Destiny 9

Allea mengikuti apa yang diucapkan Hendra hingga sampai di depan rumahnya. Wajah pria itu terlihat berpikir.

"Ini rumahmu?"

Perempuan berkulit kuning langsat itu mengangguk.

"Kenapa?" tanyanya menatap Hendra.

"Ini rumah Alisha, kan?"

Dengan senyum manis Allea kembali mengangguk seraya menjelaskan bahwa Alisha adalah adiknya.

"Adik? Alisha adikmu?" Terlihat pria itu terkejut.

"Iya, kenapa?" Ia balik bertanya.

Hendra tersenyum tipis kemudian menggeleng. Di kepalanya mendadak berderet rencana bakal dia siapkan untuk bisa dekat dengan perempuan di depannya itu.

"Kamu kenal dengan Alisha?"

Hendra mengangguk kemudian tersenyum. Melihat ekspresi pria itu, pikiran Allea menangkap sesuatu. Seingatnya, sang adik tidak pernah bercerita tentang pria selain bosnya. Kesempatan itu digunakan Allea untuk mengorek keterangan dari Hendra.

"Kamu pernah mengantar adikku?"

"Kenapa?"

"Nggak apa-apa. Eum, apa itu artinya kamu ... kamu bos Alisha?"

Mata Allea membulat menatap Hendra menunggu jawaban. Sementara Hendra terlihat tak berminat menjawab pertanyaan itu. Ia justru menatap lembut perempuan di depannya dengan senyum penuh arti. Merasa tak ada reaksi dari pria itu, Allea menghentikan ucapannya.

"Aku mau turun! Makasih tumpangannya."

"Tunggu!" Lagi-lagi Hendra mencekal lengannya.

"Alena aku jemput nanti, aku mau ajak dia jalan-jalan. Kamu pulang jam berapa?"

Hendra menarik pelan lengan Allea membuatnya kembali tak berjarak seperti tadi. Tangan kanan Hendra perlahan menyingkirkan anak rambut yang berserak di wajah cantik Allea membuat perempuan itu tertegun dengan sikap spontannya.

"Tentang jas itu, kamu tidak perlu menggantinya. Izinkan saja aku memiliki hatimu, Lea," bisiknya dekat di telinga Allea.

"Kamu ...."

"Ssstt." Hendra menempelkan jarinya di bibir Allea.

"Aku tidak meminta jawaban sekarang. Oh iya, satu lagi. Benar aku adalah atasan Alisha, tapi jangan khawatir. Aku dan dia tidak ada hubungan apa pun selain rekan kerja," sambungnya lagi kali ini dengan senyum dan mata menggoda.

Allea menjauh, jelas dadanya bergemuruh saat ini. Desir tak biasa menyapa hatinya saat kembali harus bertatapan dengan pria itu.

"Aku ... aku mau turun!"

"Oke, aku jemput nanti!"

"Jangan! Aku bisa pulang sendiri," tolaknya.

"Aku tetap akan menjemputmu!"

"Tapi ...."

"Turunlah! Kita bicara lagi nanti!"

***

Ia disambut hangat. Senyuman sang ibu membuatnya harus membalas dengan tarikan bibir yang sama pula. Terlihat hidangan istimewa telah tersedia di meja lengkap dengan buah dan minuman segar.

Allea mengembuskan napas kasar. Dia bahkan tidak bisa menikmati suasana ini meski ibunya telah bercerita panjang lebar tentang Surya. Entah kenapa pikirannya justru melayang pada Mahendra. Pria yang tak lelah mendekatinya.

"Mbak! Alena mana?"

Ia menoleh, tampak adiknya begitu cantik dengan baju casual dan rambut pendek yang tergerai. Allea menarik bibirnya melihat penampilan sang adik. Namun, pada saat bersamaan wajah Mahendra berkelebat membuat dirinya menghela napas.

"Lah, kenapa malah ngelamun? Alena mana?"

