C - 04
Sambil membuntuti Nenek Lin dari belakang, Mew melirik sekitar dengan tatapan shock. Maklum saja, sejak dulu, Mew tidak pernah mengikuti Ibunya ke pasar.
Keseharian Mew hanya bermain di Mall, Club Malam, dan Jalan Raya untuk balapan liar. Matanya melirik kanan kiri sambil mengangguk pelan, "jadi ini yang namanya pasar" Bergumam kecil.
Dengan memakai sandal jepit milik Lin yang telah usang dan hampir putus itu, kaki pendeknya terus melangkah, menelusuri jalan pasar yang tidak rata.
Adapun begitu banyak batu besar dan kecil dibiarkan begitu saja, serta pasir tebal berserakan dimana-mana.
Sesekali Mew berhenti saat Lin ingin membeli sesuatu dengan hasil dari penjualan kayu bakar sebelumnya.
"Halo" Sapa Lin ke seorang pedagang wanita yang berusia sama dengannya.
"Oh, Lin! Silahkan,, silahkan,, mau beli apa? Barang baru datang dan masih fresh"
Tersenyum. "Aku mau beli apel 1/4 KG, Ayutha"
"Baik, tunggu sebentar" Mengambil beberapa buah apel dengan tangan keriputnya lalu melirik Mew yang tepat berada dibelakang Lin.
Sesekali Lin tersenyum melihat Mew menatapnya dengan intents tanpa berkedip, memperhatikan bagaimana tangan Ayutha lihai menimbang manual apel memakai penakar.
"Dia siapa, Lin? Aku baru melihatnya hari ini" Tanya Ayutha tiba-tiba.
"Ini, Mew. Orang yang aku temukan di air terjun itu"
"Oh, jadi, dia orangnya? Aku pikir berita kemarin hanya kabar burung"
Lin melirik ke arah Mew, "Nong, perkenalkan, dia Ayutha, sahabat Nenek"
Mew mengatupkan tangannya dengan sopan sambil senyum, "sawadikhap, Khun Ayutha"
"Sawadica, Nong Mew" Melirik Lin.
"Dia sangat menggemaskan dan manis" Menaruh apel pesanan Lin ke dalam keranjang yang dibawanya.
Mew hanya tersenyum kikuk mendengar penuturan Ayutha. Padahal di dalam hati, Mew sangat kesal karena dibilang manis.
Siapa yang tidak kesal saat seorang pria perkasa dan tampan disebut manis? Huh!
Pada kenyataannya, memang benar apa yang diucapkan Ayutha. Di dunia yang aneh menurutnya ini, Mew akui wajahnya manis dan menggemaskan. Pagi tadi adalah pertama kalinya Mew melihat wajah yang ia pakai sekarang saat bercermin di permukaan air terjun. Sangat manis bagi siapapun yang melihatnya. Tapi tetap saja, Mew tidak suka kata yang ditujukan padanya itu. Ia tetap lebih suka dibilang tampan dan perkasa. Titik! Tidak pakai koma!
Ayutha tersenyum gemas. "Karena kamu anak yang manis dan menggemaskan, jadi saya akan berikan bonus apel ini untukmu. Terimalah" Memberikan 2 buah apel ke hadapan Mew.
Mew sedikit kikuk lalu melirik Lin yang tengah menatapnya sambil menganggukkan kepala, memberi kode pada Mew agar menerimanya. "Terima kasih, Khun" Mengambil apel di tangan Ayutha.
"Sama-sama" Tersenyum lalu mendengus kasar. "Hahh,, andai saja aku punya cucu manis sepertimu"
"Cucumu juga manis dan menggemaskan seperti Mew"
Menghela nafas kasar. "Kalau dulu memang iya. Tapi sekarang sudah menjadi lelaki yang maskulin. Apalagi semenjak ia menikah dengan salah satu putri kerajaan. Kata manis, sudah tidak pantas untuknya lagi"
*Wow,, keren. Pria biasa bisa menikahi seorang putri kerajaan? Apa aku juga bisa seperti itu?* Terbelalak lebar lalu menggelengkan kepalanya kuat.
*BODOH! Seharusnya kau cari cara agar keluar dari dunia aneh ini! Bukannya malah mau menikah dan hidup selamanya disini, dasar payah* Memukul kepalanya sendiri dengan tangan.
