C - 13
Beberapa saat kemudian,,,
"Oihh,,, ssh,,, dimana lagi aku?" Melirik kanan kiri, menelusuri ruangan mewah yang baru pertama kali ia lihat.
Perlahan Mew bergerak duduk dan terkejut seketika sebab Gulf berada tepat didepannya dengan jarak 5 meter.
"Astaga---kaget! Kupikir hanya ada aku di ruangan ini" Mengelus dada.
Bisa Mew lihat kedua mata elang Gulf fokus pada lembaran demi lembaran kertas di hadapannya, membubuhi tanda tangan dan cap Kerajaan, begitu seterus nya seperti robot.
"Dia sedang pamer atau apa?" Mew melotot tidak suka pada eight pack yang Gulf pamerkan karena Mew tidak memilikinya.
"Hoi! Aku sekarang ada dimana?"
Gulf mengabaikannya.
"Kenapa aku bisa di sini?"
Gulf mengabaikannya untuk yang ke-2 kali.
"Kau tuli?"
Gulf terus mengabaikannya sampai---
.
TAK
.
Menaruh cap Kerajaan dengan kuat ke atas meja yang terbuat dari kayu mahony tersebut lalu melihat ke arah Mew dengan kantung mata hitamnya seperti panda.
"Dimana sopan santun terhadap orang yang sudah menolongmu?"
Mew bingung. "Apa? Menolong siapa?" Menggaruk belakang kepala.
Gulf menghela nafas berat sebelum ia bicara lagi, "kau lupa kejadian sebelumnya? Yang membuatmu tidak sadarkan diri?"
Mew mulai berpikir, cukup keras menurutnya sampai ia ingat pada bandit besar yang sudah mencekiknya begitu kuat.
"J-Jadi, kau yang menolongku?"
Gulf menatapnya datar, "kalau sudah tahu, kau tahu kan harus apa?"
"Apa?" Mew kembali bingung.
"Oh, terima kasih"
Gulf bangkit tiba-tiba dari kursi kerjanya lalu menghampiri Mew yang masih duduk di atas ranjang.
Perlahan Gulf meraih pergelangan tangan Mew lalu ia tarik ke arah sofa.
"A-Apa yang mau kau lakukan?! L-Lepaskan tanganku"
Gulf mendudukkan bokongnya dan Mew di sofa kamar yang empuk.
"Hukumanmu karena sudah pergi tanpa sepengetahuanku. Jangan bergerak"
Mew seketika shock saat Gulf berbaring dengan menaruh kepala tanpa aba-aba di atas salah satu pahanya.
"A--Apa yang-----"
Menaruh telunjuk di depan bibir. "Sssstt,,! Biarkan aku seperti ini sebentar" Ujar Gulf dalam keadaan mata tertutup dan dalam 10 detik saja, Gulf sudah masuk ke alam mimpi, membuat Mew terkejut untuk yang kesekian kali.
"Segitu lelah nya?" Tanpa sadar Mew sampingkan helaian rambut yang menutupi wajah tampan Gulf lalu menatap langit kamar.
"Masa aku diam seperti ini terus? Mau sampai berapa lama?" Mempoutkan bibir lalu menutup mata.
"Bagaimana caranya agar aku bisa kembali? Mae,, Pho! Aku rindu dan juga takut. Aku---" Menundukkan kepala, menatap lekat-lekat wajah Gulf yang sudah tidur nyenyak di pangkuannya.
"---takut tidak bisa kembali pada kalian dan selamanya ada di dunia aneh ini" Mew menahan air matanya yang hampir jatuh.
"Aku takut tidak punya waktu untuk minta maaf pada kalian. Hikss,, aku takut" Mew cepat-cepat hapus air matanya sebelum jatuh ke wajah Gulf.
"Ugh, kenapa aku cengeng sekali? Aku itu kuat! Aku tidak pernah cengeng di dunia asliku--uhh. Memalukan" Terus mengusap air mata di kedua pipi sampai ke bekas-bekasnya. Mew kembali menatap langit kamar Gulf.
"Apa aku coba bunuh diri saja? Siapa tahu dengan begitu, aku kembali ke dunia asliku"
.
PLAKK
.
Mew menampar pipinya sendiri.
"Apa yang baru saja aku katakan? Bunuh diri? Bukan diriku banget! Mending kalau balik ke dunia asli! Kalau langsung menghadap Yang Maha Kuasa bagaimana??! Aku ini masih berdosa" Menggeleng ribut lalu menghela nafas.
