Destiny 1
Allea baru saja mengemas beberapa baju yang akan ia antar ke rumah pelanggan hari itu. Hal itu ia lakukan setiap hari sejak ia memutuskan untuk berhenti bekerja di Bank swasta dengan alasan tak ingin meninggalkan tumbuh kembang putri satu-satunya, Alena.
Dengan uang pesangon yang ia dapat, perempuan bertubuh semampai itu membuka jasa pencucian baju di rumahnya. Dengan begitu ia bisa fokus mengurus Alena. Sebenarnya kedua orang tuanya meminta agar ia tinggal bersamanya mereka, tapi hal itu ditolak halus oleh Allea. Ia beralasan ingin tetap hidup di antara kenangan sang suami.
"Ibu hanya khawatir jika kamu tinggal sendirian. Takut kalau ada orang jahat yang ...."
"Ibu tenang saja. Kalau kita baik, pasti akan bertemu dengan orang baik juga." Ia mencoba membuat hati ibunya tenang.
🌺🌺
Pagi ini ia kembali disibukkan dengan pelanggan. Allea mempekerjakan dua orang untuk meringankan pekerjaannya. Ia hanya memantau dan sesekali saja turun jika ada pelanggan yang komplain. Namun, sejauh ini para pelanggan merasa puas sehingga untuk komplain hampir tidak ada.
'Rumah cuci Lea' demikian ia beri nama usahanya. Terletak tak jauh dari pusat kota. Ada beberapa kampus yang bisa ditempuh dengan jalan kaki dari tempat tinggalnya. Hal itu membuat kepalanya kembali memutar otak untuk mengembangkan bisnis.
"Satu-satu dulu, Mbak. Ingat Mbak kan juga harus istirahat. Kasihan juga Alena kalau Mbak terlalu sibuk," tutur Alisha sang adik yang baru saja lulus kuliah dan kini tengah bekerja di salah satu travel terkenal di kotanya.
"Aku tahu, Alisha. Ini juga masih di angan. Eksekusinya tentu tak semudah yang diucapkan, bukan?"
Ia dan Alisha sangat dekat, mereka memiliki paras yang sama. Sama-sama cantik. Meski kulit Alisha sedikit lebih gelap dan postur tubuhnya sedikit lebih pendek dari sang kakak. Namun, semua orang yang melihat sepakat mereka memiliki kecantikan yang tak jauh beda.
"Mbak, aku lagi suka sama seseorang nih!" Alisha menatap kakaknya dengan wajah merona.
"Ciee ... siapakah pria beruntung itu?"
"Ada deh, tapi aku takut!"
"Takut? Kenapa?"
"Takut dia nggak suka ...."
Allea tersenyum lebar, ia menepuk bahu sang adik.
"Siapa yang bisa menolak gadis cantik sepertimu?
Mendengar itu Alisha tersenyum.
"Jangan bikin aku ge er!"
Mereka berdua tertawa.
***
Seorang pria berperawakan tinggi dengan kaca mata bertengger di hidung mancungnya turun dari mobil. Sejenak ia berdiri mencoba menghubungi seseorang, kemudian menuju bagasi mengambil beberapa bungkusan besar.
Dari penampilannya tampak bahwa ia seorang eksekutif muda. Memakai setelan jas berwarna coklat tanah sangat cocok dengan kulit bersihnya.
Allea masih sibuk di balik meja tak menyadari saat pintu kaca laundry di dorong pria itu.
"Pagi, sudah buka, 'kan?" sapanya dengan senyum ramah. Sedikit terperanjat, Allea menanggapi dengan membalas senyumnya.
"Sudah, hanya karyawan kami belum datang. Ada yang bisa dibantu?"
Pria itu menunjukkan tiga kantong plastik berisi baju yang akan ia cuci di tempat itu.
"Oke, tunggu sebentar. Akan saya buatkan nota." Setelah menunggu sejenak, ia tersenyum menerima kertas dari tangan Allea.
"Kami juga melayani pengantaran jika Bapak tidak sempat mengambil, tapi tentu saja dengan harga berbeda," jelas wanita berambut sepunggung itu.
"Oke, kita lihat nanti. Di sini ada nomor telepon yang bisa dihubungi, 'kan?"
Allea mengangguk tersenyum. Setelah mengucapkan terima kasih pria tampan itu beranjak pergi. Wanita itu kembali ke pekerjaan, tak lama dua karyawannya datang.
"Mbak Lea, ini KTP siapa?" Lusi memungut kartu yang tergeletak tepat di pintu.
"KTP? Entah, coba kemarikan!"
Mahendra Nugraha demikian nama yang tertera di kartu pengenal tersebut.
"Dia klien kita, oke. Ini aku simpan, nanti aku hubungi beliau."
