Destiny 33
Haii, i'm coming ❤️lamaaa gak nyapa teman-teman semua ... semoga selalu sehat yaa
Selamat membaca 😘
**
Berkebaya putih berbahan dasar organza panjang hingga lutut dengan kain batik membungkus bagian bawahnya, membuat Allea semakin memesona. Ditambah sanggul dan riasan wajah flawless membuat semua orang setuju bahwa mempelai wanita memang sangat cantik.
Dia melangkah pelan dituntun oleh Bu Rudi menuju meja yang disediakan untuk akad nikah. Suasana hikmat sangat terasa di kediaman Mahendra.
Rumah itu dihias sedemikian rupa dengan tirai menjuntai dan bunga mawar yang semuanya berwarna putih. Kursi para tamu juga di balut dengan warna serupa dan berhias pita berwarna perak. Aroma bunga menyeruak sangat kuat membuat suasana menyenangkan.
Setelah Allea duduk, acara akad pun segera dimulai. Tampak Mahendra sedikit mencuri pandang ke Allea. Ada senyum bahagia tercetak di bibirnya.
Pak Rudi yang akan menikahkan putrinya juga sudah siap di depan meja berhadapan dengan Mahendra. Puncak acara pun dimulai, masing-masing tangan dari Mahendra dan Pak Rudi saling menjabat.
Ketegangan tampak pada wajah Mahendra sama halnya dengan paras cantik Allea, dia pun tak kalah tegang. Namun, wajah keduanya kembali berbinar tatkala Mahendra dengan lancar mengucapkan kalimat akad di depan saksi dan para undangan lainnya.
Semua yang hadir serempak mengucapkan kata sah. Hal itu membuat genangan air mata di mata Bu Rudi. Perempuan itu memeluk hangat Alena.
Demikian pula dengan Allea, matanya tak sanggup menyembunyikan keharuan yang menyeruak memenuhi rongga dadanya. Senyumnya merekah ketika Mahendra sang suami menatapnya hangat.
Shigat talak ta'liq pun dibaca. Setelah melakukan tanda tangan, keduanya didaulat untuk berdiri dan berfoto.
Untuk pertama kalinya Allea mencium punggung tangan Mahendra. Memorinya terlempar pada beberapa tahun silam. Tahun di mana dia dan almarhum sang suami juga saling mengikat janji. Kilasan masa itu membuat matanya berkaca-kaca.
Setelah berfoto berdua, keluarga masing-masing pun ikut mengabadikan. Tak ketinggalan pula Alena, dia terlihat paling antusias di acara itu.
"Mama," panggilnya seraya mendongak.
"Ya, Sayang?"
"Alena udah boleh panggil papa ke Om Hendra?"
Allea mengulum senyum ketika matanya bersirobok dengan mata tajam milik sang suami. Sambil mengangguk dia berkata, "Iya, Alena. Boleh."
Jawaban itu membuat Alena bersorak gembira, yang kemudian ditanggapi tawa oleh Mahendra.
"Selamat, Mbak! Selamat Pak Hendra!" Alisha mengulurkan tangannya seraya tersenyum.
"Terima kasih, Alisha," ucap Allea dan Mahendra hampir bersamaan.
Tak lama muncul Surya. Pria itu terlihat menggandeng seorang perempuan. Sama dengan Alisha, ia pun menjabat tangan keduanya dan mengucapkan selamat. Sambil berkelakar, Surya berkata, "Akhirnya Allea tetap jadi milikmu, Bro! Congratulation!"
Mahendra tertawa dan mengucapkan terima kasih. Satu persatu para tamu datang menghampiri dan mendoakan kebaikan bagi kedua pasangan pengantin. Meski tidak mewah, tapi kesan eksklusif sangat terasa. Tampak Allea dan Mahendra sangat menikmati suasana akrab di antara keluarga dan kerabat di pesta itu.
"Allea." Mahendra berbisik dekat di telinga sang istri.
"Iya?"
"Aku lupa mengatakan sesuatu!"
"Apa itu?"
"Kamu sangat cantik!" pujinya dengan mengeratkan genggaman tangan.
"Mas, ada yang mau salaman! Lepas!" bisik Allea berusaha melepaskan tangannya.
"Oke, aku lepas, tapi tidak malam nanti!"
Ucapan pria itu sukses membuat paras Allea merona. Semua bahagia, semua terasa menyatu dalam perasaan yang sama dengan kedua mempelai. Hingga waktu beranjak naik, senja menjelang dan para tamu dan kerabat satu persatu kembali pulang.
