Destiny 14
Allea pulang membawa resah, dipikirannya terus terngiang ucapan sang ayah. Mana mungkin Surya mengatakan hal itu pada orang tuanya sedangkan dirinya sama sekali tak pernah membicarakan tentang itu.
Ia melirik pergelangan tangan, waktunya menjemput Alena. Gadis kecilnya belakangan ini kembali uring-uringan karena merasa ibunya tak lagi sayang karena keinginan untuk bertemu Hendra tak pernah terwujud.
Mengingat itu Allea hanya menghela napas. Ia perlahan menepikan mobil di pelataran sekolah. Matanya menyipit saat melihat Alena tengah bercanda dengan pria yang tak asing. Keduanya terlihat tertawa lepas, tak terlihat sekat di antara mereka.
Allea mengurungkan niatnya untuk turun, perempuan itu hanya duduk di mobil dan mengawasi mereka dari kejauhan. Kembali hangat menyapa hati melihat sosok Mahendra di sana. Rasa cinta yang lama ia coba lipat semenjak sang suami pergi perlahan muncul memenuhi ruang hatinya.
Sementara bayangan wajah Alisha yang masih terlihat lara ikut hadir dalam kepala. Pun dengan kegembiraan sorot mata Alena. Merasa lelah dengan itu ia membuang napas kasar.
Tak ada yang salah soal rasa, yang salah hanyalah tempat. Allea sendiri sudah menakar dan menahan laju kerinduan saat pria itu menghilang meski ia harus bersiap menghadapi kemungkinan untuk menyerah dengan perintah sang ayah.
Ketukan di kaca mobil membuatnya tersadar dari lamunan. Tampak Hendra bersama Alena tengah tersenyum ke arahnya.
"Halo, Allea! Apa kabar?" sapa pria berkemeja putih itu saat jendela dibuka.
"Halo, aku baik! Kenapa ...."
"Om Hendra ke sini katanya mau ngajak Alena bikin surprise untuk Mama!"
Perempuan itu menatap penuh tanya pada Alena. Hendra tersenyum lebar kemudian berkata, "Betul, 'kan apa yang Om bilang. Mama pasti lupa!" Ia menatap hangat perempuan yang tengah bertanya-tanya.
"Apa sih? Kalian sedang membicarakan apa?"
"Happy birthday, Mama!" Alena menyodorkan setangkai bunga mawar putih pada mamanya. Melihat itu, ia tak sanggup berkata-kata. Sambil mengucapkan terima, ia menerima bunga itu lalu membuka pintu mobil dan memeluk sang putri.
"Thank you, Sayang. Mama lupa kalau hari ini ...."
"Mama harus ngucapin terima kasih ke Om Hendra, sebab Om Hendra yang ngingetin Alena! Bunga itu juga dari Om Hendra," potong gadis kecil itu polos.
Allea menoleh ke Mahendra yang sejak tadi menatapnya.
"Thank you! Tahu dari mana kalau aku ...."
"Aku tahu apa pun tentangmu. Bagaimana? Untuk hari ini mau terima ajakanku untuk jalan-jalan?"
Ia memalingkan pandangan pada sang putri. Wajah putrinya itu terlihat memohon agar kali ini ia mengangguk.
"Oke!"
Mendengar itu Alena melonjak gembira. Jelas terlihat bahagia tercetak di wajahnya.
"Aku yang setir mobilnya!" tutur Hendra.
"Lalu mobil kamu?"
Hendra tak menyahut, ia hanya menyunggingkan senyum manis untuk Allea.
Seperti biasa jika bersama Hendra, sepanjang jalan Alena selalu bercerita panjang lebar tentang sekolah dan teman-temannya. Gadis kecil itu menceritakan bagaimana teman-temannya takjub saat ia kembali dijemput oleh Mahendra.
"Om kenapa lama sih nggak ke rumah Alena?"
Hendra melirik Allea sekilas lalu kembali fokus mengemudi.
"Kata Mama, Om sibuk ya?" tanya Alena lagi.
"Nggak, Om nggak sibuk sih. Cuma memang beberapa waktu kemarin Om sering ke luar kota," jawabnya. "Kenapa? Alena kangen ya?"
"Iya, Om! Alena kangen."
Mahendra tersenyum, ia melambatkan laju mobilnya saat memasuki mal.
"Kita sudah sampai! Alena mau ke time zone, 'kan?
"Iya, Om!" Antusias ia membuka pintu mobil dan turun. Sementara Allea masih bergeming di tempatnya.