Allea menyimpannya ke laci meja, lalu beranjak meninggalkan tempat itu menuju rumah di belakang laundry miliknya. Saatnya ia menyuapi Alena, putrinya.
***
"Alisha, tolong kamu siapkan skenario keberangkatan rombongan yang akan berangkat ke Jepang siang nanti ya."
"Siap, Mas!"
"Aku mau ke resto di daerah perkantoran itu. Ada hal yang harus dibicarakan," titah Mahendra pada Alisha asistennya.
"Siap, Mas!"
"Oke, good girl!"
Sudah menjadi kebiasaan di kantor 'Mahendra tour and travel' untuk memanggil atasan dengan panggilan Mas. Itu diterapkan agar semuanya merasa kantor mereka seperti rumah sendiri. Sehingga tetap bisa nyaman dan bersinergi untuk memajukan usaha travel mereka.
"Pagi ini Mas Bos ganteng banget ya, Al!" Dini menyenggol bahu Alisha yang masih terpukau oleh sang atasan, meski pria itu sudah menghilang dari pandangan.
"Aku pikir bukan cuma hari ini, Din. Aku pikir dia setiap hari selalu tampan!" sambutnya tersenyum.
Dini mengangguk setuju.
"Aku jadi ingin tahu siapa wanita beruntung yang bisa menaklukkan hatinya," tutur Dini seraya merapikan lipstick dengan cermin kecil di tangannya.
Alisha tersenyum kecil menyembunyikan hati yang berbunga. Ada getar syahdu yang selalu menyapa hati saat dirinya berhadapan dengan Mahendra.
Getar yang hingga kini ia simpan rapat, bukan takut tak bersambut hanya saja ia merasa akan ada saatnya nanti sang pujaan akan tahu dengan sendirinya.
"Al! Malah senyum-senyum sendiri ... ah iya, aku curiga kamu ... kamu naksir Mas Bos ya," Dini menggodanya dengan tertawa kecil membuat rona malu di wajah Alisha.
Bukan tanpa alasan jika Alisha merasa percaya diri. Sebab di setiap kesempatan, pria maskulin itu selalu meminta pendapatnya bahkan untuk urusan laundry.
Mahendra yang asisten rumah tangganya pulang ke kampung untuk waktu yang lama membuat dirinya kesulitan mencari rumah laundry. Maka dengan rekomendasi Alisha, pria itu mempercayakan baju-bajunya dicuci di tempat Allea sang kakak.
Tak jarang juga ia diajak sekedar menghabiskan waktu istirahat makan siang di luar kantor. Kepribadian yang menyenangkan membuat Alisha nyaman berada di sisi Mahendra.
"Al, emang orang tua Mas Bos di mana sih?"
Allea bertutur bahwa kedua orang tua atasan mereka tinggal di Jogja.
"Kamu pernah dikenalkan? Eum, maksud aku, kamu pernah ketemu mereka?"
Gadis berambut sebahu itu menggeleng.
"Bulan depan kedua orang tua Mas Hendra akan pindah ke rumahnya ..."
"Uhuk ... itu artinya lebih mudah ya kalau kita tebar pesona dalam rangka meraih hati Mas Bos," balas Dini terkekeh.
Melihat tingkah Dini, tak urung membuat Alisha ikut tertawa.
***
Seorang pria tengah bercakap-cakap serius dengan beberapa orang yang berpenampilan sama. Rapi dan postur tubuh mereka sama-sama gagah.
"Jadi gimana, kita lanjutkan proyek ini?" Mahendra menatap keempat rekannya. Semua mengangguk setuju. Mahendra dan rekannya berniat membangun sebuah rumah kost lengkap dengan cafe dan perpustakaan. Tempatnya pun sudah mereka tentukan, hanya saja belum ada kesepakatan antara pemilik tanah dan warga sekitar.
"Aku pagi tadi sempat berputar-putar di lokasi. Kebetulan juga sekalian ngelaundry ... benar-benar tempat yang strategis sebab tak jauh dari situ ada dua kampus dan sekolah tinggi. So, kita sementara bisa ikuti kemauan warga jika ingin kompensasi lebih. Toh nanti kita bisa dapatkan yang lebih juga, ya kan?" paparnya.
"Tapi, Hendra, ada warga yang keberatan dan tidak ingin meninggalkan tempat itu berapa pun nilai kompensasi yang kita tawarkan." Seorang rekannya berkata.
"Oh ya? Kenapa?"
Sambil mengangkat bahu rekannya menggeleng.
"Sepertinya itu tugasmu, Hen! Kamu terbiasa menaklukkan hati wanita!" balas yang lainnya terkekeh.
***
Suka kah?
Vote and komentar ditunggu ya 😍🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top