Demikian pula dengan keluarga Allea. Ayah dan ibu Allea, juga Alisha telah meninggalkan kediaman Mahendra. Suasana tak seramai tadi, hanya ada beberapa pekerja yang membersihkan sisa pesta, dan beberapa orang yang di dapur.
Alena tampak asyik menikmati film kartun di televisi, gadis kecil itu cepat akrab dengan kedua orang tua Mahendra. Terlihat ia duduk berdua dengan Bu Nastiti.
Sementara Allea baru saja selesai merapikan kado yang menumpuk di kamar. Meski berulangkali hal itu dilarang oleh Mahendra dan mamanya, tapi Allea tetap ikut sibuk merapikan ruangan.
"Please, Sayang. Kamu nggak boleh terlalu lelah," tutur Mahendra mengusap lembut pipi sang istri.
"Aku hanya membantu meringankan pekerjaan mereka, Mas," balasnya mengedikkan dagu ke arah dua asisten rumah tangga suaminya.
"Aku nggak mau kamu kecapekan, Allea."
"Sstt, aku nggak capek."
"Maksud aku ... nanti malam kamu akan kubuat capek!" Mahendra menggoda dengan menaikkan alisnya.
Alles membulatkan matanya seraya mencubit kuat pinggang suaminya sehingga membuat Mahendra memekik terkejut. Alena yang tengah menonton televisi mendengar suara itu segera bertanya kepada eyangnya.
"Papa kenapa, Eyang?"
Bu Nastiti tersenyum kemudian mengusap puncak kepala cucunya.
"Papa lagi bahagia, Sayang."
Alena mengerjapkan matanya seraya tertawa kecil.
"Alena bahagia juga, kan?"
Gadis kecil itu mengangguk kemudian kembali melanjutkan menonton televisi.
Bu Nastiti menarik napas lega, akhirnya dia bisa mewujudkan keinginan sang putra meski harus berseberangan dengan Eyang Dewi. Ia dan suaminya sepakat untuk menepi sejenak, membiarkan Eyang meredakan emosinya terlebih dahulu.
Seperti yang diucapkan Pak Barata, nanti jika pernikahan sudah selesai, ia akan mengajak Allea dan Mahendra untuk kembali berkunjung ke Jogja.
"Alena mau makan malam pake apa?" tanya Bu Nastiti.
"Apa aja, Eyang."
"Eyang punya nugget sayur. Alena mau?"
Antusias gadis kecil itu mengangguk. Dengan tatapan hangat, Bu Nastiti bangkit kemudian melangkah ke dapur.
"Eyang mau ke mana?"
"Mau goreng nugget buat Alena."
"Ikut, Yang!"
"Ayo!"
Melihat kedekatan putrinya dan sang mertua, hati Allea menghangat. Tampak sudut matanya berair. Keharuan menelusup hatinya. Perlahan pintu kamar kembali dia tutup.
"Nangis?" Hendra bertanya dengan tatapan heran. Dengan lembut ia mengusap pipi istrinya.
"Terima kasih, Mas," tuturnya lirih.
"Terima kasih untuk apa?"
"Terima kasih telah membuat Alena bahagia ...."
"Alena aja? Kamu nggak?" tanya menyingkirkan anak rambut yang mengganggu wajah Allea.
"Kebahagiaan Alena sudah pasti kebahagiaanku juga, Mas."
Mahendra tersenyum kemudian merengkuh perempuan di depannya lalu mendekapkan ke dadanya.
"Aku nggak pernah menyangka akhirnya bisa membawamu ke titik ini. I love you, Allea!" ucapnya mengecup kening sang istri.
"Love you more, Mas," balasnya pelan.
"Apa? Kamu bilang apa barusan?" Hendra melepas dekapan lalu menangkup wajah istrinya dan menatapnya hangat.
Allea mengulum senyum, wajah perempuan itu terlihat malu-malu.
"Kamu tadi bicara apa, Sayang? Aku ingin mendengarkan lagi."
Allea membalas tatapan Mahendra. Tak ada kata yang keluar dari bibir keduanya. Mereka bertukar pandang seolah saling mengungkapkan perasaan masing-masing. Perlahan Mahendra semakin mendekatkan wajahnya hingga bibir mereka saling bersentuhan. Lembut Mahendra menyesap bibir istrinya, Allea memejamkan mata membiarkan dia hanyut dalam gairah pria yang baru saja mengikatnya dalam ikatan pernikahan itu.
Kecupan yang awalnya pelan berubah menjadi panas, Mahendra semakin intens sehingga napas keduanya saling memburu. Sebuah ketukan di pintu menghentikan aktivitas keduanya. Tampak Mahendra berusaha mengatur ritme napasnya sedangkan Allea merapikan bajunya yang tiga kancingnya sudah terlepas.