"Happy birthday, Allea," ucap Mahendra dengan tatapan hangat.
"Kenapa kamu temui Alena lagi?"
"Karena aku mencintai kalian! Kita keluar sekarang, Alena sudah nggak sabar." Hendra memberi isyarat agar Allea mengikuti ucapannya. Mereka bertiga melangkah menyusuri mal seperti sebuah keluarga kecil yang bahagia.
"Om! Alena main sendiri aja nggak apa-apa. Om temenin Mama. Kasihan kalau Mama nunguin sendiri!"
"Yakin main sendiri?" Pria itu membungkukkan badannya sehingga sejajar dengan Alena. Gadis kecil itu mengangguk menjawab pertanyaannya Hendra.
"Oke, Om sama Mama duduk di situ." Ia menunjuk ke cafetaria yang berada di depan lokasi time zone. Alena mengangguk kemudian berlari menuju permainan favoritnya.
"Kita tunggu di sana?"
Allea menghela napas.
"Aku mau bicara!" sambungnya lagi.
Allea mengangguk mengikuti langkah Mahendra. Mereka duduk berhadapan dengan meja bulat menjadi pemisah. Pria itu memesan minuman yang sama dengan pesanan Allea. Seolah tak jemu ia terus memandang ke arah perempuan berbaju abu-abu itu.
"Kamu mau bicara apa?" tanya Allea memberanikan diri untuk membalas tatapan Hendra.
"Aku rindu!" tegas pria itu.
"Hendra jangan mulai lagi, please!" keluhnya.
"Justru aku sengaja akan memulai, Allea."
"Maksud kamu?"
Hendra meneguk minuman dingin di depannya. Dengan santai ia mengatakan akan segera meminang Allea.
"Karena setelah aku coba menjauh, bukan lega yang kutemui. Justru hati semakin gelisah!" terangnya. "Aku tahu kamu juga merasakan hal yang sama, iya, 'kan?" sambungnya lagi.
Allea tak menjawab, ia memalingkan wajah ke arah time zone. Perempuan itu tak sanggup lagi membalas tatapan Mahendra. Bagaimana mungkin ia membiarkan matanya dibaca oleh pria itu? Bagaimana mungkin ia bisa menyembunyikan kerinduan yang diam-diam ia simpan sendiri? Dia yakin Mahendra jeli membaca perasaan itu dari matanya.
"Allea, hari ini setelah kita menghabiskan waktu bersama, aku akan menemui ayah dan ibumu!"
"Untuk apa? Kamu jangan main-main soal ...."
"Aku tidak sedang bermain-main!" potongnya dengan wajah serius.
"Tapi."
"Cukup! Aku sedang bicara soal kita dan bukan siapa pun," tutur Hendra meletakkan telunjuknya ke bibir Allea. "Aku akan melakukan apa yang seharusnya kulakukan, Allea. Menikahimu!"
Saat Allea hendak menyanggah ucapan pria itu, Hendra menggelengkan kepalanya seraya mengatakan bahwa kedua orang tuanya kini tengah berada di rumah perempuan itu.
"Aku 'kan sudah bilang tidak main-main soal ini, Lea."
***
Hati Alisha berbunga-bunga, dirinya tak menyangka hari ini adalah hari spesial. Terjawab sudah semua sanggahan sang kakak soal hubungannya dengan Mahendra. Ternyata benar Allea tak punya hubungan spesial dengan Hendra.
Ia juga berpikir bahwa Mahendra memang tengah mengujinya dengan semua teka-teki selama ini. Tak hanya kejutan dipinang, Alisha juga mendapat bingkisan berupa gaun malam cantik berwarna merah. Meski ia tak menyukai warna itu, tak urung ia tetap bahagia. Karena baginya mimpi terbesarnya adalah menjadi pendamping Mahendra, sudah berada di depan mata.
Kedatangan kedua orang tua mantan bosnya telah menjawab keraguan dan kegundahannya selama ini. Papa dan mama Mahendra kini tengah duduk bersama dengan kedua orang tuanya untuk membicarakan pertunangan sekaligus pernikahan antara dirinya dan Mahendra.
Kebahagiaan terlihat di wajah kedua keluarga itu. Ayah dan ibu Alisha merasa lega karena ternyata Alisha benar-benar dipinang oleh pria pujaannya.
Suara mobil berhenti di depan rumah. Allea ragu turun dari mobil, sementara Alena justru berlari masuk seolah tak sabar memamerkan boneka hadiah dari Mahendra.
Nah loh ... salah keknya ya ... 😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top