"Lebih baik aku kembali tidur saja. Semakin dipikir, semakin tidak-tidak" Menutup kedua mata dan langsung menuju alam mimpi.
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
"Nakkk,, bangun, Nak--hikssss,,, sayang,, bangun,, hiksss"
Terdengar tangisan pilu yang sangat Mew kenali.
"Mae?"
"Maafkan Pho--hiksss,,, bangun, Mew. Pho janji, Pho akan menyayangimu, Pho tidak akan membeda-bedakan kamu lagi dengan anak tetangga,, hiksss,, Pho mohon, kembalilah pada kami, hikss,, Mewwwwwww--hikss,,, hikssss"
"Pho--hiksss" Mew tak kuasa menahan suasana sedih di sebuah ruangan itu dan ikut menangis.
Mew lihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana kedua orang tuanya begitu kehilangan sosok dirinya yang nakal dan kurang ajar dari sisi mereka.
Mew baru tahu betapa kedua orang tuanya sangat menyayangi dirinya walau ia begitu egois dan suka membantah. Hal ini, membuat Mew semakin kekeh untuk kembali ke dunia aslinya.
"Mae,,, Pho,,, hikss,,, Mew sayang kalian. Mew mau kembali, tapi, Mew tidak tahu caranya, Pho,,, Mae,, hikssss"
Beberapa kali Mew melangkah maju hanya untuk menyentuh punggung rapuh kedua orang tuanya tetapi, ia selalu terpental ke belakang, seolah ada sebuah dimensi yang menghalangi.
Mew tidak tahan lagi.
Mew terus memukul dimensi transparan itu sekuat tenaga, berharap dimensi itu hancur dan bisa membawa ia kembali ke pelukan orang tuanya.
Sudah berapa lama Mew memukul, namun dimensi itu tidak kunjung hancur.
Mew merosot karena lelah dan putus asa.
"Hiksssss,,, tolong, aku mau kembali ke orang tuaku--hikssss,, aku mau kembali,, tolong bebaskan aku dari sini,, hiksss,, aku mohon,,,"
"Terimalah karmamu, penjahat!"
DEG
"S-Suara ini---" Melirik seluruh ruangan yang putih itu, namun tidak menemukan siapa-siapa disana.
"Masih kenal dengan suaraku? Aku harus berterima kasih untuk itu"
"Dimana kau? Keluar kalau berani, cupu brengsek!!!!"
Tidak ada tanggapan dari pemilik suara, membuat Mew semakin geram.
"KAU KAN YANG MEMASUKKANKU KE DUNIA ANEH INI, HAH? KELUARKAN AKU, KAU DENGAR???!! KELUARKAN AKU DARI SINI, BAJINGANNN!!!!! KAU BERANI MAIN-MAIN DENGANKU!?"
"Aku tidak! Tapi kau sendiri. Ini adalah karmamu, Mew Suppasit. Terimalah. Kau akan terus menderita sampai semua perbuatanmu di dunia terbayarkan. Selamat tinggal. Semoga berhasil"
"T-TUNGUUUUUUUU!!!! JANGAN PERGI!!!! HOIII!!! KELUARKAN AKU DULU DARI SINI, HOIIIIII!!!!" Mew terus teriak sampai pita suaranya sakit.
Perlahan bayangan kedua orang tuanya hilang dari pandangan Mew, meninggalkannya seorang diri.
"TIDAK,,,, HIKSSS,, MAE,, PHO,, JANGAN PERGI,, HIKSS,,, JANGAN TINGGALIN MEW HIKSSSS,, MAAEEEEEEE,,, PHOOOOOOO,,,, HIKSSS,,, HIKSSS,,, HIK--HHIKSSSSSSS,, HIK,,,,, HIKSSSSSSS,,, HIKSSSSS" Mulai histeris dan nangis sekencang-kencangnya.
"Tolong,,, aku,,, hikss,, aku akan bertaubat,, aku akan berbuat baik,, aku,, aku menyesali semuanya jadi, tolong keluarkan aku dari sini, siapapun kau,, hiksss,, aku mohon padamu"
"Mew??/penyusup??"
Mew membuka kedua matanya secara spontan dan mendapati Gulf & Minho tengah menatapnya dengan jarak yang sangat dekat. Tak lupa ekspresi khawatir yang tidak sengaja mereka keluarkan ketika Mew histeris di dalam tidurnya.
Di samping Gulf, Mew menemukan Chara yang juga menatapnya khawatir, diikuti Ibu kandung dari Gulf&Minho.
