Destiny 12

Allea tampak murung, semenjak peristiwa beberapa waktu lalu ia benar-benar tak bisa bercakap-cakap dengan adiknya. Berkali-kali mencoba menghubungi Alisha sia-sia. Adiknya benar-benar telah menutup pintu untuknya. Sementara sang ibu juga tidak bisa membujuk Alisha untuk melunak.

Perempuan itu meraih cincin berlian yang tergeletak di depannya. Ada sembilu terasa menyayat manakala membayangkan senyum tulus Mahendra serta kejutan-kejutan darinya yang seringkali membuat dia merasa dihargai. Bersama Mahendra membuatnya kembali berada pada masa di saat ia merasakan getaran tak bisa ketika jatuh cinta.

Sejatinya ia tak mendustai rasa yang mulai tumbuh subur di hati. Ketulusan Hendra dan rasa sayangnya pada Alena telah membuat dirinya perlahan membuka diri. Namun, tanpa dia sadari ternyata pria itu telah lebih dulu memikat perasaan adiknya.

"Maafkan aku, Hendra. Aku nggak bisa membiarkan perasaan ini padamu. Aku nggak bisa mencintai seseorang yang juga mencintaimu terlebih dia adikku," gumamnya dengan mata berkaca-kaca.

Cincin indah itu tak bisa menggambarkan keindahan perasaannya. Ia seolah tercabik dalam pilu yang dia akan pendam kembali sama seperti saat ia harus melepas kepergian mendiang suami.

Tak ingin larut lebih jauh, ia mencoba berdamai dengan luka. Perempuan berkulit kuning langsat itu memilih mundur untuk menjaga hati Alisha. Baginya ikatan persaudaraan lebih penting dari sekedar rasa ia punya. Allea sadar bagaimana Alena begitu menyayangi Hendra dan begitu juga sebaliknya, tapi sebelum semuanya terlalu jauh, ia mengambil keputusan untuk menghubungi Surya.

Ia meminta pria itu membantunya agar sang adik percaya bahwa apa yang dia pikirkan salah. Ia merancang rencana seolah-olah dirinya dan Surya tengah dalam masa penjajakan. Dengan begitu, sang adik tak lagi murung dan mereka bisa kembali akrab seperti semula.

Allea meraih gawai di nakas, ia mengetikkan pesan untuk Alisha berharap kali ini sang adik membacanya. Ia menjelaskan bahwa antara Hendra dan dirinya tidak seperti yang dilihat.

[Percayalah, Alisha. Apa yang kamu lihat berbeda dengan yang sebenarnya terjadi. Lagipula, Mbak bukan perempuan yang dicintai Hendra. Kami hanya berteman, lagipula orang tuanya tentu akan lebih memilih gadis dibandingkan janda seperti Mbak, 'kan? Percayalah, Mbak sangat menyayangimu, Alisha]

Allea meletakkan kembali ponselnya ke nakas saat terdengar suara mobil berhenti. Bibirnya mengembang sempurna saat menyibak gorden kamar. Dia melihat seseorang turun dari mobil. Pria itu membuka kacamatanya lalu mengayun langkah menuju pintu. Bergegas Allea menuju pintu kemudian membuka.

"Hai, terima kasih sudah datang! Nggak sulit kan cari alamat rumah ini?" sambutnya ramah.

Pria berkaus putih itu tersenyum kemudian menggeleng.

"Nggak ada yang sulit buatku, apalagi cuma mencari rumah ini!" candanya tertawa.

"Ayo masuk!"

Pria itu masuk kemudian duduk setelah dipersilakan Allea.

"Alena, beri salam ke Om Surya," titah Allea saat sang putri keluar dari kamar. Gadis kecil itu menyambut uluran tangan Surya seraya menyebutkan nama.

"Om punya sesuatu buat Alena." Ia mengeluarkan cokelat dari kantung bajunya. "Alena suka?"

Mata bocah kecil itu berbinar kemudian mengangguk menerima cokelat dari tangan Surya seraya mengucapkan terima kasih.

"Kamu nggak perlu repot, Surya," tutur Allea.

"Cuma cokelat, Allea, itu sama sekali tidak merepotkan! Apalagi untuk anak pintar seperti Alena!" ungkapnya mengusap puncak kepala gadis kecil itu.

Putri Allea itu kembali ke kamar.

"Rumah yang nyaman! Aku dengar lingkungan ini sudah di beli untuk ...."

"Untuk bisnis dan perkantoran atau apalah aku nggak tertarik soal itu!" potong Allea.

Surya mengangkat bahu kemudian berkata, "Mereka kudengar membayar mahal untuk lokasi ini?"

"Iya, dan aku tidak terpengaruh berapa pun jumlah yang mereka tawarkan!"

Bibir Surya melebar teringat pesan ayah perempuan itu saat mereka tak sengaja bertemu.

"Kenapa senyum-senyum? Ada yang lucu?"

"Nggak ada, cuma ... aku rasa ayahmu benar."

"Soal apa?"

