Destiny 19
Mahendra mendekat dengan pandangan menatap pada Surya.
"Ada apa ini?"
Surya tersenyum miring.
"Jangan bilang kamu sedang mencoba mengkhianati adikmu, Lea!" sindirnya.
"Apa maksudmu, Surya?" Hendra membidik netra pria di depannya.
"Maksudku? Maksudku sudah jelas, Mahendra! Bukankah Allea akan segera menjadi milikku?" balasnya.
"Surya, maaf sepertinya kamu harus mencabut ucapanmu barusan! Karena Allea tidak akan pernah menjadi milikmu!" Mahendra meraih lengan Allea yang terlihat hendak pergi.
Mendengar jawaban Hendra, pria itu terkekeh geli. Sambil mengacak rambutnya ia berkata, "Seyakin itu kamu, Mahendra? Allea, katakan apa yang kamu katakan padaku tempo hari!"
Allea bergeming kemudian menatap Surya.
"Surya, tolong tak bisakah kita bicarakan ini di tempat lain?"
Kembali Surya terkekeh. Pria berkaus hitam itu mengangguk.
"Allea, aku rasa ini pelajaran yang harus kamu ingat! Jangan berlindung di balik kata seorang saudara jika kamu mencintainya! Setidaknya aku tahu bagaimana perasaanmu pada dia! Tapi sekarang sudah tak berguna, bukan? Bukankah ini semua kemauanmu?" cicitnya dengan pandangan mengejek.
"Cukup, Surya!" bentak Hendra. "Lea, kamu tadi mau ke swalayan, 'kan? Pergilah!"
Perempuan itu menarik napas dalam-dalam kemudian mengangguk melangkah pergi. Sementara kedua pria dewasa itu masih berdiri di tempatnya.
"Surya, tolong jangan memperkeruh keadaan. Keluarga Allea tengah berduka dengan kecelakaan yang menimpa Alisha."
Surya melipat kedua tangannya di dada.
"Aku tidak sedang memperkeruh, Hendra! Justru kamulah yang membuat semua jadi rumit!" Pria itu menatap ke arah lalu lalang para tenaga kesehatan yang melintas di depannya. "Ayolah, Hendra! Alisha mencintaimu dan di sekarang sedang terkapar," ucapnya tersenyum miring.
Mahendra mengeraskan rahangnya, dengan mata penuh amarah ia menelisik wajah Surya.
"Berhenti ikut campur urusanku, Surya! Aku tahu apa yang harus aku lakukan," hardiknya.
Pria berkaus hitam itu mendekat.
"Sejak Allea diperkenalkan denganku dan kami akan dijodohkan, sejak itu urusan yang menyangkut dia adalah juga urusanku! Mengerti!"
Surya mundur kemudian mengayun langkah menjauh.
"Surya tunggu!" Hendra menyusul dan mencekal lengan pria itu.
"Ada apa lagi?"
"Antara kamu dan Lea hanya akan dijodohkan! Akan itu artinya belum! Dan aku jamin itu tidak pernah terjadi!" tegasnya menepuk keras bahu Surya lalu meninggalkan pria itu.
***
Malam merangkak naik, Alisha telah terlelap setelah lama bertukar cerita dengan Mahendra. Allea menyandarkan tubuhnya ke kursi di depan ruangan sang adik. Sengaja perempuan itu memilih duduk di luar agar ia bisa menguasai hatinya.
Sentuhan lembut di bahu mengagetkan Allea. Ia mendongak kemudian mengulas senyum.
"Alisha sudah tidur?"
Hendra mengangguk.
"Kenapa di luar? Masuk dan istirahatlah!" titah Hendra menatap hangat.
Tak menyahut, Allea beringsut dari duduk. Saat ia hendak melangkah, Hendra memanggilnya.
"Lea."
Perempuan itu menoleh.
"I love you!" ungkapnya dengan mata menelisik ke paras cantik perempuan itu.
Wajah Allea seketika berubah merona mendengar penuturan pria di depannya. Walaupun hal itu bukan pertama kalinya ia dengar, tapi kali ini ia merasa hatinya menghangat. Hendra tersenyum menatap kemerahan di pipi perempuan itu.
"Terima kasih sudah bersikap baik pada Alisha. Semoga dia segera membaik," tuturnya mengalihkan hati yang berdebar kencang.
"Aku harap begitu, karena aku sudah nggak sabar untuk mengatakan hal yang sesungguhnya padanya."
Mendengar itu, Allea tak bereaksi. Perempuan itu hanya tersenyum tipis kemudian masuk ke kamar Alisha.
Menjelang subuh Allea bangun, ia terkejut saat tubuhnya berselimut jaket tebal yang dia tahu siapa pemilik baju tebal itu. Perlahan ia bangkit, matanya melihat Hendra bersandar di kursi tak jauh darinya.
"Mbak Lea? Kenapa Mbak pakai jaket Mas Hendra?" Suara Alisha mengejutkannya.
