Destiny 18
Allea meraih tangan putrinya.
"Kita pulang, Alena," tegasnya.
"Aku antar!"
"Aku bisa pulang sendiri, please! Ayo Alena!"
Seolah tak mendengar permintaan Allea, pria itu ikut melangkahkan kakinya menyusuri lorong rumah sakit, tak tega melihat Alena kesulitan mengikuti langkah sang ibu, cepat Hendra meraih tubuh gadis kecil itu untuk digendong.
Sementara Allea tak memedulikan Hendra, sebaliknya dengan Alena. Gadis kecil itu justru kegirangan di dalam gendongan Mahendra. Sampai di gerbang rumah sakit, Allea bermaksud memesan taksi, tapi cepat tangannya di genggam Mahendra.
"Kamu mau naik taksi sendiri? Sementara Alena bersamaku?"
Perempuan berambut panjang itu diam. Ia sama sekali tak memiliki pilihan lain selain mengikuti langkah Mahendra.
Sepanjang jalan Allea membisu, perempuan itu larut dalam pikirannya. Sementara sang putri seperti biasa, dia banyak berceloteh dengan Hendra.
Hingga tanpa terasa mobil berhenti di depan rumah. Alena lebih dulu keluar.
"Terima kasih," ucapnya singkat saat hendak keluar dari mobil.
"Allea ... jangan berpikir macam-macam. Aku tidak akan mundur dari niat semula."
Mata perempuan itu mengembun. Napasnya tampak tersengal menahan emosi.
"Hendra, tak bisakah kamu untuk tidak egois?"
"Maksudmu?"
"Adikku tengah terbaring lemah sementara kamu ...."
"Aku akan menunggu sampai dia pulih. Aku sudah cukup menekan ego selama ini, Lea!"
Allea menghela napas dalam-dalam. Ia tahu akan lebih menyakitkan Alisha tahu selama ini apa yang ia kira adalah benar, dan tentu saja adiknya itu akan lebih luka jika Mahendra memutuskan sepihak, terlebih pria itu memilih dirinya.
"Aku turun. Terima kasih." Allea bergegas keluar dari mobil.
"Oke, aku jemput malam nanti. Kita jaga berdua di rumah sakit!"
"Hendra ...."
"Ssstt ... ayahmu memintaku untuk menjaga Alisha bukan? Aku nggak mungkin berdua saja dengannya. Aku ingin ada kamu!"
Mahendra menyungging senyum pada perempuan itu.
***
Kedua orang tua Hendra terkejut mendengar kabar bahwa Alisha kecelakaan, mereka berdua berniat hendak membesuk.
"Besok saja. Nanti malam Hendra ke rumah sakit untuk menjaga Alisha," ujar Mahendra seraya duduk di samping ibunya. "Kondisinya tidak mengkhawatirkan kok, tapi memang dia butuh terapi."
"Kamu jagain Alisha berdua dengan Allea?"
"Iya, Bu. Hendra dengan Allea," jelasnya.
"Hendra, Ayah serius bertanya soal pernyataanmu kemarin. Apa benar kamu ingin menggagalkan rencana pernikahan itu?"
Mahendra menghela napas kemudian mengangguk cepat.
"Tentu saja, Yah!"
"Dengan kondisi Alisha seperti itu?"
"Kenapa nggak? Itu akan lebih menyakitkan jika dia tahu Hendra terus berpura-pura," paparnya.
"Sebenarnya itu juga kesalahan kami, tapi setelah ayah pikir ... Alisha juga perempuan baik, dan dia juga belum pernah menikah," tutur ayahnya.
Mahendra menyungging senyum. Ia tahu kedua orang tuanya tengah mempersoalkan status Allea. Mengingat di keluarga mereka yang memiliki keturunan darah biru ada beberapa poin yang harus dipikirkan untuk menikahi seorang janda, terlebih jika bukan dari kalangan mereka.
"Allea janda bukan karena inginnya, Yah. Suaminya meninggal saat dia hamil putrinya sekarang. Dia perempuan mandiri dan cerdas sejauh yang Hendra kenal, dan Hendra mengaguminya," terang pria beralis tebal itu.
"Lalu bagaimana kamu bisa menjelaskan hal yang sesungguhnya pada orang tua Alisha, terlebih pada Alisha?" timpal ibunya.
Mahendra kembali tersenyum, lalu berkata, "Biar Hendra yang selesaikan soal itu."
"Meski ayah dan ibu Alisha akan marah?"
"Kenapa harus marah? Hendra mencintai Allea bukan Alisha, Bu. Seharusnya mereka tidak perlu marah," balasnya.
"Hendra, untuk menjaga perasaan semua orang, sebaiknya kamu cari waktu yang tepat untuk mengatakan hal ini."
"Ayah tenang saja, Hendra tahu apa yang harus Hendra lakukan," tuturnya.
***
Wajah kuyu Alisha berbinar melihat kedatangan Allea, terlebih saat ada Mahendra yang ikut bersama sang kakak.
"Kalian ke sini barengan?" tanyanya menyelidik.
"Eum ...."
"Iya. Aku jemput Allea tadi." Hendra mendahului jawaban Allea.
Tampak tebersit kecewa di wajah Alisha dan hak itu terbaca oleh Hendra. Entah mengapa ia merasa sangat cemburu, terlebih saat melihat beberapa kali Mahendra kedapatan mencuri pandang ke arah kakaknya.
Pria itu hanya tersenyum tipis melihat reaksi Alisha. Sementara Allea tampak tengah menyiapkan makan malam untuk Alisha yang baru saja diterima dari petugas rumah sakit.