"Apa yang terjadi?" Tanya Gulf.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Minho, bertepatan dengan gerakan menghapus air mata Mew di kedua pipi memakai Ibu jari.
Mew menatap kedua netra cokelat milik Gulf. Mereka pun saling bertatapan beberapa saat sebelum Gulf sadar lalu menjauh dari Mew.
Mew ikut sadar dan reflek menjauh juga dari Gulf. "A-Ahh, aku---baik-baik saja" Menyampingkan wajah dan cepat-cepat menghapus air matanya.
*Ugh,, memalukan sekali. Dan, kenapa mereka semua bisa ada disini?*
Chara menyodorkan segelas air putih yang di bawa pelayan ke hadapan Mew. "Minum, Ma, bial Mama cedikit tenang"
Mew mengabaikan panggilan Chara padanya dan menerima gelas tersebut. "Terima kasih" Meminumnya kemudian lalu melirik mereka satu per satu.
"Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi, aku minta maaf telah membuat kalian semua khawatir" Membungkuk sopan.
"Aku minta maaf sekali lagi"
"Tidak apa-apa. Kami semua mengerti kalau kamu sangat merindukan orang tuamu" Ujar Minho.
"Dimana orang tuamu berada? Mau bertemu dengan mereka? Biar aku atur"
*Itu yang mereka dengar dan jadi khawatir padaku?* Menggaruk pelipis memakai telunjuk, mencari alasan.
"Ah,, anu,,itu,,,"
Chara diam-diam duduk di atas sofa dimana Mew berada lalu memeluk leher Mew erat-erat.
Ajaibnya, Mew membiarkan Chara memeluknya dan itu adalah sebuah kemajuan bagi Chara karena biasanya Mew akan menghindar atau melepaskan pelukannya begitu saja.
*Hehehe,, sepertinya Mama mulai menyayangi Chara*
CUP
Chara mengecup pipi kanan Mew, membuat Gulf melotot ketika melihatnya.
"Apa yang kamu lakukan, Chara?!" Tanya Gulf, membuat Chara shock.
Chara hendak meremas baju namun dada berisi Mew ikut teremas tanpa sengaja.
"Ah---hup" Mew langsung menutup mulut begitu desahan nya keluar secara spontan.
*Kenapa harus remas area itu, sih?! Sengaja, ya?!* Tutuk Mew.
"Gulf, biarkan saja" Ujar sang Ibu yang sejak tadi hanya diam di sisi mereka.
"Tapi, Mae, dia---"
"Dia masih anak-anak, Gulf. Selama Mew tidak merasa terganggu, bukan masalah, kan? Lihat, Mew saja tidak apa-apa"
Gulf hanya bisa mendengus lemah ketika sang Ibu sudah angkat bicara. "Terserah" Kemudian melirik Mew.
"Apa yang kau tunggu?! Cepat ke meja makan. Kita terlambat makan malam karenamu" Berlalu begitu saja setelah memberi tusukkan pada Mew.
Hati Mew merasa sedikit sakit setelah mendengar penuturan Gulf.
Memangnya yang minta mereka untuk berada disini, siapa?
Apakah ini kemauan Mew?
Mew saja tidak tahu kalau dia bermimpi sampai membuat semuanya khawatir.
Lalu, kenapa jadi dia yang di salahkan?
Minho menepuk bahu Mew yang tertunduk. "Jangan dengar ucapan Kakakku. Dia memang selalu seperti itu. Ayo kita ke meja makan" Melirik sang Ibu.
"Mae pergi duluan, susul Gulf. Nanti kita nyusul"
Sang Ibu mengangguk kecil, "cepatlah" Ikut berlalu.
"Ayo, Ma kita sarapan. Mama jangan pikilin ucapan Daddy, na. Daddy memang jahat. Nanti Chara omelin" Ucapan menggemaskan Chara berhasil membuat Mew tersenyum.
"Hmm---terima kasih, jagoan kecil" Memeluk Chara dan dibalas pelukan tak kalah erat dari anak manis tersebut.
"Utututu,, keluarga kecilku---" Minho ikut memeluk mereka berdua dan di hadiahi bogem mentah oleh Mew pada perutnya.
"AW!!"
"Keluarga kecil pantatmu!" Mengabaikan rintihan Minho lalu menggenggam tangan kecil Chara.
"Ayo kita sarapan"
"Ayo, Ma" Mew dan Chara berlalu meninggalkan Minho.
