Destiny 15

Langkah Allea tertahan tatkala melihat Alisha keluar menyongsong kehidupannya, atau lebih tepat kehadiran Mahendra. Ia memeluk kemudian menggandeng tangan pria itu dan memaksanya untuk segera masuk.

"Mas Hendra, kamu sukses ngeprank aku! Kenapa pakai acara ngeprank gitu sih!" ucapnya dengan paras bahagia. Allea yang masih bingung hanya menatap ke arah keduanya dengan penuh tanya.

"Ngeprank? Maksudnya?

"Iya! Kalau bukan ngeprank, apa coba! Di dalam ada orang tua Mas. Mereka mengatakan Mas meminta mereka untuk melamarkanku untukmu!"

Allea menelan ludahnya, kali ini ia mengulas senyum kemudian melangkah meninggalkan Alisha yang tengah merayakan kebahagiaannya.

"Allea, tunggu!" panggil Hendra.

Sementara Alisha seolah tak memedulikan perubahan wajah pria itu juga sang kakak. Merasa dipanggil, Allea menoleh kemudian menghampiri mereka berdua.

"Selamat, Alisha! Mbak sudah bilang, 'kan? Semua yang terjadi dan tidak serta-merta seperti yang kamu duga! Mbak bahagia untukmu!" Ia menatap Hendra yang membeku. "Jaga adikku baik-baik! Aku akan terluka jika dia terluka!"

Setelah mengucapkan itu Allea bergegas masuk ke rumah bergabung dengan keluarganya. Hendra perlahan melepas pegangan tangan Alena. Otaknya berputar memikirkan yang terjadi. Bagaimana ayah dan ibunya bisa salah mengeja nama Allea?

"Kita masuk, Mas! Makasih buat gaun malamnya, aku suka!"

Hendra tak lagi memedulikan ucapan perempuan itu. Ia melangkah masuk mendahului Alisha. Masih tak menyadari yang terjadi, perempuan berkulit cokelat itu mengikuti Mahendra.

Wajah kedua orang tuanya dan orang tua Alisha berseri menyambutnya. Hendra hanya bisa menelan saliva saat ayah Alena menjabat erat tangannya seraya mengucapkan terima kasih sudah memilih putrinya. Sementara ayah dan ibunya berulang kali menanyakan mengapa dirinya selama ini selalu merahasiakan calon istrinya.

"Bukankah dia yang ikut menjemput Ayah dan Ibu, Hendra?" tanya ayahnya menatap sang putra yang masih shock dengan situasi yang terjadi.

"Hendra?" sapa sang ibu mengagetkannya.

"Iya, Bu, tapi ...."

"Kamu mau kasi kejutan pada kami ya?" potong ibunya lagi. Mahendra tak dapat berkata apa-apa. Ia menyapu pandangan ke seluruh ruangan tak dijumpainya Allea juga Alena. Sementara ajakan tuan rumah untuk menikmati hidangan membuat pria itu meminta Alisha menunjukkan arah kamar mandi.

"Kamu mau ke mana, Hendra?" tegur ayahnya.

"Mau ke kamar mandi sebentar, Yah."

Dengan pikiran kacau ia melangkah menuju kamar mandi yang ditunjukkan Alisha.

Sebenarnya ia tak hendak ke kamar kecil, Hendra hanya mencari alasan agar ia bisa menemui Allea. Namun, pria itu harus menelan kecewa karena perempuan yang telah menyita hatinya itu tak ia jumpai.

Dengan rasa kecewa ia kembali bergabung di ruang tamu. Melihat kebahagiaan di wajah para orang tua terlebih wajah ayah dan ibunya, ia tak sanggup menjelaskan hal sesungguhnya. Tentu saja sama dengan menabur malu ke keluarganya juga keluarga Alisha. Akan tetapi, jika ia diam itu sama halnya merobek hati Allea dan melukai putrinya.

Sepanjang pertemuan dua keluarga itu, Mahendra memilih diam. Ia hanya sesekali menarik bibir saat para orang tua menggodanya. Sementara Alisha tak lagi fokus dengan Hendra, perempuan itu terlihat sibuk mengabadikan momen yang menurutnya indah itu.

Tanpa disadari semua yang hadir, ada mata berkaca-kaca yang sejak tadi bersembunyi di kamar menemani gadis kecil yang tengah terlelap.

***

Mahendra menahan emosi yang bergejolak. Ia menumpahkan kekecewaan pada kedua orang tuanya. Ia tak menyangka jika kejadian itu justru membuat dirinya dan Allea semakin jauh. Bahkan perempuan itu tak mau menerima telepon atau membalas pesannya.

