Destiny 5
Hai, dears ...
Masih suka sama cerita ini? Gaskeun yak😘
Terima kasih sudah setia ❤️
🍁🍁
Allea menahan tawa mendengar ucapan Hendra, baginya permintaan pria itu terlalu mengada-ada. Bagaimana mungkin pria lajang dan memiliki sejuta pesona memikat itu mau membantu pekerjaannya. Dengan menggeleng perempuan itu berkata, "Nggak, Pak. Jangan!"
"Kamu bilang kita berteman?"
"Iya, tapi bukan berarti Bapak harus membantu pekerjaan saya. Bapak bisa ngajak jalan-jalan teman atau pasangan, 'kan?" Allea merapikan rambut panjangnya dengan mencepol ke atas sehingga terlihat lehernya yang jenjang. Hal itu tidak luput dari perhatian Mahendra.
"Teman?" tanya Hendra, "teman aku sudah punya pasangan, masa' iya aku ngerecokin mereka? Lalu pasangan ... aku belum memiliki pasangan, Lea." Pria itu menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan mata menatap lurus ke depan.
"Kenapa Bapak nggak mencari?" tanyanya.
Mahendra kembali menoleh menatap perempuan berhidung mancung dengan pahatan wajah sempurna itu. Meski mulanya ia mendekati hanya ingin tahu latar belakang perempuan itu demi bisnis, tapi kini ia justru tertarik dengan semua yang ada dalam kisahnya.
"Allea, apa aku terlihat tua sehingga kamu memanggilku dengan sebutan bapak?" tanyanya masih menatap perempuan itu.
Pertanyaan Hendra membuatnya tertawa kecil.
"Lalu? Aku harus memanggil apa?"
Pria itu tersenyum.
"Kamu cukup panggil namaku! Hendra, atau Mahendra, dan sepertinya kita lebih asyik kalau kamu pakai aku bukan saya untuk berinteraksi," jelasnya.
Allea membalas tatapan Hendra sekilas kemudian mengangguk.
"Oke."
"Jadi aku boleh ke sini nanti malam?" desaknya.
"Aku 'kan sudah bilang kalau aku sibuk!"
"Aku 'kan sudah bilang kalau aku mau bantu!" balasnya dengan mata menggoda.
"Kamu keras kepala ya!" timpal Allea.
"Kamu juga!"
Allea menatap Hendra kesal, tapi ia hanya bisa mengulum senyum saat melihat pria itu mengangkat kedua jarinya memberikan tanda damai.
"Sori!"
Perempuan itu menarik napas dalam-dalam kemudian mengangguk.
"Terserah kamu deh! Tapi aku jamin kamu bakal bosan!"
"Oke! Aku jamin kamu bakal nggak bosan bersamaku!" balasnya tertawa kecil.
Allea hanya tersenyum tipis kemudian meneguk air minum di meja.
"Oke, aku balik dulu. Sampai ketemu nanti malam!"
"Kepala batu!" gumam Allea setelah mengangguk. Rupanya hal itu didengar oleh Hendra. Pria itu hanya tersenyum menanggapi.
"Aku pastikan kepala batu ini bisa meluluhkan hatimu, Allea," batinnya seraya mengayun langkah menuju mobil.
***
Hendra masih berada di ruangan gym miliknya saat Bram datang. Pria itu membawa beberapa berkas untuk dipelajari oleh rekannya.
"Penawaran kita soal harga di dekat komplek perumahan yang baru itu disetujui, Hen! Malam nanti mereka undang kita untuk ...."
"Malam nanti kamu aja yang datang, Bram!" potongnya seraya mengusap peluh di wajah.
Mendengar penuturan Hendra, Bram mematung sejenak. Otaknya berputar mencari jawaban atas keputusan pria di depannya itu. Mata Bram mengikuti gerak-gerik Hendra. Terlihat pria itu tak memedulikan dirinya.
"Hen! Kamu kenapa? Yakin aku yang datang sendiri?"
"Kamu bisa ajak Soni," jawabnya menyebutkan satu rekannya.
"Tapi Soni ibunya sedang sakit."
"Ya kalau gitu kamu bisa sendiri, ajak Astrid kan bisa?"
"Emang kamu mau ke mana?" Bram mulai curiga.
"Ck! Mau tahu aja sih!" gerutunya kemudian melangkah duduk di sebelah rekannya.
"Jangan bilang kamu mau menghabiskan malam bersama Allea!"
Merasa tebakan Bram benar, Hendra tertawa kecil.
"Sial! Ternyata dia lebih menarik buatmu dibandingkan undangan proyek ini?"
"Aku rasa begitu!" tukasnya.
"Kamu yakin kali ini bisa gol?"
"Maksudmu?"
Bram menyangka kepergian Hendra ke kediaman Allea dalam rangka mempercepat pembebasan tanah milik perempuan itu.
"Ini bukan untuk itu, Bram!"
"Lalu?"
