapi entah mengapa rasa gelisah semakin menghantui. Apa yang terjadi sekarang?
"Mamamu!" Ray berteriak sambil menunjuk orang-orang dari gedung tinggi itu yang menyeret mama.
"Tidak! Apa salah mama? Apa yang kalian lakukan? Berhenti!" Aku mengejar mereka dan menarik kembali mama, tetapi gagal. Mereka mendorongku dengan mudah hingga sulit untuk kembali berdiri. "Mama!" teriakku.
Di sana mama masih berusaha melepaskan diri. Namun, tenaganya tak bisa menandingi pria-pria itu. Air mata terus mengalir deras membasahi wajah wanita terhebat dalam hidupku. Kenapa harus mama?
"Aretha!" Mama meneriakkan namaku di saat ia hampir memasuki gerbang besar tersebut. Pembatas antara distrik kami dengan gedung-gedung tinggi yang dikatakan memiliki tempat berlindung terbaik. "Selamatkan dunia." Mama mengeja ucapannya.
Aku hanya memandangi mama sambil mengangguk berulang kali. Jadi inikah maksudnya? Perasaan gelisah yang sejak semalam kurasakan karena kami akan berpisah. Jaga dirimu, Mama! Aku akan datang dan menyelamatkanmu suatu hari nanti. Kini yang kumiliki hanya kalung pemberian mama dan menjadi satu-satunya petunjuk untuk masa depan bumi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top