Destiny 16

Mahendra resah menunggu di mobil, sejak tadi pria itu menunggu di depan pagar rumah Allea. Ia memutuskan untuk menemui perempuan itu karena semua pesan dan panggilannya diabaikan oleh Allea. Bahkan para karyawannya diminta melakukan hal yang sama.

Satu setengah jam berlalu sejak ia tiba, tapi tak ada tanda-tanda kedatangan perempuan itu. Mahendra bertekad akan meluruskan kesalahpahaman yang terjadi berdua dengan perempuan itu. Ia akan ke rumah keluarga Allea dan menjelaskan semuanya meski ia tahu akan banyak melukai dan membuat malu banyak pihak,  tapi rasa cintanya pada perempuan berambut panjang itu telanjur melekat.

Memutus jenuh ia menghidupkan musik, tapi saat ia baru saja bersandar sebuah mobil yang ia kenal berhenti tepat di depannya. Tak ingin kehilangan momen bertemu, gegas pria itu turun dan menghampiri.

Allea mengurungkan niat keluar dari mobil saat melihat Hendra. Perempuan itu cepat menutup kembali pintu mobilnya. Beruntung bagi Allea putrinya tadi meminta untuk tinggal di rumah sang ibu. Andai ada Alena, bisa dipastikan pria itu memiliki akses lebar untuk bertemu dengannya.

Mahendra mengetuk kaca jendela meminta perempuan itu membuka, tapi Allea bergeming.

"Lea, tolong! Tolong, aku ingin bicara. Sebentar saja," mohonnya.

Seumur hidup Mahendra baru kali ini ia memohon pada perempuan, sebelumnya dia cenderung acuh dan tak pernah memiliki hubungan sedekat ini. Merasa tak dianggap, Mahendra menarik napas dalam-dalam.

"Oke, aku akan tetap di sini hingga kamu mau menemuiku!" serunya.

Pria itu mundur kemudian menjauh menuju mobilnya. Sementara Allea di dalam mengatur ritme napas yang memburu karena emosi bergejolak. Ia sadar telah salah meletakkan cinta pada pria itu.

Bagaimana tidak ada rasa jika Mahendra setiap saat gencar menyita semestanya? Bagaimana ia bisa abai jika pria beralis tebal itu telah terlebih dahulu membuat jatuh cinta putrinya? Bahkan dinding tebal yang ia bangun pun tak mampu menghambat rasa indah yang pelan-pelan  terus memenuhi hatinya.

Lama Allea bertahan di mobil, demikian pula dengan Hendra. Pria itu masih bersandar di depan mobilnya dengan mata terus menelisik ke arah Allea. Merasa tak ada yang mengalah, akhirnya perempuan itu keluar. Seperti yang dia duga, Mahendra segera mendekat.

"Allea."

"Kita bicara di rumah!"

Ada seringai kecil di bibir pria yang memiliki sedikit cambang di rahangnya itu. Ia mengayun langkah mengikuti Allea menuju rumah.

"Kamu mau minum apa?" tawar Allea setelah mereka berada di ruang tamu.

"Apa aja.

"Oke, sebentar."

Mahendra menghela napas panjang merasa lega Allea mempersilakan dirinya masuk. Setidaknya ia bisa bicara dan menjelaskan semuanya.

Tak lama muncul Allea membawa nampan berisi minuman. Perempuan itu duduk setelah meletakkan segelas minuman berperisa buah di depan Hendra.

"Silakan diminum," tuturnya tanpa menatap pria itu.

Mahendra meneguk sedikit minuman yang disuguhkan lalu kembali meletakkan ke meja.

"Apa yang mau kamu bicarakan?"

"Aku akan menikahimu!"

Allea memejamkan mata sejenak lalu mengembuskan napas.

"Kamu ...."

"Aku nggak peduli, Lea! Sekarang ikut aku. Kita akan bertemu orang tuamu dan aku akan memintamu pada mereka!"

"Hendra! Itu sama saja membuatku mati!"

"Lalu? Kamu lebih suka melihatku mati? Begitu?" sergahnya. "Aku sedang jatuh cinta, Allea. Jatuh cinta padamu! Apa kamu nggak rasakan itu? Sampai kapan kamu membohongi dirimu sendiri?"

Hening.

"Atau memang kamu benar-benar tidak mencintaiku?" lirihnya dengan tatapan membidik.

Mendengar itu tenggorokan Allea seolah tercekat. Ia tak mungkin berdusta pada diri sendiri tentang perasaan berbunga saat berada di dekat pria beraroma wangi bergamot, lavender milik parfum Montblack Legend itu.

Namun, ia tak bisa menutup mata atas kehormatan keluarganya terlebih perasaan sang adik. Sejak tiga hari yang lalu ia memutar otak bagaimana bisa menjauh dari kekisruhan ini. Ada keinginan untuk menepi berdua saja dengan Alena.

"Allea, please!"