Hendra mengedikkan bahu kemudian bangkit menuju ke kolam renang di samping rumahnya. Bram mengayun langkah mengikuti.
"Hendra! Jika bukan untuk pembebasan tanah lalu untuk ...."
"Untuk diriku sendiri, Bram!" Hendra berenang meninggalkan Bram yang masih mematung di pinggir kolam. Pria itu tak percaya dengan jawaban rekannya. Hendra bukan type pria yang suka mengejar, tapi kali ini ia merasa sahabatnya itu berbeda.
"Hendra! Aku heran sama kamu! Nggak biasanya kamu senewen soal perempuan!" teriak Bram menatap Hendra yang berada di kolam.
"Aku juga heran, Bram!" balasnya terkekeh. "Udah deh! Kamu datang aja, terserah mau ngajak siapa!" pungkasnya kembali berenang.
***
Allea sibuk packing beberapa baju yang sudah selesai diseterika. Sementara dua karyawan lainnya sudah pulang sejak sore tadi. Cuaca di luar kurang bersahabat, angin dan hujan sejak Maghrib belum juga reda, bahkan petir masih terus menyambar.
"Mama, Alena takut!" Bocah kecil itu mendekat seolah mencari perlindungan.
"Ssst, nggak apa-apa. Udah duduk sini dekat Mama."
Dengan boneka kelinci di tangan Alena duduk bersandar di dinding dekat dengan sang mama. Suara gemuruh guntur beradu dengan hujan dan angin menciptakan suasana menakutkan.
"Mama telepon!" Bocah perempuan itu menyodorkan ponsel kepada Allea.
"Halo?"
"Aku di depan rumah, bisa bukakan pintu?"
Allea menarik napas dalam-dalam kemudian bangkit diikuti sang putri.
"Kenapa, Ma?"
"Ada Om Hendra di depan. Yuk! Kita bukain pintu," ajaknya menggandeng tangan Alena.
Mata Alena membulat sempurna melihat Hendra berdiri di depan dengan membawa sekotak pizza.
"Halo, Alena!"
"Halo, Om! Ayo masuk!"
Allea bergeming tak percaya dengan ucapan pria itu siang tadi.
"Aku nggak boleh masuk?" Hendra menatapnya.
"Mama! Kasian Om Hendra kedinginan," protes putrinya.
Perempuan itu menarik napas dalam-dalam kemudian mengangguk.
"Masuklah!"
Hendra tersenyum lebar seraya mengucapkan terima kasih. Sementara Allea kembali ke pekerjaannya setelah mempersilakan pria itu duduk.
"Alena suka pizza?"
"Suka dong, Om!"
"Kita makan bareng yuk! Ajak Mama," tuturnya melirik Allea yang berada tak jauh dari mereka.
"Mama kalau sedang bekerja, nggak mau diganggu, Om. Lagian Mama kurang suka sama pizza," jelas bocah kecil itu. Hendra mengangguk paham, ia membantu Alena memotong pizza pepperoni di depannya.
"Alena makan ya, Om mau bantu Mama."
Putri Allea itu mengangguk asyik mengunyah makanan kesukaannya dan tak lagi memedulikan Hendra.
"Aku bantu?" tawarnya saat mendekat.
"Kamu mau bantu? Emang bisa?" balas Allea acuh.
"Kamu meragukan kemampuanku?"
Perempuan itu mengangkat bahunya masih tak peduli.
"Sini!" Hendra mengambil baju dari tangan Allea kemudian melipat rapi dan memasukkan ke dalam plastik bening yang tersedia di depannya.
"Masih ragu?" tanyanya menatap hangat.
"Keren juga!"
"Tentu, aku emang sekeren itu," candanya seraya merapikan rambut.
Melihat ulah Hendra membuatnya tertawa kecil.
"Kamu mau minum apa?"
"Apa aja!"
"Aku buatkan jahe hangat ya. Kamu bisa lanjutkan pekerjaanku?" Mata Allea menatap geli.
"Siapa takut!"
Perempuan itu tersenyum meninggalkan Hendra menuju dapur. Sementara hujan di luar semakin deras seolah enggan berhenti.
"Om Hendra! Ke sini, minuman hangatnya sudah ada nih!" panggil Alena dari ruang tengah. Hendra mengacungkan jempolnya lalu kembali melanjutkan pekerjaan Allea.
"Udah, nggak usah dilanjutkan. Kamu ke sini bukan untuk bekerja, 'kan?"
"Perasaan aku siang tadi sudah bilang kalau mau bantu kamu!"
Allea menghela napas kemudian menggeleng.
"Diminum jahe hangatnya. Nanti keburu dingin nggak enak!" Ia mengalihkan pembicaraan.
"Allea, kamu besok ada acara?"
Perempuan itu menggeleng.
"Ada apa emang?"
"Sore aku jemput ya?"
"Nggak, aku nggak ...."
"Kali ini jangan menolak, please!"
🍁🍁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top