"Hei---tunggu" Minho menyusul Mew dan Chara yang belum jauh sambil memegangi perut.
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
Di sisi lain,,,
Kerajaan Utara,,,
"Pho, tolong bebaskan kami, na. Ini sudah sebulan Pho mengurung kami. Apa tidak keterlaluan? Kami ini penerus kerajaan, Pho. Kenapa bersikap seperti ini pada kami? Ya kan, Kao?"
"Benar! Hanya karena membawa kabur budak itu, Pho menghukum kami. Ini tidak adil! Dia itu budak dan sudah seharusnya melayani kami sebagai Pangeran. Tidakkah Pho terlalu memihak budak itu? Pho juga terlalu sayang sama Cinde! Pho sama sekali tidak sayang, apalagi memikirkan kami. Padahal kami ini calon penerus Pho, bukannya Cinde. Kenapa Pho lebih mendengarkannya?"
"Berisik!!!! Kalian ini hanya bisa buat kepala Pho semakin sakit saja" Memijit kening, membuat Kao dan Drake terdiam.
"Tolong koreksi satu hal, bukan hanya kalian yang berpeluang untuk menjadi penerus kerajaan Pho, tetapi juga Cinde. Jadi, jangan menyepelekan Adik kalian sendiri. Mengerti?"
"APA??! K-KOK BISA? DIA KAN PEREMPUAN, SEDANGKAN AKU ANAK LAKI-LAKI PERTAMA. DIA MANA BISA MENGGANTIKANMU, PHO" Ujar Drake, tidak terima.
"Kenapa tidak bisa? Justru dia punya peluang yang sangat besar untuk jadi Ratu daripada kalian. Pahami itu"
"Memangnya hal besar apa sih yang sudah dia lakukan sampai dia punya peluang jadi Ratu?"
"Melakukan penyelamatan besar pada rakyat di tengah gunung meletus, menyelamatkan wilayah kekuasaan Pho yang hampir direbut oleh kerajaan barat, dan membuat kesepakatan dengan banyak Raja-Raja sehingga kerajaan kita berhasil sampai saat ini. Kalian? Apa yang kalian lakukan selain mengganggu budak itu terus menerus sampai melarikannya ke tempat yang jauh untuk melecehkan nya? Jujur, Pho malu mengingat kejadian itu kembali. Seharusnya kalianlah yang memberi dedikasi besar pada kerajaan tapi ini tidak sama sekali. Memalukan"
"Pho, Cinde itu hanya cari muka saja didepan Pho. Ya kan, Kao?"
"Benar!!! Kami juga bisa kok melakukan gebrakan besar sepertinya"
"Benar begitu?" Kao dan Drake mengangguk mantap.
"Baik, kalau begitu Pho punya sesuatu untuk kalian lakukan"
Kao dan Drake melirik satu sama lain lalu melirik sang Ayah, "apa itu, Pho? Kami akan melakukannya asal Pho membebaskan kami dari hukuman menyebalkan ini"
"Baik. Mudah saja, Pho mau kalian bisa buat kesepakatan dengan Gulf Kanawut, Raja di area tengah sana. Kalian harus berhasil buat dia setuju untuk bekerja sama dalam membantu rakyat kita di musim pancaroba ini"
GLEG
Kao dan Drake menelan ludah kasar.
"K-Kenapa harus dia, Pho? A-Apa tidak ada Raja yang lain?"
"Hanya dia yang punya kuasa lebih" Mengetuk permukaan meja kayu beberapa kali sambil menatap ekspresi di wajah kedua putranya. "Takut?"
Kao menggelengkan kepala, namun raut ketakutan masih terlihat pada wajahnya. "H-Harus kami yang---"
"Cinde bisa melakukannya"
"Hah?/Apa??!" Kaget Kao dan Drake bersamaan.
"Cinde, dengan yakin mengatakan bahwa dia bisa melakukannya. Kalian tidak bisa? Haruskah Pho turunkan ahli waris kerajaan kepada Cinde saat ini juga didepan putra Pho yang sama sekali tidak berguna---"
"B--Baik, kita akan coba. Ya kan, Drake?"
Menaikkan sebelah alis, "kalian yakin?"
Kao dan Drake mengangguk kecil. "Yakin"
"Jangan buat Pho kecewa. Pho juga akan melihat siapa yang pantas naik tahta untuk menggantikan Pho" Menarik sudut bibir setelah mendapat anggukkan dari kedua putranya.
To Be Continue,,,
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top