Chapter 4

Pagi ini, matahari memberikan sinar hangat pada para makhluk kesayangannya. Karena berbagi kehangatan sebagai sesama makhluk ciptaan-Nya adalah hal yang menyenangkan.

"Nenek ?" Panggil gadis itu dan menemukan neneknya terbaring lemah di ranjang. "Selamat pagi, cucuku" sapa neneknya yang sebisa mungkin untuk memberikan senyuman. Gadis itupun mendekat dan memeriksa kondisi tubuh neneknya, "Nenek mulai kapan sakitnya ? Apa semalam nenek mulai sakit ?" Tanya gadis itu dengan raut wajah khawatir. "Sudah, tidak apa-apa. Tidak usah dipikirkan,ya" ucap sang nenek sambil menggenggam tangan cucunya untuk meringankan rasa khawatirnya.

Kemudian gadis itupun membuatkan bubur sekaligus menyuapkan bubur itu sebagai sarapan neneknya. Suapan demi suapan ia berikan hingga bubur itu habis dan ia memberikan minum.

"Nenek istirahat,ya. Aku akan urus rumah ini" ucap gadis itu dengan penuh kekhawatiran. "Iya, tapi jangan pergi kemanapun. Cukup kemarin saja kau pergi, ya. Nenek takut kau terjadi apa-apa" ucap sang Nenek dan dijawab dengan penurutan lawan bicaranya. Kemudian nenek itupun tertidur. Karena merasa tak enak bahkan tak tega melihat neneknya sakit, gadis itu berpikir untuk membuat obat. Namun tanaman obat tersebut hanya bisa dijumpai di hutan tempat para siluman berada.

Gadis itupun sempat labil untuk kembali kesana. Pasalnya, ia sendiri pun masih takut pada siluman yang terakhir ia temui walaupun siluman itu telah membantunya. Namun jauh di lubuk hatinya, ia ingin melihat neneknya sembuh. Dan pada akhirnya, ia membulatkan tekadnya untuk mengambil tanaman obat itu dengan berbekal keranjang serta jubah hingga ia menyadari ada sesuatu yang hilang darinya. "Mamorigatana nenek !?" Ucapnya sambil kebingungan. Ia pun mencari mamorigatana itu mulai dari yukata yang terakhir ia pakai hingga keranjang yang kemarin ia bawa. Helaan nafas kasar pun mengisi rumah ini. Dan pada akhirnya, gadis ini pun pergi tanpa menggunakan perlindungan sedikitpun.

"Nek, aku pergi dulu ya" pamit gadis itu sambil bergumam. Setelahnya, gadis ini pun pergi mengendap-endap agar tidak ketahuan oleh warga sekitar. Karena ia pun tak ingin jika ditemani oleh siapapun dan menurutnya, tanaman obat yang ia cari sendiri lebih istimewa dibandingkan dibantu atau membelinya dari orang lain.

Tak lama kemudian, ia pun mulai menyusuri hutan. Perlahan namun pasti, ia pun berhasil menemukan satu persatu tanaman obat yang ia butuhkan.

"Sudah dapat apa yang kau inginkan ?"

Gadis itupun menghadap kearah sumber suara dan mendapati seorang gadis berkulit putih pucat dengan surai dan manik hitam serta kimono berwarna merah muda bercampur hijau muda. "Iya, sudah" jawabnya ramah." Namaku adalah Yamabuki Otome. Kalau boleh tahu, siapa namamu ?" Tanya Yamabuki setelah memperkenalkan dirinya. "Namaku  (Last name) (Name)" ucap gadis itu dengan ramah. "Bolehkah aku memanggilmu dengan nama kecilmu ?" Tanya Yamabuki dan dijawab dengan persetujuan oleh (Name).

"Mau ku temani berkeliling hutan sekaligus bermain ?" Tawar Yamabuki. "Baiklah" jawab (Name). Dan kini merekapun berkeliling hutan, Yamabuki memberitahu dimana tempat tumbuhan obat-obatan tumbuh subur serta  penggunaannya pada penyakit. Dan (Name) pun ikut mengambil obat itu sekaligus untuk berjaga-jaga jika ada seseorang yang ia temui sedang terluka. Ya, meskipun itu tidak mungkin sama sekali.

