Destiny 20

Setelah dua pekan di rumah sakit, akhirnya Alisha diperbolehkan untuk pulang. Allea menyiapkan penyambutan adiknya dengan sukacita.

Dengan kursi roda Alisha tersenyum saat masuk ke rumah. Balon serta ucapan selamat datang membuat wajah sang adik semringah meski ada hal yang membuat Alisha bertanya-tanya soal keberadaan Mahendra.

Hampir satu pekan pria itu tak menunjukkan batang hidungnya. Alisha hanya tahu bahwa pria yang dicintainya itu tengah ada pekerjaan di luar kota. Hatinya diliputi pertanyaan mengapa Hendra tak pernah sekali pun memberi kabar atau sekedar bertanya tentang kondisinya melalui telepon.

"Mbak senang kamu udah kembali ke rumah, Alisha. Itu artinya, Mbak bisa ngajak kamu jalan-jalan!" Allea mendorong kursi roda ke kamar sang adik.

Alisha tersenyum tipis mendengar penuturan sang kakak. Matanya menatap kaki yang masih sulit digerakkan. Tahu apa yang dipikirkan adiknya, Allea tersenyum lebar.

"Mbak yang bakal jadi kakimu! Mbak bakal antar ke mana kamu mau, Alisha!"

Alisha tersenyum mendengar penuturan sang kakak.

"Mbak."

"Iya?"

"Mas Hendra kok nggak ke sini?"

Allea menarik napas dalam-dalam. Beberapa hari sebelum Hendra ke luar kota, ia meminta agar pria itu tak bosan memberi support pada Alisha. Namun, Hendra menolak. Pria itu justru merencanakan untuk mengatakan hal yang sesungguhnya.

"Aku mencintaimu, Allea! Kamu tidak ingin adikmu terlalu dalam terluka kan?" tuturnya tempo hari.

Allea benar-benar tak dapat berkutik saat Hendra mengatakan hal itu. Dia berada dalam dua pilihan yang sulit. Berpura-pura tentu meninggalkan sakit terlebih jika sampai Alisha tahu bahwa dirinya punya andil untuk bersandiwara.

Di sisi lain, sang ayah terus mendesak dirinya agar menerima pinangan Surya.

"Mbak Lea!"

"I ... ya?"

Alisha menatap tajam pada kakaknya. Ia semakin mencium hal tak beres pada Hendra.

"Ada apa dengan Mas Hendra?"

"Kan Mbak sudah cerita kalau Hendra sedang di luar kota?" Ia menjelaskan sambil tersenyum.

"Mbak."

"Iya?"

"Kenapa Mas Hendra nggak aktifin ponselnya?"

Lagi-lagi Allea menarik napas panjang. Hendra memang tidak mengaktifkan nomor yang biasa digunakan. Pria itu hanya berpesan pada Allea bahwa dia tidak akan menghubungi dan menolak untuk dihubungi Alisha.

Kali ini kesabaran Alisha sudah pada puncaknya. Ia histeris membentak sang kakak yang tengah berdiri di depannya. Perempuan berkulit cokelat itu mengungkapkan kekecewaannya dan mengatakan bahwa ada yang disembunyikan oleh Allea.

Mendengar keributan itu kedua orang tua mereka segera menghampiri.

"Ada apa, Lea? Ada apa Alisha?" Suara ayahnya meninggi.

Allea masih bergeming sedangkan Alisha terisak. Ibunya mendekat mengusap bahu sang putri yang tengah duduk di kursi roda.

"Ada apa dengan kalian?" Sang ibu bertanya lembut.

"Bu, Alisha merasa Mas Hendra cinta! Dia nggak cinta Alisha!" pekiknya masih histeris. Ningsih--sang ibu mencoba menenangkan anak perempuannya.

"Kamu bicara apa, Alisha? Allea ada apa dengan adikmu?"

Allea menggeleng pelan.

"Alisha, kamu tenang dulu. Jangan mengambil kesimpulan sendiri," tutur Allea mendekati sang adik.

"Mbak! Aku tahu Mbak juga cinta kan sama Mas Hendra? Iya, 'kan, Mbak? Jawab! Kenapa diam aja?"

Perempuan paruh baya yang berada di samping Alisha menatap Allea meminta jawaban.

"Allea, apa benar ucapan adikmu?"

Ibu dari Alena itu menggeleng.

"Bohong, Bu!" sambar Alisha. "Mbak Allea bohong! Dia juga mencintai Mas Hendra!" ungkapnya histeris.

"Asal Mbak tahu ya. Mahendra itu mendekati Mbak cuma ingin agar bisnisnya berkembang di lahan yang kini Mbak tempati!" paparnya emosi. "Mbak tahu siapa pemborong lahan di kawasan yang Mbak tinggali?" tanyanya dengan wajah marah.

Allea bergeming.

"Pemborong itu perusahaan milik Mas Hendra! Alisha sendiri pernah mendengar percakapan mereka bahwa Mas Hendra sengaja mendekati Mbak dengan tujuan agar Mbak mau melepas lahan yang Mbak tinggali kepada mereka!" ungkapnya panjang lebar.

Mata Allea membulat dengan kening berkerut menatap Alisha tak percaya. Ada sesak tiba-tiba memenuhi dadanya berebut dengan rasa sakit seolah hatinya tertusuk sembilu. Penuturan Alisha tentang Mahendra sungguh di luar dugaannya. Kilas kebersamaan dengan pria itu kembali tersaji di memori serupa slide film yang diputar ulang. Perempuan itu tak menyangka semua ketulusan yang dirasakan olehnya dan Alena hanya pura-pura demi maksud lain.