"Hendra, kamu tahu kita nggak bisa mengontrol hidup ini, 'kan? Kita hidup di bawah kendali-Nya, 'kan?"

"Lalu?"

"Mungkin kita memang ditakdirkan tidak berjodoh!"

"Nggak! Allea, ini hanya ...."

"Apa pun alasannya, Hendra. Kamu berhak melanjutkan hidupmu!"

Ruangan kembali hening. Ada denyut ngilu di hati saat mengucapkan kalimat itu.Allea berusaha mengumpulkan keterangan dalam dirinya meski nurani dipenuhi gejolak rasa yang membuncah sama dengan perasaan Mahendra.

"Aku ingin melanjutkan hidup denganmu, Lea!"

Suasana kembali hening. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing.

"Aku tidak akan menikah dengan Alisha." Mahendra membuka suara. "Aku tidak mencintainya!"

Pria itu bangkit lalu duduk di samping Allea. Lembut ia meraih tangan perempuan itu. Meski otaknya menolak sentuhan dari Hendra, tapi hatinya tak kuasa menghindar.

"Allea, terkadang cinta tidak hanya bicara rasa, tapi juga logika. Perasaan nggak bisa dipaksa, dan aku pun tidak mungkin hidup bersama orang yang tidak kuinginkan. Mungkin sebagian orang bisa melakukannya, tapi aku nggak!" Mahendra masih menggenggam jemari Allea. "Kalau kamu tetap menolakku, aku nggak akan memaksa lagi. Maafkan aku jika mengecewakanmu. Karena aku nggak bisa bikin bahagia Alisha."

Bulir bening jatuh begitu saja di pipi perempuan berkulit kuning langsat itu. Ia tahu rasa itu tak bisa dipaksa dan dia juga tidak bisa mengharapkan Mahendra untuk membencinya.

Melihat perempuan yang dicintai menangis, lembut Mahendra mengusap pipinya.

"Pergilah, Hendra. Aku bilang pergi!" Ia menepis tangan pria itu, tapi cepat Mahendra menangkapnya.

"Aku nggak akan pergi, Allea. Aku akan di sini sampai memastikan dirimu benar-benar tidak mencintaiku!" balas Hendra semakin memangkas jarak antara mereka.

Allea menegang, ia bisa merasakan embusan napas hangat pria itu di pipinya. Mahendra tak bisa menahan untuk tidak merengkuh tubuh perempuan itu. Perlahan ia meraih bahu Allea lalu membawanya ke dalam pelukan.

"Jangan biarkan aku berada di posisi sulit, Hendra." Allea mengurai dekapan.

"Itu artinya kamu mencintaiku?"

Tak menjawab, Allea membuat jarak. Namun, Hendra justru kembali memangkasnya.

"Kita hadapi bersama, Allea."

Perempuan di depannya itu menggeleng pelan.

"Kita harus sudahi perasaan ini! Alisha adikku dan kamu tahu betapa bahagianya dia saat ...."

Ucapan Allea berhenti saat jari pria itu menempel di bibirnya. Netra keduanya kini saling menatap, baik Allea maupun Mahendra seolah merasa dunia berhenti saat itu. Tak ada suara, hanya gemuruh jantung mereka masing-masing bertalu. Semua terjadi begitu cepat saat Hendra mengecup lembut bibir Allea.

"Maaf, aku nggak menguasai keadaan," ujar Mahendra saat Allea mendorong dadanya.

Tampak wajah Allea memerah malu. Ia pun merasa tidak bisa menguasai keadaan sama seperti pria itu.

"Aku semakin yakin kita bisa lewati ini berdua! Tetaplah bersamaku, jangan pergi! Dan pria bernama Surya itu ...apa benar kalian ...."

"Iya!"

"Dan kamu menerima perjodohan itu?"

"Mahendra! Aku mohon belajarlah membenciku mulai saat ini."

"Maksudmu? Bukankah ...."

"Jangan tanya apa-apa lagi! Tolong, belajarlah membenciku!"

Mahendra menggeleng cepat. Ia tak menyangka perempuan itu merubah sikapnya dalam sekejap.

"Jika itu yang kamu minta. Maaf, Allea. Aku nggak bisa!"

Allea bangkit kemudian melangkah menuju pintu.

"Pulanglah. Aku nggak ingin karyawanku berprasangka yang bukan-bukan soal ini."

Dengan mengembuskan napas Mahendra bangkit menuju pintu. Mata tajamnya membidik tepat pada bola mata Allea.

"Aku akan buktikan ucapanku, Allea. Aku akan tetap mencintaimu! Apa yang terjadi tadi sudah kuat membuktikan bahwa kita memang ditakdirkan untuk berbagi hati."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Mahendra mengayun langkah meninggalkan rumah Allea.

***

Nah ... gimana kekira apa yang terjadi selanjutnya?
Btw colek jika typo yaa 😁







Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top