Ibunya bercerita saat mereka berdua datang disambut hangat oleh orang tua, dan tak ketinggalan pula dengan Alisha. Setelah kedua orang tua perempuan itu mengetahui bahwa yang datang adalah ayah dan ibu Mahendra, mereka langsung menceritakan betapa putri mereka mengangumi putra mereka.

Asyik bercerita sehingga mereka tak ingat nama yang hendak mereka sebut. Keduanya yakin bahwa Alisha lah yang dimaksud Mahendra. Terlebih wajah Alisha tidak asing di mata keduanya.

"Batalkan, Bu! Hendra nggak bisa meneruskan rencana itu!"

"Hendra! Kamu nggak bisa seenaknya seperti itu!" sergah ibunya. "Kamu pikir mereka bisa terima? Kamu nggak memikirkan perasaan Alisha? Lagipula Alisha itu masih gadis! Sementara Allea yang kamu maksud itu ...."

"Janda maksud Ibu? Kenapa kalau dia janda, Bu? Apa itu salah?" potong Hendra dengan wajah frustrasi.

"Hendra, perempuan itu sangat mencintai dan mengagumimu. Dia Ayah pikir perempuan yang baik dan bisa membawa diri. Memangnya kenapa kamu justru memilih kakaknya?"

Mahendra menatap kedua orang tuanya bergantian. Kekecewaan mendalam ia rasakan. Ada sesal mengapa ia membuat kejutan yang mengakibatkan semua menjadi kacau. Dirinya bahkan tak berpikir jika Alisha menanggap semua yang terjadi adalah sandiwara.

Jika Alisha menganggap selama ini adalah sandiwara bahwa sebenarnya ia mencintai perempuan itu, lalu bagaimana dengan Allea? Apakah ia justru berpikir bahwa dirinya lah yang menjadi korban dari sandiwara? Memikirkan itu semua membuat Mahendra pening. Tanpa menjawab pertanyaan sang ayah, ia bangkit mengayun langkah ke kamar.

"Mahendra! Ayahmu bertanya!" tegur ibunya.

"Tidak ada yang perlu dijawab, Bu. Jika Ayah dan Ibu memikirkan perasaan Alisha, apa tidak terpikir juga perasaan Allea dan putrinya? Lalu bagaimana dengan perasaan Hendra?"

Sambil mengacak rambutnya, Mahendra meninggalkan ruangan itu.

***
Seminggu sudah ia mencoba berdamai dengan hati. Allea menelaah setiap detik yang terjadi pada dirinya. Perempuan itu menyadari bahwa ia harus melepas hal  pelik dalam hidupnya. Melupakan dan merelakan.

Allea mencoba membenahi perasaan yang belakangan ini telanjur indah. Perasaan yang belakangan ini membuat hati berbunga-bunga.

Tidak Hendra, tidak pula Surya. Ia akan menutup pintu hati untuk siapa pun. Nuraninya mencoba melihat dari sisi perasaan Alisha dan orang tuanya. Ia tak mau semuanya rusak gara-gara persoalan cinta.

Bagaimanapun, Alisha harus bahagia dengan pria yang diimpikan. Lalu Hendra,  ia sudah memaafkan dan memaklumi pria itu. Allea tahu apa yang dipikirkan Alisha tidak seperti yang diinginkan Mahendra, tapi bukankah rumit jika kembali diurai? Tentu akan menyakiti banyak pihak dan hal itu tidak diinginkan oleh Allea.

"Mama, kita mau ke Papa?" tanya Alena yang sudah terlebih dahulu rapi. Sambil menjepit rambut, Allea mengangguk.

"Mama, Om Hendra ...."

"Ssstt! Alena nggak usah tanya soal Om Hendra. Sebentar lagi Om Hendra akan menikah dengan Tante Alisha," potongnya. "Alena senang?"

Bocah kecil itu terlihat tak mengerti ucapan mamanya.

"Tante Alisha?"

Allea mengangguk sambil memulas lipstik tipis ke bibirnya.

"Kalau Om sama Tante Alisha ... Alena bisa panggil papa ke Om Hendra?"

Mendengar itu Allea bergeming kemudian menggeleng.

"Yang boleh panggil papa hanya anak Om Hendra dan Tante Alisha nanti. Alena tetap panggil Om Hendra," jelasnya kemudian beranjak dari duduk. Allea menyambar tas tangan lalu membungkuk menatap sang putri.

"Kita berangkat sekarang yuk!"

Alena mengangguk lalu bersama melangkah meninggalkan rumah.

***

Thanks alot for reading 💖🤗

Salam hangat 😘

***

Yang sedih, cek😁

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top