"Kenapa diam, Mbak? Mbak kaget? Mbak baru sadar? Seharusnya Mbak bisa lebih pintar memahami ini! Mahendra hanya ingin tanah itu dan bukan Mbak!"

"Alisha! Kamu bicara apa?" bentak ibunya.

Perempuan berbaju merah dengan rambut yang tampak mulai putih itu merasa putri keduanya telah keterlaluan.

"Biarkan, Bu. Biarkan Alisha mengutarakan apa yang dia ketahui," tutur Allea pelan dengan mata mengembun.

"Jadi jika Mbak jatuh cinta sama Mahendra, sebaiknya hentikan! Karena dia hanya ingin memperbesar bisnisnya! Tidak lebih!" Alisha berkata dengan suara tinggi.

"Selama ini dia hanya berpura-pura mencoba dekat dengan Mbak!"

Allea berusaha menyembunyikan air mata dan kecewa. Ia mengangguk cepat.

"Mbak tahu, Alisha. Maafkan, Mbak kalau selama ini egois. Maafkan, Mbak."

Setelah mengatakan itu, Allea mendekati adiknya.

"Terima kasih sudah membuka semua ke Mbak. Kalau Mbak boleh jujur, benar Mbak mulai mencintai Mahendra. Hal itu Mbak rasakan sejak dia menunjukkan perhatian pada Alena." Sejenak perempuan berkulit kuning langsat itu menarik napas.

"Kamu tahu betapa bahagianya dia saat Mahendra menjemputnya. Mereka berdua begitu kompak meski berkali-kali Mbak menolak keadaan itu, tapi yang terjadi justru sebaliknya," tutur Allea tersenyum datar. "Mbak paham sekarang jika ternyata ada hal lain di balik itu." Ia mengusap bahu sang adik. Sementara ibu mereka hanya membisu.

"Bu, aku nggak mau melihat Mbak Allea saat ini!" ucap Alisha memalingkan wajah seraya menghindari usapan tangan Allea.

Dengan tatapan penuh kasih, sang ibu memberi isyarat agar dirinya keluar dari kamar Alisha. Tanpa disadari air matanya mengalir begitu saja membasahi pipi. Allea menyambar tas tangan di ruang tengah, ia memutuskan untuk pergi.

"Allea kenapa?" Sang ayah menyapanya. Ia hanya menoleh sekilas kemudian menggeleng. Sambil tersenyum perempuan itu meraih punggung tangan ayahnya berpamitan.

"Ada apa, Allea? Kamu menangis? Ada apa dengan adikmu?" cecar Pak Rudi.

"Alisha baik-baik saja, Yah. Allea pulang dulu, kasihan Alena di rumah berdua sama Lusi," dalihnya.

Pak Rudi mengangguk seraya berpesan agar putrinya itu berhati-hati.

***

Alisha terisak, berkali-kali ia mencoba menghubungi Mahendra, tapi tetap saja ia tak terhubung dengan pria itu. Kekesalannya memuncak, kesal ia berteriak dan memukul kakinya berulang dengan berderai air mata.

Mendengar itu, ibunya datang tergopoh-gopoh dengan wajah resah.

"Alisha kamu kenapa?" Perempuan paruh baya itu mencoba menenangkan putrinya. Dengan terisak, Alisha mengadukan perasaannya pada sang ibu.

"Kenapa Mas Hendra nggak menghubungi Alisha? Kenapa Alisha juga nggak bisa menghubungi Mas Hendra? Salah Alisha apa, Bu?" tuturnya terisak.

Ibunya menarik napas dalam-dalam.

"Kamu minum dulu, tenangkan pikiran. Jangan berpikir macam-macam!" Bu Rudi menyodorkan segelas air padanya.

Alisha terlihat lebih tenang. Perempuan berambut sebahu itu menyandarkan tubuh di kepala ranjang. Matanya terlihat berkabut duka.

"Alisha, ada apa sebenarnya denganmu? Kenapa kamu sampai tidak ingin bertemu kakakmu?" tanya sang ibu.

"Karena dia mencintai Mas Hendra! Karena dia mencintai calon suamiku, Bu!" jawabnya dengan menekankan kata suamiku.

"Alisha, apa benar Mahendra memanfaatkan Mbak Allea demi bisnisnya? Ibu dengar kamu mengatakan itu kemarin. Apa benar itu?"

Alisha menatap ibunya kemudian mengangguk.

"Lalu apa benar kesimpulan bahwa mbakmu mencintai Mahendra?"

Mendengar itu Alisha menarik napas dalam-dalam. Ia bukan perempuan baru gede yang bisa dibohongi. Ia tahu betul bagaimana sinar mata sang kakak saat menatap Mahendra meski ia tahu Allea mati-matian menyembunyikan hal itu.

"Alisha, lalu apa Hendra juga mencintai Allea?" kembali ibunya bertanya.

Perempuan berpiyama hijau yang tengah diliputi amarah itu gak menjawab. Ingatannya kembali terlempar saat dirinya di rumah sakit. Senyuman Hendra begitu lepas saat bersama sang kakak. Hal itu berbeda saat tengah bersamanya.

***

Alisha sadar, Guys ... tapi ....



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top