"Kamu makan dulu ya, Alisha." Lea berniat menyuapi sang adik.
Seakan masih kesal dengan penuturan Mahendra yang menjelaskan bahwa ia menjemput Allea, gadis berkulit cokelat itu menolak untuk makan.
"Mbak letakkan di situ aja. Aku malas!" tuturnya membuang muka.
"Alisha, kamu harus makan, supaya ...."
"Aku tahu, Mbak. Nanti aja!" potongnya dengan nada kesal.
Allea menoleh ke Hendra yang tengah duduk di sofa, pria itu tengah menatap gadgetnya. Seolah paham yang diinginkan Alisha, perempuan itu mendekati Hendra.
"Kamu ke sini untuk jagain Alisha, 'kan?"
"Menemanimu dan adikmu," jawab pria itu membalas tatapan Allea.
"Alisha nggak mau makan, aku pikir dia pasti mau jika kamu yang suapin," terang perempuan itu.
Mahendra mengerutkan keningnya tak percaya dengan ucapan Allea.
"Aku? Aku nyuapin Alisha?"
Allea mengangguk.
"Kenapa aku? Kamu ...."
"Cobalah, aku yakin dia akan makan jika kamu memintanya."
"Tapi ...."
"Aku mohon."
Meski terlihat berat hati, demi mengabulkan permintaan Allea, akhirnya ia mencoba mengikuti usulan perempuan itu.
Mahendra menghampiri Alisha yang sejak tadi memalingkan wajahnya ke arah lain. Ada kesal yang meradang di hatinya saat melihat Allea bercakap-cakap dengan Hendra.
"Alisha ... kamu makan ya?" Pria itu meraih piring yang telah lengkap dengan lauk-pauknya.
"Aku nggak lapar!"
"Aku suapin?"
Mendengar tawaran Hendra, perempuan itu menoleh. Ia menatap tak percaya pada pria yang telah lama ia idamkan itu. Alis Mahendra bertaut dengan tangan memegang sendok memberi isyarat agar Alisha membuka mulutnya.
"Makan ya," tutur Hendra seraya menyorongkan sendok padanya.
Dengan senyum malu, Alisha membuka mulutnya menerima suapan pertama dari pria itu. Allea menghela napas lega melihat sang adik mau makan malam. Ia menangkap dari mata Alisha bahwa dirinya ingin berdua saja dengan Mahendra, hal itu sangat disadari olehnya. Meski jika dia boleh jujur, ada perih yang dia coba tahan demi melihat binar bahagia di mata sang adik.
"Maaf, aku ke luar sebentar. Ada yang harus aku beli," pamit Allea pada keduanya.
"Ke mana, Lea?" Hendra tampak tak suka dengan keputusan Allea.
"Mau ke swalayan sebentar, sepertinya Alisha butuh tisu," jawabnya mengulas senyum.
"Iya, Mbak. Terima kasih," timpal Alisha membalas senyuman kakaknya.
Allea menutup pintu ruangan tempat Alisha dirawat lalu mengayun langkah menuju swalayan, membawa hati yang sebenarnya tak siap kecewa. Mungkin dia telah menjadi perempuan munafik, tapi tak ada jalan lain selain berpura-pura dan mengorbankan diri demi kebaikan dan kebahagiaan keluarganya. Terutama untuk kebahagiaan Alisha.
"Allea!" Suara di sebelahnya membuat perempuan itu tersentak.
"Surya? Kamu ...."
Pria itu tersenyum.
"Aku dengar soal kecelakaan Alisha saat menelepon ayahmu. Kamu kenapa nggak pernah menjawab teleponku?" selidiknya.
"Nggak apa-apa, ada apa?" balas Allea malas kemudian kembali mengayun langkah.
"Ayahmu nggak bicara apa-apa?" Surya mengikutinya.
"Soal?"
"Kita!"
Allea berhenti melangkah perempuan itu berbalik menghadap Surya.
"Kita?" tanyanya heran.
"Iya, kita. Kenapa?aku rasa itu bukan sesuatu yang salah, 'kan?"
Allea menggeleng cepat kemudian kembali berjalan. Namun, tangan kokoh Surya kali ini menahannya.
"Bukankah orang tua kita sepakat untuk itu? Dan kamu juga sudah putus dengan Hendra?"
Kesal diperlakukan seperti itu, Allea menarik kuat tangannya meski tak berhasil.
"Lepas, Surya! Aku nggak suka diperlakukan seperti ini!" bentak perempuan itu.
"Ssstt! Ini rumah sakit, Lea. Kamu jangan berteriak," ucap pria itu seraya memberi isyarat dengan tangan.
"Lepas!"
"Oke, aku akan lepas, tapi ada syaratnya." Surya menarik tangan Allea sehingga perempuan itu lebih dekat.
"Surya! Aku serius, tolong lepaskan aku!"
"Aku juga serius dengan permintaanku pada ayahmu, Allea." Surya menatap intens.
"Aku sedang tidak ingin membicarakan soal itu. Adikku sakit dan ...."
"Allea!" Panggilan Hendra membuat keduanya menoleh ke sumber suara.
🍁🍁
Gimana-gimana? Btw aku suka teman-teman berkomentar itu artinya membaca dan benar-benar masuk ke dalam kisah yg kutulis. Sekedar pembelajaran aja, di cerbung aku satu lagi, terpaksa aku blokir seseakun karena komentarnya yang tidak patut.
Baper dengan cerita boleh, tapi jangan terlampau jauh hingga nyumpahin penulisnya, sebab itu akan kembali pada si penyumpah itu sendiri.
Cmiiw, salam hangat 🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top