"Kamu perempuan keras kepala!" paparnya.

Mendengar itu Allea tak sanggup menyembunyikan senyumnya.

"Oke kita lupakan soal itu. Jadi apa yang bisa aku bantu?"

"Seperti yang aku ceritakan, aku minta kamu ...."

"Oke aku paham, lalu soal pria itu?"

"Dia juga."

"Maksudnya?"

"Aku nggak mau hubungan aku dengan adikku terpecah karena ini. Jadi aku minta kamu ...."

"Baik, semoga aku bisa membantu!"

Paras cantik Allea sedikit cerah meski matanya bergayut luka. Ada nyeri teramat sakit menyadari sebentar lagi ia akan kehilangan raut bahagia di wajah Alena. Putrinya itu pasti akan selalu bertanya tentang Hendra.

Suara mobil berhenti membuat kedua orang itu saling menatap.

"Dia Hendra. Hari ini dia akan membawaku bertemu orang tuanya," jelas Allea dengan mata berkaca-kaca. Menyadari Allea menahan tangis, Surya memahami perasaan perempuan itu.

"Kamu mencintainya, Allea?"

Perempuan itu menggeleng.

"Allea!" panggil Hendra yang sudah berada di depan pintu.

Pria berkemeja cokelat itu menatap Surya dengan tatapan penuh tanya.

"Siapa dia?"

"Aku Surya. Calon suami Allea!" tegasnya bangkit seraya mengajak Hendra berjabat tangan.

Hendra menyambut uluran tangan itu kemudian melepasnya. Mata tajam pria berhidung mancung itu menatap intens Allea.

"Bisa kamu tinggalkan aku berdua sebentar?" tanyanya pada Surya.

Pria yang memiliki postur sama dengan Hendra itu menatap Allea meminta persetujuan. Pelan perempuan itu mengangguk.

"Oke! Aku tinggalkan kalian berdua. Jangan lama-lama!"

Hendra menatap punggung Surya hingga pria itu hilang di balik pintu. Pria itu mendekati Allea dengan mata masih penuh tanya.

"Katakan apa yang baru kudengar itu bohong! Katakan kamu sedang membuat lelucon, Allea!" ucapnya penuh penekanan.

Allea bergeming menatap ke arah karpet bulu yang diinjaknya.

"Katakan, Lea! Ada apa ini?"

Allea menghela napas dalam-dalam kemudian perlahan mencoba menatap pria di sampingnya yang tak melepas pandangan ke arahnya.

"Apa yang kamu dengar itu benar! Aku tidak sedang membuat lelucon, Hendra."

"Bohong!"

"Aku tidak bohong. Surya adalah calon suamiku," tegasnya kali ini membuang pandangan ke arah lain. "Mungkin kamu ingat saat aku tidak bisa menjemput Alena? Saat itu keluarga kami tengah membicarakan soal perjodohan itu. Maafkan aku, Hendra, tapi kumohon setelah ini kamu harus menjaga jarak dengan kami. Terima kasih sudah begitu baik pada Alena juga aku."

Allea berkali-kali mengerjapkan mata menahan agar bulir bening tidak jatuh membasahi pipinya. Perempuan itu mengambil cincin dari kantung bajunya lalu menyerahkan kepada Mahendra.

"Aku kembalikan ini. Cincin ini terlalu indah untukku. Sematkan pada perempuan yang kau cintai dan mencintaimu," tuturnya dengan suara bergetar.

"Om Hendra!" Suara riang Alena menyapa pria yang tengah berusaha mengendalikan emosi itu.

"Halo, Alena."

Tanpa tahu apa yang terjadi, Alena merangsek ke dalam pelukan Mahendra. Pemandangan itu membuat Allea tak sanggup menahan luka di hatinya.

"Alena boleh ke kamar dulu? Mama masih ada urusan sedikit sama Om Hendra, bisa ya?"

Wajah gadis kecil itu menyiratkan kecewa, meski begitu ia mengangguk kemudian kembali masuk.

"Allea, aku tahu kamu sedang bersandiwara. Aku paham dan sangat memahami semua yang kamu putuskan, tapi aku tidak akan pernah menghapus perasaanku padamu, meski kamu memaksaku untuk menjauhimu atau bahkan membencimu!" Hendra membuang napas kasar.

"Soal cincin itu ... aku tidak akan kembali menerimanya. Itu sudah kuberikan padamu. Terserah kamu mau apakan!"

Sunyi sejenak. Ruangan terasa dingin sedingin hati dan perasaan mereka berdua. Hendra masih tetap pada keyakinannya bahwa Allea tengah bersandiwara demi menjaga hati adiknya. Sementara Allea tak sanggup terus berlama-lama berada di samping pria itu.

"Pulanglah, Hendra. Jaga perasaan Surya! Walau bagaimanapun dia adalah calon suamiku!" tegasnya tanpa berani menatap sepasang mata tajam milik Mahendra.

***

Ssst ... colek jika typo yaa 😁

Terima kasih sudah mampir dan membaca 💖love you all 😍


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top