"Sekolah."

"Terus nanti siapa yang jemput?"

"Hen ... Lusi, Lusi yang jemput!" Allea merapikan rambutnya karena hampirnsaja kelepasan bicara.

"Mbak ke sini naik mobil, 'kan? Aku nggak lihat mobil Mbak?"

"Mobil Mbak bannya bocor. Mbak ke sini naik ...."

"Eh, sudah! Tamunya sudah datang itu! Ayo Allea kita sambut!" Ibunya datang menghentikan obrolan mereka.

Alisha mengerjap memberi isyarat agar Allea mengikuti ibu mereka.

"Kata ibu dia pria baik, aku sempat lihat fotonya. Dia ganteng, Mbak!" bisiknya.

Allea mencubit lengan sang adik lalu melangkah meninggalkan ruangan itu. Seorang pria paruh baya berkemeja batik tengah bersalaman dengan ayahnya. Sementara di samping Pak Faisal berdiri pria jangkung berkulit bersih mengenakan kemeja marun ikut juga menjabat tangan ayah Allea.

"Ayo silakan masuk!" ajak ibunya ramah kemudian mempersilakan mereke duduk.

"Nah, Allea. Ini Surya, putra Pak Faisal yang Ayah ceritakan tempo hari," terang Pak Rudi ayah Allea.

Perempuan berambut panjang itu mengangguk tersenyum lalu menyambut uluran tangan Surya. Pak Faisal dan kedua orang tuanya bercakap-cakap seolah memberi waktu mereka berdua untuk kenal lebih dekat.

"Bisa kita ngobrol di luar?" tanya Surya.

Allea mengangguk kemudian beranjak menuju teras.

"Mau aku ambilkan minum?" tawarnya.

"Nggak perlu, aku pingin kita ngobrol." Surya tersenyum lebar.

Setelah hening sejenak, Surya membuka suara.

"Papa bilang kamu punya usaha sendiri?"

Perempuan yang duduk di kursi sebelahnya itu mengangguk.

"Keren dong!"

"Nggak! Biasa aja. Justru kamu yang keren! Ibuku cerita kamu juga sedang merintis pembangunan apartemen, 'kan?"

Surya tak menjawab ia kembali menyungging senyum.

"Putrimu?"

"Dia sekolah."

"Maaf, Allea. Maafkan papaku kalau pertemuan ini membuatmu nggak nyaman," ungkapnya.

Allea menggeleng cepat.

"Bukan salah papamu. Biasalah terkadang orang tua memang terlihat memaksakan kehendak. Mereka tidak sadar bahwa anaknya pun sebenarnya punya pendapat," balasnya.

Surya menghela napas dalam-dalam kemudian tersenyum.

"Jadi gimana?"

"Apanya yang gimana?"

"Well, kita bersahabat?" Surya mengulurkan tangannya kembali mengajak bersalaman. Dengan wajah gembira, Allea menyambut uluran tangan itu.

"Sahabat!"

"Oke! Semoga aku bisa jadi sahabat baik buatmu!" tutur Surya tertawa kecil.

"Kamu sudah punya pasangan?" Kali ini Allea bertanya.

Sambil mengangkat bahu pria itu mengatakan bahwa dia baru saja putus dengan seseorang.

"Entah, aku masih ingin sendiri saat ini," ungkapnya.

"Lalu kamu? Apa belum mendapatkan gantinya? Maksud aku ... papa untuk putrimu?"

Allea menarik bibirnya kemudian menggeleng.

"Aku rasa, aku masih ingin sendiri saat ini!" jelasnya mengikuti ucapan Surya.

Mendengar itu, Surya terkekeh.

"Itu ucapanku barusan, Allea!"

Mereka berdua tertawa bersama.

***

Alena tersenyum lebar melihat Hendra telah menunggunya di depan sekolah. Rasa bahagia jelas tergambar di wajahnya. Gadis kecil itu berlari mendekatinya. Pun demikian dengan Hendra, pria itu juga terlihat sangat senang.