Tidak lama, tampak segerombolan orang berpakaian seperti pengawal dengan menaiki kuda, menuju ke tengah pasar.
"PERHATIAN,, PERHATIAN,,, SILAHKAN BERKUMPUL UNTUK MENDENGAR PENGUMUMAN DARI KERAJAAN" Teriak salah satu pengawal tersebut. Orang-orang pasar pun berkumpul ke tengah, termasuk Lin, Ayutha, dan Mew karena penasaran akan pengumumannya.
"DENGAN INI, DIBERITAHUKAN BAHWA KERAJAAN TRAI, AKAN MENGADAKAN PESTA DALAM RANGKA MENCARI CALON RATU" Orang-orang pasar langsung shock lalu saling berbisik ke sebelah. Tak hanya itu, salah satu dari pengawal membagikan selebaran ke orang-orang yang hadir disana, termasuk Mew. "SEBARLUASKAN PENGUMUMAN INI KE ANGGOTA KELUARGA ATAU KERABAT KALIAN. ACARA AKAN DISELENGGARAKAN BESOK MALAM" Kemudian pergi begitu saja.
Orang-orang membaca pengumuman di lebaran kertas itu namun tidak dengan Mew. Ia malah kebingungan sebab pengumuman itu memakai tulisan yang tidak pernah Mew lihat sebelumnya. "Nek, ini artinya apa, ya?" Menunjuk ke salah satu kalimat yang panjang.
Tersenyum. "Ini artinya persyaratan yang harus dilengkapi peserta pesta. Pertama, tidak boleh membawa senjata tajam. Kedua, dikhususkan hanya untuk wanita saja. Ketiga, usia MAX 30 tahun"
Mew hanya menganggukkan kepalanya, sama sekali tidak tertarik pada isi kertas bodoh itu. Toh, ia pria. Jadi untuk apa ia tahu isi kertas itu? Tadi ia hanya sedikit penasaran dengan arti tulisan disana, itu saja.
Setelah membacakan isi surat itu, Lin dan Ayutha kembali ke tempatnya, sedangkan Mew, masih berdiri di tengah pasar tersebut. Melipat kertas yang ia pegang sampai kecil lalu membuangnya begitu saja ke sembarang arah.
Mew tidak menyadari bahwa kertas yang ia lempar, mengenai salah satu pria yang lewat. Pria itu meraih kertas yang Mew buang di tanah lalu menghampiri Mew. "Permisi"
Merasa terpanggil, Mew reflek berbalik. "Apa?"
"Kertas ini milikmu, kan? Kenapa buang sembarangan? Ambil kembali" Menghadapkan kertas itu ke depan wajah Mew
Menautkan alis, *Cuma masalah kertas itu saja di besar-besarkan. Mau cari ribut denganku?* Menatap tajam. Kedua tangan ia taruh di pinggang. "Kalau iya kertas itu milikku, lalu apa urusannya denganmu? Kalau aku tidak mau ambil balik, kau mau apa? Hah?!" Menantang pria itu tanpa melepas tatapan matanya yang tajam.
Mew sama sekali tidak dapat melihat keseluruhan wajah pria itu, sebab tertutupi oleh topi yang bentuknya seperti segitiga & menutupi setengah wajahnya.
Bisa Mew lihat pria itu menarik sudut bibir. "Jangan buang sampah sembarangan kalau mau hidupmu aman, anak manis" Meraih tangan Mew dengan paksa lalu meletakkan kertasnya disana.
Mew mulai emosi karena dibilang manis oleh pria yang tidak dikenalnya itu. "Jangan memanggilku seperti itu kalau tak mau wajah jelekmu ku buat babak belur, bajingan" Mengepalkan tangannya kuat-kuat.
"Kau anak yang menarik" Tersenyum kecil.
"Apa yang---AAKKHH" Teriak Mew saat kedua tangannya dipelintir dan dikunci kebelakang oleh pria itu dengan sangat cepat.
"LEPASKAN SAYA, KEPARAT!" Memberontak.
Bisa Mew rasakan tangan pria itu memegang kuat tangannya. Padahal kalau dilihat dari kasat mata, pria itu hanya memegang biasa tanpa memakai kekuatan.
Teriakkan Mew pun menarik banyak eksistensi orang-orang pasar, termasuk Lin dan Ayutha yang tengah asik mengobrol santai.
