Destiny 22
Perempuan paruh baya itu menarik napas dalam-dalam. Dengan penuh rasa ingin tahu ia menatap Mahendra.
"Nak Hendra, sebelum Tante menjawab pertanyaan Nak Hendra, boleh Tante bertanya sesuatu?"
Mahendra membalas tatapan perempuan itu kemudian mengangguk.
"Siapa sebenarnya yang Nak Hendra cintai dari kedua anak Tante? Allea atau Alisha?" tanyanya hati-hati. "Maafkan, tapi Tante merasa harus meluruskan semua ini."
"Meluruskan apa, Tante? Ada apa sebenarnya?"
Bu Rudi menghela napasnya. Perempuan paruh baya itu menceritakan semua yang terjadi.
"Nak Hendra belum menjawab pertanyaan Tante. Apa kalian ... eum, maksudnya, siapa yang Nak Hendra cintai? tanyanya.
Sambil mengusap rambut, Mahendra mengangguk.
"Maaf. Saya mencintai Allea putri pertama Tante
Mama dari Alena," paparnya lugas.
Mendengar jawaban Mahendra kening Bu Rudi mengerut. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja didengar. Sementara Mahendra yang tahu hal itu pasti akan terjadi, hanya tersenyum tipis.
"Kalau Nak Hendra mencintai Allea, kenapa Alisha yang diminta?" tanyanya lagi.
"Ini sebenarnya ada kesalahpahaman saat kedua orang tua saya datang ke sini, Tante."
Pria berhidung mancung itu menceritakan semua yang seharusnya terjadi hingga kesalahan yang sama sekali tidak disengaja oleh ayah ibunya. Dengan saksama Bu Rudi mendengarkan cerita Mahendra.
"Maafkan ayah dan ibu saya. Sejujurnya saya hendak mengatakan hal yang sebenarnya waktu itu, tapi terpaksa saya pending karena Alisha kecelakaan, dan tidak mungkin mengatakan semuanya dengan kondisi Alisha seperti itu," ungkapnya panjang lebar.
Ibu dari Allea dan Alisha itu mengangguk paham meski wajahnya jelas terlihat kebingungan.
"Lalu di mana sekarang Allea, Tante?"
Bu Rudi menggeleng pelan. Perempuan itu mengatakan tidak tahu di mana putri dan cucunya pergi.
"Ia hanya memberi kabar jika mereka baik-baik saja."
"Memberi kabar? Itu artinya Tante punya nomor telepon Allea?"
Suara mobil berhenti tepat di depan rumah. Pak Rudi terlihat turun lebih dahulu kemudian beralih ke sisi lain untuk membuka pintu dan menolong Alisha.
"Nak Hendra, sekarang mungkin saatnya Nak Hendra mengatakan hal yang sesungguhnya pada Alisha. Walau bagaimanapun, mereka berdua adalah anak Tante. Tante tidak mau mereka berselisih karena semua ini," pinta Bu Rudi menatap Mahendra.
Pria itu mengangguk.
"Baik, Tante. Terima kasih sudah mengerti," tuturnya.
Alisha melangkah dengan menggunakan kruk. Wajahnya terlihat semringah tatkala mengetahui ada Mahendra tengah duduk di teras.
"Mas Hendra!" pekiknya bahagia. Ia tampak mempercepat langkah mendekati pria itu. Sementara Hendra samar sekali tak bereaksi.
"Mas kok nggak bilang kalau mau ke rumah hari ini? Oh iya, kenapa Mas nggak pernah menghubungi aku? Terus kenapa telepon Mas juga nggak bisa dihubungi?" cecarnya saat sudah duduk di samping pria itu.
Mahendra bangkit menyambut uluran tangan Pak Rudi.
"Apa kabar, Nak Hendra?"
"Baik, Om," jawabnya tersenyum.
Bu Rudi mengajak mereka semua untuk masuk, tapi Mahendra menolak halus. Ia menoleh pada Alisha kemudian beralih menatap ke dua orang tua Alisha.
"Maafkan saya, Om. Tapi saya rasa harus segera mengatakan hal ini."
"Ada apa, Mas?" tanya Alisha ingin tahu.
Mahendra menarik napas dalam-dalam. Ia menoleh sekilas pada Alisha kemudian kembali menatap Pak Rudi.
"Saya mencintai Allea, Om!"
Mendengar kalimat yang keluar dari bibir Mahendra sontak membuat Pak Rudi terkejut terlebih Alisha. Mata perempuan itu membulat dengan mata berkaca-kaca. Tampak ia mencoba berpindah duduk menjauh dari Mahendra.
"Hendra, apa maksudnya ini? Kamu mencintai Allea, tapi kenapa ....?" Pria berkemeja batik itu menggantung kalimatnya. Ia melihat sang putri telah berderai air mata Di sampingnya ada Bu Rudi yang berusaha menenangkan.
Mahendra kembali meminta maaf, kemudian menceritakan kembali apa yang terjadi seperti saat ia menceritakan pada Bu Rudi.