"Gimana sekolahnya? Senang?"

"Senang, Om!" jawabnya seraya menunjukkan hasil origaminya.

"Ini buatan Alena?"

Gadis kecil itu mengangguk tersenyum.

"Wah hebat! Kalau gitu ... gimana kalau Om traktir es krim! Mau?" tawar Hendra.

"Mau, Om!"

"Hai, Alena! Ini papa kamu?" Karin dan tiga orang kawannya menyapa.

Wajah Alena seketika berubah, ia hanya mendongak menatap pria di depannya.

"Iya. Ini papanya Alena!" cetus Hendra tersenyum.

Ketiga kawannya itu ikut tersenyum.

"Aku bilang juga apa, enak, 'kan punya papa! Iya, 'kan Alena?" ucap Karin diikuti anggukan dari kawan yang lain.

Melihat Alena hanya diam, Hendra segera menyudahi obrolan bocah-bocah kecil itu. Ia tak ingin Alena terlihat sedih.

"Alena mau beli es krim di mana?" tanyanya saat mereka berada di mobil.

Putri dari Allea itu menyebutkan salah satu restoran cepat saji kesukaannya.

"Oke, kita ke sana sekarang!" sambut Hendra seraya memasangkan sabuk pengaman pada Alena.

***

Rumah sudah sepi kembali seperti semula. Pak Faisal dan Surya telah pulang. Allea laega karena ternyata Surya pria baik yang memiliki pemikiran sama sepertinya. Meski begitu, Surya tadi sempat mengatakan jika memang mereka akhirnya ditakdirkan berjodoh, tentu akan lebih baik.

"Jadi gimana, Mbak?" tanya Alisha.

"Apanya yang gimana?" Allea balik bertanya.

"Ish! Mbak sama Mas Surya!"

"Nggak gimana-gimana. Kami sepakat bersahabat kok."

"Eh tapi Mas Surya ganteng, 'kan? Iya, 'kan?" godanya menaik turunkan alis menatap sang kakak.

Melihat ulah Alisha ia tersenyum kecil.

"Nah, setuju juga akhirnya. Mbak sepakat kalau Mas Surya ganteng! Alisnya tebal, matanya ... uugh! Jadi ingat bos aku!"

Mendengar ucapan adiknya, Allea tersadar kalau Alena pasti sudah dijemput Mahendra. Ia merogoh tas mengambil ponsel. Ada beberapa pesan dari pria itu di sana. Salah satunya adalah foto keduanya tengah menikmati makan siang dan es krim kesukaan Alena.

Melihat foto itu, pikirannya melayang teringat mendiang sang suami. Ada sesak merayap meremas dadanya. Ada rindu yang tak terjawab saat mengingat Andre.

"Mbak! Kok malah melamun? Pesan dari siapa sih?"

Perempuan itu menggeleng.

"Jangan bilang udah main kirim pesan aja tuh Mas Surya!" tebaknya.

"Nggaklah! Ngaco! Eh iya, apa nama bos kamu Mahendra?"

Alisha mengangguk. "Mbak kenal?"

"Dia pelanggan Mbak!"

Alisha tertawa kecil.

"Ternyata dia nurut saran aku," ucapnya.

"Saran? Saran apa?"

Alisha menuturkan bahwa dialah yang menyarankan agar mencucikan baju-baju Mahendra ke laundry milik Allea.

"Gimana, dia juga ganteng, 'kan, Mbak? Nggak salah, 'kan kalau aku jatuh cinta padanya?"

***

Yuhuuu ...
ada yang frontal gak, hehehe.

Btw buat teman-teman yang punya aplikasi KBM App cuss ke sana. Di sana udah dua part lebih dulu loh, hehe.

Akun aku di sana Scarlett.

Maacih 💖

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top