"Sudah bangun, Alisha?"
Adiknya itu mengangguk, kemudian mengalihkan pandangannya pada pria yang masih terlelap di kursi.
"Mbak ke kamar mandi dulu. Sudah pagi, sebentar lagi Mbak harus pulang." Seolah tak ingin sang adik membahas soal jaket itu, ia bergegas menuju kamar mandi. Namun, belum sempat ia pergi, Alisha memanggilnya.
"Mbak!"
"Iya?"
"Apa benar Mas Hendra mencintaiku?"
Allea tersenyum, ia mendekati sang adik.
"Kenapa kamu tanya seperti itu?"
Alisha menggeleng. Perempuan berambut pendek itu merasa hati Mahendra tak sepenuhnya padanya. Terlebih setelah mereka berbincang semalam. Hendra bahkan tidak tertarik membicarakan hubungan mereka, justru pria itu antusias menanyakan soal Allea.
"Nggak apa-apa, Mbak," sahutnya seraya menggeleng.
Allea tersenyum kemudian mengayun langkah menuju kamar mandi. Tak lama Hendra pun terjaga, pria itu melihat arloji, suara azan subuh menggema, cepat ia bangkit.
"Allea mana?" tanyanya saat melihat Alisha sudah bangun.
"Di kamar mandi."
"Oke, aku keluar dulu. Sudah azan, sekalian salat," pamitnya berlalu, mengabaikan Alisha yang berharap ditanya kondisinya.
Ada nyeri terasa semakin menyayat saat ia berpikir bahwa Hendra memang tidak pernah mempunyai hati untuknya. Mata Mahendra tak menyiratkan binar seperti saat bersama kakaknya. Tak terasa setitik air mata menetes di pipi tepat saat Allea keluar kamar mandi.
"Alisha, kamu Mbak gantiin bajunya ya? Eh Hendra sudah keluar, 'kan?" Allea mendekat. Matanya lekat menatap sang adik.
"Kamu kenapa, Alisha? Apanya yang sakit?" tanyanya resah.
"Nggak ada, Mbak. Oh iya, Mbak Allea kunci pintunya dulu, nanti bahaya kali ada yang datang," ucapnya mencoba tersenyum.
Telaten Allea mengganti baju sang adik serta merapikan rambutnya, tak lupa ia mengoleskan lipstik tipis setelah memberi bedak di wajahnya.
"Kamu cantik, Alisha!" tuturnya tersenyum.
"Kakak lebih cantik!" balasnya.
"Ssst! Kita berdua cantik!" timpal Allea.
Alisha kembali tersenyum, tapi kali ini senyum itu terasa getir. Ada keinginan untuk bertanya soal perasaan Hendra secepatnya. Ia tak ingin terlalu larut dalam prasangka, karena meski Mahendra tidak mengungkapkan, tapi jelas pria itu memiliki ketertarikan terhadap Allea.
"Tuh malah ngelamun!" Allea menyentil hidung adiknya.
"Mbak."
"Iya?" Allea menatap Alisha.
"Apa aku bisa cepat keluar dari rumah sakit ini?" tanyanya. "Aku nggak enak aja nyusahin banyak orang termasuk Mbak."
"Nggak ada yang disusahkan, Alisha. Udah, jangan mikir seperti itu, sekarang kamu harus fokus untuk sembuh. Nanti kita jalan-jalan lagi."
Ketukan pintu membuat keduanya menoleh.
"Itu pasti Mahendra! Mbak buka pintunya dulu!" Allea melangkah membuka pintu.
"Pagi, Lea!"
"Pagi, eum ...."
"Jam berapa kita pulang? Aku antar kamu pulang dan jemput Alena," tuturnya.
"Kamu temui Alisha dulu, setelah itu kita pulang."
"Kita?" goda Mahendra menaikkan alisnya. Merasa salah ucap, Allea memalingkan wajahnya menahan malu.
***
Setelah menjemput Alena, mobil Hendra meluncur ke kediaman Allea.
"Papa semalam nemenin Mama?" tanya Alena polos.
"Iya dong! Kalau Mama nggak ditemenin nanti hilang gimana?" kelakar Hendra seraya melirik Allea. Mendengar itu, ia memalingkan wajah ke luar jendela.
"Alena, nanti cepat ganti seragam sekolah ya. Papa antar!"
Alena sontak bersorak kegirangan mendengar penuturan pria itu. Matanya berbinar memastikan ucapan Mahendra.
"Bener mau antar Alena sekolah?"
"Iya dong! Emang Papa pernah bohong?"
Kembali Alena bersorak.
"Kamu nggak perlu repot, aku bisa antar dia. Kamu harus ke kantor, 'kan?"
"Kamu lelah, Allea. Bukannya nanti malam kamu jaga Alisha lagi? Istirahat!"
***
Btw colek jika typo yaa 😘
Halo, terima kasih tetap setia bersama kisah ini. Salam hangat 🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top