"Maafkan saya, Om. Sebenarnya saya sudah akan mengatakan ini, tapi ...." Hendra menarik napas dalam-dalam. Ia menoleh pada Alisha yang semakin terisak. "Saya menahannya karena kondisi Alisha saat itu tidak memungkinkan."
Hening. Sapuan angin sepoi-sepoi seolah mengatakan bahwa masalah akan selesai satu persatu.
"Katakan, Mas Hendra! Katakan kalau kamu hanya menginginkan lahan Mbak Allea! Itu kan yang ada di pikiranmu?" Suara Alisha parau terdengar memecah sunyi di teras itu.
Mata Pak Rudi menatap Hendra meminta jawaban.
"Tentu bukan, Alisha! Aku bahkan tak peduli lagi soal lahan itu. Aku hanya peduli pada kebahagiaan Allea juga Alena," balasnya.
Alisha bangkit perlahan, matanya menatap Mahendra nanar.
"Kamu jahat, Mas! Kamu jahat! Aku salah apa selama ini ke kamu? Kamu tega bohongin aku? Kamu tega beri aku harapan! Kamu ...." Alisha menggantung kalimatnya. Ia menggeleng lalu mundur. "Kamu jahat, Mas!"
Dengan tertatih ia meninggalkan teras menuju pintu kemudian menghilang. Bu Rudi tergesa mengikuti langkah putrinya. Sementara ayah Alisha terlihat menarik napas dalam-dalam.
"Maaf, Om. Tapi saya serius dengan Allea. Izinkan saya menikahinya."
Mahendra menatap pria yang rambutnya sudah tampak beruban.
Pak Rudi bergeming. Sebagai seorang ayah dia bahagia mendengar penuturan Mahendra yang serius dengan Allea. Karena selama ini dirinya selalu berusaha mencarikan jodoh untuk putri pertamanya itu meski Allea selalu menolak.
Namun, tentu saja bukan di posisi seperti ini yang dia inginkan. Cinta pada satu pria membuat kedua anak perempuannya berselisih sedangkan dia pun telah menyiapkan rencana lain untuk Allea. Yaitu menjodohkan dengan Surya, anak dari rekan bisnisnya.
"Nak Hendra, Om berterima kasih dan senang dengan niat baikmu terlepas dari semua kekisruhan yang terjadi, tapi apa Allea tahu kamu mencintainya?"
"Allea tahu, Om."
"Dan dia juga mencintaimu?"
Mahendra mengangguk yakin.
Pak Rudi kembali menarik napas dalam-dalam.
"Dengar, Nak Hendra. Nak Hendra tahu bagaimana kondisi Alisha saat ini kan?" Wajah pria paruh baya itu terlihat kusut. "Seperti yang Om bilang, Om menyambut baik niat itu, tapi tidak untuk saat ini. Sebab walau bagaimanapun, hati Alisha juga harus dijaga. Dia sudah begitu bahagia saat mengetahui kamu meminangnya, lagipula ... saat ini Allea juga sebenarnya telah ada pria yang Om siapkan untuk dia," jelasnya.
Rahang Mahendra mengeras mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Pak Rudi.
"Apa maksud Om itu, Surya?"
"Kamu mengenal Surya?" Ia balik bertanya.
Mahendra mengangguk. Ia menceritakan bagaimana ia mengenal pria yang digadang-gadang akan menjadi pendamping Allea itu.
"Dia anak rekan kerja, Om. Kami sepakat menjodohkan mereka. Om pikir Alena juga bisa menerima Surya dan begitu juga sebaliknya." Pak Rudi membetulkan letak duduknya. "Sekarang Om tahu kenapa Allea menolak Surya, ternyata dia mencintaimu."
Mahendra tersenyum kecil mendengar ucapan itu.
"Om, boleh saya tahu di mana Allea saat ini?"
Pak Rudi menggeleng, sambil mengambil ponsel dari kantung bajunya. Pria paruh baya itu terlihat mencari satu nama di sana. Tak lama wajah Pak Rudi semringah, ia menyodorkan telepon pintarnya pada Mahendra.
"Itu nomor Allea. Om cuma berharap agar kedua anak Om bisa akur, dan Om tahu bagaimana perasaan Allea pada adiknya."
Antusias Mahendra menyalin nomor itu ke ponselnya.
"Makasih, Om. Saya akan hubungi dia segera," ucapnya bahagia.
Melihat itu Pak Rudi tersenyum.
"Hendra."
"Ya, Om?"
"Terima kasih sudah mencintai Allea dan putrinya, tapi ...."
"Tapi apa, Om?"
"Surya. Dia juga menginginkan Allea. Apa kamu yakin bisa memenangkan hatinya?"
Mahendra menarik bibirnya.
"Saya tahu bagaimana perasaan Allea ke saya, Om," ucapnya percaya diri.
🍁🍁
Btw colek jika typo yaa 😁🤭
Terima kasih sudah mampir dan setia bersama kisah ini.
Semoga tetap bisa menghibur ya.
Salam hangat 🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top