Pria itu mengeluarkan senyum remehnya. "Hanya segini kekuatanmu, anak manis?"
"SUDAH KUBILANG, JANGAN MEMANGGILKU SEPERTI ITU, SIALANNN!!" Semakin memberontak, membuat pria itu semakin senang melihatnya.
"Ada apa ini, Tuan?" Tanya Lin yang datang sambil bertanya dengan sopan.
"Tolong lepaskan anak ini. Maafkan anak ini jika dia berbuat salah pada anda, Tuan. Saya mohon" Mengatupkan kedua tangan keriputnya di hadapan pria itu.
Mew merasa jahat karena sudah membuat Lin memohon seperti itu pada pria brengsek yang masih mengunci kedua tangannya hingga saat ini. "NEK, JANGAN MEMOHON PADA BAJINGAN INI, NEK. NENEK DAN AKU TIDAK SALAH. PRIA JELEK INI YANG SALAH"
Melihat wanita renta didepannya memohon, pria itu pun melepaskan tangan Mew yang ia kunci lalu menarik tangan Mew hingga wajah Mew menabrak dada kekarnya dan berbisik. "Kalau kau memang pria sejati, datang ke istana besok malam dan temui saya. Kita lanjutkan pertarungan ini" Mengangkat sudut bibir.
"Yah, kecuali kalau nyalimu lemah seperti wanita. Akan kumaklumi"
Mendengar dirinya diremehkan, langsung mendorong kuat pria itu hingga hampir tersungkur kebelakang. "BAJINGAN! LIHAT SAJA, AKU AKAN DATANG BESOK DAN MENGAMBIL JANTUNG DARI TEMPAT ( MEMBUNUH ) MU" Memancarkan amarah dari sorot matanya.
Pria itu berbalik dengan santai. "Kutunggu kehadiranmu, manis" Melambaikan tangan tanpa melihat ke arah Mew dan pergi begitu saja dengan menyibak jubahnya kebelakang.
Mew baru menyadari bahwa pakaian pria itu tampak sedikit mewah dari orang-orang di pasar.
"Sialan, awas kau besok. Aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri" Mengepalkan tangannya kuat.
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
Kerajaan Traipittanapong, Bangkok, Thailand
Sehabis berkeliling selama hampir seharian, kini ia mulai melangkahkan kaki memasuki kerajaan Trai.
"Darimana saja kamu, anakku?" Tanya seorang wanita berusia 45 tahunan itu sambil berjalan menuju pria yang baru masuk dari pintu utama kerajaan.
"Biasa, Mae" Tersenyum sambil melepas topi dan jubahnya satu persatu, memperlihatkan lebih jelas ototnya yang kekar dan bidang serta wajahnya yang sangat tampan bagai karakter dongeng.
"Untuk apa kamu melakukan itu, anakku? Lihat, keringatmu bercucuran dimana-mana"
"Karena itu menyenangkan, Mae" Tiba-tiba teringat dimana ia bertemu dengan anak manis di pasar. "Sangaat menyenangkan" Lanjutnya.
"Yasudah. Sekarang kamu mandi dan temui kakakmu. Daritadi dia mencarimu di singgasananya"
"Baik, Mae" Berlalu pergi.
Disaat ia akan melewati ruang tengah, sebuah suara datang tiba-tiba dan mengagetkannya. "Darimana saja kau?"
"Astaga, Phi. Hampir aja jantungku lompat keluar" Mengusap dadanya.
"Sampai kapan kebiasaan Phi memanjat tinggi seperti itu hilang? Ingat, Phi sekarang adalah seorang Raja dan sosok Ayah bagi Chara, bukan anak kecil lagi"
Turun dari tempat ketinggian lalu menghampiri adiknya itu. "Cerewet. Darimana saja kau?" Tanya nya sekali lagi.
"Berkeliling" Sang kakak hanya menaikkan sebelah alis, menatap adiknya curiga.
"Aku mandi dulu. Badanku sudah lengket. Nanti kita bicara lagi" Ucapnya sambil membungkuk hormat dan berlalu.
Pria itu menatap punggung tegap adiknya dalam diam. "Kenapa Mae tidak mencarikannya calon Istri sih? Kenapa harus mengurusiku terus?!"
To Be Continue,,,
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top