"Sepertinya kau sudah memberikan tumpangan terlalu jauh, Yamabuki"

(Name) sedikit terkejut saat melihat seorang pria paruh baya berdiri dihadapan mereka dengan tatapan yang mengerikan. (Name) berpikir jika itu bukanlah siluman, melainkan manusia. Namun jika pria itu manusia, (Name) sama sekali belum pernah bertemu dengannya bahkan tidak tahu ia berasal darimana.

"Tidak masalah seberapa jauh kau memberikan tumpangan, selama niat kau baik maka semua akan baik-baik saja" ucap Yamabuki dengan senyuman manisnya. "Namun kau sudah membawanya terlalu jauh dari daerahnya dan langit sudah menghitam, ada baiknya dia ikut denganku" ucap pria itu yang kemudian menarik tangan (Name) kebelakang punggungnya. "Aku akan bertanggung jawab atas keselamatannya. Kau boleh pergi dari sini" sambungnya. "Kenapa ? Kenapa kau begitu ?" Tanya Yamabuki dengan nada memelas yang membuat (Name) merasa tak tega meninggalkannya sendirian.

"Um... Paman... Aku dengan Yamabuki saja. Aku rasa aman-aman saja kok" ucap (Name) yang dibalas dengan tatapan dingin sekaligus menusuk dan membuat (Name) terdiam seketika. "Gadis ini tanggung jawab seseorang. Jadi pergilah" jawab pria itu yang kemudian menggandeng (Name) dan membawanya ke suatu rumah kecil yang berada tak jauh dari tempat ia bertemu dengan pria ini. Pria itupun mengetuk pintu rumah ini dengan sabar hingga pemilik rumah muncul dengan tatapan datarnya.

"Apalagi yang kau inginkan, Gyuuki ?" Tanya sang pemilik rumah itu dan saat melihat siapa dibelakang pria paruh baya ini, ia pun baru sadar jika pria paruh baya ini membawa seorang gadis yang pernah ia tolong dulu. "Aku membawa tamu yang seharusnya kau urus. Kita akan bicarakan ini nanti, rubah kecil" ucap Gyuuki yang kemudian meninggalkan mereka berdua.

"Masuk" ucap pemilik rumah itu dengan tatapan datar. "T tidak usah. Aku akan langsung kembali" ucap (Name) yang berusaha menolak pemilik rumah ini. "Kau mau masuk atau mati kedinginan disini. Tapi... Kurasa akan lebih baik kau mati kedinginan disini" ucapnya. Karena mendengar ucapan itu, (Name) pun merasa geram dan memasuki rumah itu dengan rasa kesal.

"Anggap saja rumah sendiri" ucap sang pemilik rumah sambil menyiapkan minuman serta makanan yang ada, walaupun persediaan makanannya menipis. "Siluman...."

"Tenn. Panggil saja aku Tenn" potongnya. "Namaku (Last Name) (Name) dan T... Tenn... Kau tinggal sendiri ?" Tanya (Name) yang masih kurang nyaman memanggil siluman itu dengan namanya. "Iya, aku tinggal sendiri" ucapnya sambil menaruh hidangan di meja . Tak lama berselang, petir pun menyambar bersamaan dengan turunnya hujan yang sangat deras.

"Nenek !? Aduh, bagaimana ini... Aku lupa jika nenek sendirian" ucap (Name) yang baru saja ingat jika neneknya sedang sakit dan ia meninggalkannya sendirian untuk mencari obat. "Ada apa dengan wanita tua itu ?" Tanya Tenn. Memang terdengar tidak sopan, namun ia bicara seperti itu karena masa lalunya. Ia masih menyimpan dendam pada manusia. "Aku meninggalkan nenek sendirian untuk mencari tanaman obat. Karena nenek sedang sakit" ucap (Name) yang merasa bersalah.

"Dasar ceroboh" ucap Tenn yang kemudian ia pun pergi ke ruang belajar ayahnya untuk mengambil buku tebal yang ia butuhkan lalu ia berikan pada gadis itu. "Kau mungkin mengerti" ucap Tenn sambil menyodorkan buku itu. (Name) pun menerima sambil membuka halaman demi halaman, memperhatikan obat-obatan yang ada disana lengkap dengan tumbuhan yang dibutuhkan. "Luar biasa" puji (Name) pada buku itu.

"Aku masih menyimpan alat-alatnya jika kau ingin menanti hujan reda sambil membuat obat untuk wanita itu" ucap Tenn yang penasaran pada manusia dihadapannya yang sangat senang membaca buku itu. "Um ! Tentu saja aku mau !!!" Ucap (Name) dengan semangat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top