"Ya? Siapa?" tanyanya.
"Saya, Mas. Maaf, Ibu meminta Mas dan Mbak makan malam sebentar lagi," suara Bik Niar terdengar dari luar.
"Oke, Bik!"
Mahendra menghela napas lega, kemudian kembali menatap sang istri dengan tatapan nakal.
"Aku rasa itu tadi pembukaan yang hebat! Kalau dilanjutkan sekarang ... nanti bakal dijeda! Kita lanjutkan malam nanti ya," tuturnya menggoda dengan memainkan mata.
Allea memalingkan wajahnya menahan malu, tapi hal itu semakin membuat Mahendra gemas. Saat baru saja ia hendak kembali mendekap Allea, suara Alena terdengar memanggil mereka berdua.
"Iya, Sayang. Mama buka pintunya dulu." Allea menatap Mahendra dengan senyum dikulum.
🍁🍁
"Mama, malam nanti Alena bobok sama Mama, kan?" tanyanya setelah mereka semua menikmati makan malam. "Kan Alena nggak ada kamarnya di sini. Eum ... kamar mama banyak bunganya, Ma. Alena suka!"
Mata Mahendra menatap satu-satu yang hadir di ruangan itu. Terlihat mama dan papanya senyum-senyum kecil sementara Allea memalingkan mukanya ke arah Alena.
"Alena bobok sama eyang mau?" Bu Nastiti bertanya lembut. "Nanti biar papa buatkan kamar untuk Alena. Gimana?"
Alena menggeleng cepat. Jika di rumah dia memiliki kamar sendiri, dan tentu saja sudah familiar di rumahnya sendiri.
"Ehm ... Alena bobok sama Mama dulu kalau begitu, sampai papa buatkan satu kamar untuk Alena." Mahendra menyudahi kegalauan putri kecilnya.
Senyum Alena mengembang mendengar perkataan papanya. Begitu juga dengan Allea, hanya Mahendra yang terlihat sedikit menarik bibirnya.
🍁🍁
Malam beranjak naik, semua telah beristirahat. Alena telah terlelap setelah bermanja dengan papa dan mamanya. Gadis kecil itu tidur di tengah-tengah Allea dan Mahendra. Bunga mawar putih masih mendominasi memenuhi kamar pengantin itu.
"Sayang. Alena sudah tidur, kan?" tanyanya dengan suara pelan.
"Sudah."
Mahendra menarik bibirnya lebar. Dia bangkit berpindah dari sisi Alena ke samping Allea. Dengan mata berkabut ia memeluk tubuh sang istri dan mengecup keningnya lama.
"Aku seperti bermimpi," bisiknya. "Mimpi yang sempurna. Sangat indah!"
Allea memejamkan mata menikmati setiap sentuhan dari sang suami. Ada kehangatan yang perlahan menjalar menjadi letupan indah. Kembali Mahendra mengulang kecupan bibir yang siang tadi sempat terjeda.
Pelan tapi pasti pria itu telah berada di atas Allea. Napas mereka tak lagi teratur, semakin panas. Menyadari ada putrinya tengah pulas, Allea menepuk bahu sang suami.
"Mas, ada Alena!" tuturnya pelan.
Mahendra menelungkupkan wajah ke ceruk leher Allena seraya berbisik, "Sepertinya aku harus memiliki strategi agar bisa segera menyatukan apa yang seharusnya disatukan."
Allea tak dapat menahan tawa mendengar penuturan suaminya.
"Sudah malam, sebaiknya Mas istirahat."
"Besok aku punya rencana."
"Rencana? Apa itu?"
"Kita ke kebun teh waktu itu."
"Ke rumah Risa?"
"No! Bukan. Aku sudah minta Soni untuk booking villa di sana. Buat ... kita berdua."
"Berdua?" tanya Allea.
"Eum ... bertiga! Dengan anak kita. Alena!" jelasnya seraya berpindah posisi di samping istrinya kemudian membawa tubuh Allea ke dalam pelukannya.
"Mas."
"Hmm?"
"Bagaimana dengan Eyang Dewi?"
Mahendra menarik napas dalam-dalam sambil kembali mengecup singkat bibir Allea, ia berkata, "Sayang ... aku tak pernah menunggumu. Kamu pun tak pernah sengaja datang. Tapi kita sengaja dipertemukan Tuhan. Seharusnya Eyang tahu itu, dan biarkan beliau mengerti dengan sendirinya nanti."
🍁🍁
Yeayyy ... siapa yang ikut happy tapi deg degan? Haha ...
Terima kasih tetap setia dengan kisah ini 🥰
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top